Salah
satu penyebab utama manusia menderita adalah dosa. Karena itu Tuhan mengajak
manusia yang berdosa agar bertobat
supaya dibebaskan dari penderitaan itu. Untuk itu Tuhan mengutus para nabi dan
orang bijak lainnya guna menyadarkan umat-Nya agar bertobat dan mengaku dosa
mereka. Pada zaman Perjanjian Baru hingga masa kini, tugas itu diserahkan
kepada para rasul, paus, uskup dan para imam, sebab mereka ini diberi wewenang
khusus untuk mengampuni dosa-dosa seluruh umat Allah. Semua orang bersaksi,
bila mereka sudah mengaku dosa (bertobat) terjadi banyak kesembuhan rohani dan
jasmani; perasaan yang paling menyenangkan sesudah pengakuan dosa adalah hidup
kita dibaharui, kita menjadi tenang dan penuh semangat untuk berdoa dan bekerja
lagi.
Masih
banyakkah orang mengaku dosa? Kenyataan ini amat menyedihkan sebab pada zaman
ini banyak orang tidak mau mengaku dosa lagi karena:
·
merasa diri tidak
bersalah,
·
tidak mengimani
sakramen pengakuan dosa sebagai wujud terbaik dari kerahiman Allah,
·
merasa tak punya
waktu untuk mengaku dosa,
·
tidak sadar bahwa
dosa telah mendatangkan banyak kesusahan dalam hidup mereka,
·
tidak sadar bahwa
dosa itu penghambat utama hubungan baik dengan Tuhan dan sesama.
·
mereka tidak tahu
bahwa dengan pertobatan “rahmat kerahiman Allah” mengalir bagaikan sungai yang
tak pernah kering.
Ketika
Yunus menyampaikan pesan pertobatan di kota Niniwe (Yun 3:1-10), masyarakat
seluruh kota itu segera mengenakan kain kabung, berdoa sambil berpuasa mulai
dari rajanya hingga rakyat jelata, bahkan binatang-binatang peliharaan mereka pun
ikut berpuasa. Dengan melihat kenyataan ini hati Tuhan tergerak oleh
belaskasihan dan membebaskan umat Niniwe dari hukuman yang dirancangkan-Nya.
Tuhan memang bukan hakim yang lalim tetapi pengasih dan penyayang. Setiap orang
yang menyesali dosanya, diampuni-Nya dan hidup mereka dibaharui-Nya. Demikianlah
yang terjadi pada umat Niniwe. Dengan pertobatan itu mereka kembali menikmati hidup
di dalam Tuhan, yaitu hidup penuh damai dan sukacita.
Menikmati
hidup baru dalam Tuhan, penuh damai dan sukacita, dirasakan juga oleh kakak
beradik, Marta dan Maria, ketika Tuhan Yesus dan para murid-Nya mengunjungi mereka (Luk
10:38-42). Namun cara mereka menikmati sukacita itu berbeda. Marta sibuk
menyiapkan akomodasi di dapur untuk makan minum,sedangkan Maria duduk di kaki
Yesus untuk mendengarkan cerita-cerita-Nya bersama para murid. Yang paling
bahagia di antara keduanya adalah Maria karena tidak ingin beranjak dari
tempatnya hingga lupa membantu Marta di dapur. Sedangkan Marta merasa kesibukan
mempersiapkan makan minum itu membuatnya cepat merasa lelah. Karena itu dia
mengeluh tentang saudarinya Maria, tetapi Yesus menjawab: “Maria telah memilih
bagian yang terbaik”.
Sesungguhnya,
Tuhan selalu ada bersama kita, sebab Ia sudah berkata: “Aku menyertai kamu
sampai akhir dunia”. Ia ada di dalam diri kita melalui Roh-Nya yang kudus.
Keyakinan ini disampaikan St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus:
Tubuhmu adalah kenisah Roh Kudus. Namun jika kita berdosa, hidup dalam dosa
seperti umat Niniwe, maka kesadaran kita akan peran Tuhan dalam hidup semakin
hari menjadi semakin lemah. Kelemahan dan kelalaian inilah yang akan
menjerumuskan kita ke dalam mala petaka. Tuhan tidak mau kita mendapat mala
petaka. Ia menghendaki agar selalu hidup dalam rahmat-Nya, hidup dalam
pertobatan!