Manusia
diberi karunia untuk menerima tanggung jawab yang diberikan kepada mereka
sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Ketika mereka menerimanya mereka akan
melaksanakan tugas itu dengan sungguh-sungguh agar sukses dan menyenangkan. Ada
juga sesama yang memiliki potensi yang luar biasa – hebat, tetapi ketika diberi
tanggung jawab sesuai dengan potensi itu, mereka menghindar atau menolaknya
dengan pelbagai alasan, seperti tidak sanggup bekerja sama, tidak biasa, takut
tak beralasan, dst.
Yunus
termasuk dalam orang yang menghindar dari tugas yang diberikan kepadanya oleh
Tuhan. Padahal ia adalah seorang nabi yang ditugaskan untuk menyampaikan pesan
Allah kepada penduduk Ninive agar mereka bertobat dari dosanya. Ia melarikan
diri ke Tarsis dengan menumpang sebuah kapal agar menjauhkan diri dari Tuhan
(Yun 1:1-17; 2:10). Akan tetapi Tuhan mahatahu dan melihat pergerakan Yunus. Ia
terjerat dalam sebuah pencobaan menghadapi bahaya gelombang yang dahsyat dan
dibuang ke laut. Dari situ ia belajar bahwa jika Tuhan menghendaki seorang anak
manusia untuk mengerjakan sesuah tugas yang penting, maka ia tidak boleh
menghindar, tetapi harus melakukannya, sebab setiap perutusan yang berasal dari
Tuhan tak akan pernah berjalan tanpa bimbingan-Nya. Ia akan menyertai setiap
utusan-Nya dengan kuasa Roh Kudus, agar para utusan itu memiliki keberanian
untuk menjalankannya dengan baik dan sukses.
Perumpamaan yang diceritakan Lukas dalam Injilnya hari ini (bab10 ayat 25-37), Yesus menyebut imam
dan orang Lewi yang menghindar dari tanggung jawab dan tidak mau menolong orang
yang dirampok dan tampaknya sudah mati. Imam dan orang Lewi itu rupanya lebih takut
pada hukum Taurat untuk tidak memegang jenasah orang mati kalau mereka hendak
melayani tugas di bait Allah. Perumpamaan ini diceritakan Yesus selain untuk
memberi penjelasan kepada ahli kitab tentang apa sesungguhnya cinta kasih itu sekaligus
mengeritik ahli kitab itu atas sikap mereka yang seringkali tidak tahu
mempraktekan hukum cinta kasih. Orang Samaria yang dicap sebagai orang kafir
dan tidak punya hukum Taurat justru lebih paham tentang arti cinta dari pada para
ahli kitab, sebab mereka hanya pandai
berbicara tentang cinta tetapi gagal dalam prakteknya. Jika gagal maka hidup
kekal tidak mungkin bisa dicapai.
Tugas
yang diberikan Tuhan kepada kita tidak lain bertujuan untuk menyelamatkan. Ia ingin
menyelamatkan kita agar tidak mati dalam dosa. Itu berarti Tuhan mencintai kita,
memberi kita kesempatan untuk bertobat. Setiap tugas yang diberikan kepada kita
adalah pelayanan untuk mencintai. Jika demikian maka setiap orang yang menerima
tugas itu, tidak boleh menghindar, tetapi harus menjalankannya dengan penuh
cinta juga. Jika kita menghindar berarti kita gagal mewujudkan cinta Tuhan
kepada sesama. Jika menghindar maka pengalaman Yunus dalam Perjanjian Lama itu
hendaknya disimak sebagai pelajaran.