Sesudah dibaptis menjadi katolik dalam usia Sekolah Rakyat, zaman
Belanda, ayah kami, Silvanus Jama, sungguh-sungguh menyimak pesan
mamanya yang masih animis: "Jama, kalau engkau sudah dibaptis menjadi
serani, jangan ikut-ikut lagi tata cara adat dan doa kami. Ikut saja
tata cara agamamu seperti yang diajarkan oleh pastor Belanda. Pastor
Belanda itu orang pintar, ajarannya pasti baik dan benar. Ketika ayah
pergi mengadu nasib ke wilayah pantai dan membuka satu perkampungan baru
di situ, setiap hari dia mengorganisir teman-temannya untuk berdoa
bersama, terutama doa rosario. Ia juga sering memimpin doa mingguan
tanpa imam.
Segala hal yang berhubungan dengan urusan adat
istiadat misalnya mendoakan orang mati, ketika membuat rumah baru,
membuka kebun baru, menanam jagung dan padi di kebun, saat panen
hasil-hasil kebun, didoakan dan disyukurinya saja melalui doa-doa
Kristiani. Padahal dalam kebiasaan lama sebelum dia dibaptis semua itu
harus disyukuri dengan recikan atau kurban darah binatang. Tetapi karena
ingat akan pesan mamanya, dia meninggalkan segala tata cara itu dan
hidup dalam keyakinan Kristiani. Karena itu dalam hidupnya sebagai orang
katolik ayah tidak pernah melakukan upacara-upacara adat membawa
persembahan binatang atau yang biasa disebut kurban bakaran. Doa wajib
kami dalam keluarga adalah doa rosario baik waktu bangun pagi maupun
sebelum tidur malam. Andalan hidup doanya adalah rosario dan ekaristi
mingguan, bahkan di masa tuanya sebelum sakit ia selalu hadir dalam
ekaristi harian biasa.
Orang Yahudi sangat berpegang teguh pada
adat istiadat nenek moyangnya, terutama dalam hal yang tidak penting
misalnya: basuh tangan sebelum makan, pulang pasar harus mandi, cuci
kendi, perkakas-perkakas yang dipakai untuk makan dan persembahan harus
dicuci duluan sebab jika tidak seseorang berdosa atau najis. Injil hari
ini menceritakan tentang hal itu. Mereka mengeritik para murid Yesus
yang tidak taat hukum-hukum lalu mencap mereka sebagai orang najis.
Akibatnya, Yesus mengecam mereka dengan sangat pedas:"Benarlah nubuat
Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa
ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu.
Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan
ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada
adat istiadat manusia."(Mrk 7:6-8).
Dalam banyak hal sejak zaman
nenek moyang hingga zaman ini banyak orang terlebih taat pada adat
istiadat manusia dari pada hukum Allah. Alasannya: takut dimarahi nenek
moyang, nanti doa tidak dikabulkan, awas ada bahaya di jalan, nanti
usaha tidak berhasil, serta ketakutan lainnya. Pandangan seperti ini
menilai seolah-olah nenek moyang yang sudah mati itu yang menentukan
nasib hidup manusia, padahal orang-orang mati hanya membutuhkan
keselamatan jiwanya melalui doa-doa kita. Dalam ajaran Kristiani setiap
jiwa yang mati dalam dosa akan masuk purgatorium dan mereka harus
didoakan agar masuk surga. Kalau mereka masuk surga mereka akan menjadi
orang kudus bergabung dengan para malaikat Tuhan. Di sana mereka tidak
membutuhkan makan minum, mereka tidak kenal lapar dan haus. Sebagaimana
orang kudus lainnya mereka hanya rindu agar kita yang masih hidup ini
hendaknya taat pada perintah Allah, mengabdi Allah dalam Roh dan
kebenaran sehingga kelak kita juga boleh masuk surga.
Kristus
telah datang sebagai Juru Selamat dan Pembebas. Ia telah mengorbankan
hidup-Nya hingga wafat di salib dan Allah menjadikan kurban Putera-Nya
itu sebagai yang paling sempurna, syah dan pantas untuk penebusan dosa
manusia, menggantikan kurban yang tidak sempurna, kurban darah binatang.
Kurban salib itu yang dilakukan Yesus dalam Roh dan kebenaran, sebab Ia
melakukan semua itu dalam ketaatan kepada perintah Allah. Ketika kita
dibaptis menjadi pengikut-Nya dan menerima sakramen-sakramen lainnya,
kita hidup dalam kemerdekaan sebagai anak-anak Allah dan hanya dituntut
untuk taat pada perintah Allah serta menyembah Allah dalam Roh dan
Kebenaran, hidup di bawah bimbingan Roh Kudus. Sesungguhnya menjalin
persatuan dengan Kristus, yang membebaskan itu jauh lebih penting dari
pada menjaga adat istiadat yang sering membelenggu kita dalam rasa
takut.
Ketika Salomo menahbiskan bait suci doanya sangat indah:
"Maka berpalinglah kepada doa dan permohonan hambaMu ini, ya TUHAN
Allahku, dengarkanlah seruan dan doa yang hambaMu panjatkan di hadapanMu
pada hari ini! Kiranya mataMu terbuka terhadap rumah ini, siang dan
malam, terhadap tempat yang Kaukatakan: namaKu akan tinggal di sana;
dengarkanlah doa yang hambaMu panjatkan di tempat ini. Dan dengarkanlah
permohonan hambaMu dan umatMu Israel yang mereka panjatkan di tempat
ini; bahwa Engkau juga yang mendengarnya di tempat kediamanMu di sorga;
dan apabila Engkau mendengarnya, maka Engkau akan mengampuni" (1Raj
8:28-30). Apa yang telah dilakukan Salomo pada zaman itu, semuanya telah
disempurnakan Kristus setelah wafat dan kebangkitan-Nya. Kristus telah
memeterai semua kelengkapan keselamatan kita melalui sakramen-sakramen
yang kita terima. Kristuslah pengantara benar dan syah, karena
kedudukan-Nya sebagai Raja di atas segala raja dan Juru Selamat kita.
Kurban Kristus satu-satunya kurban pendamaian antara Allah dan manusia,
yang memulihkan hubungan antara Allah dan manusia.
Written by
RD. Laurensius Sopang