Sejak bergulirnya
kegiatan pilgub (pemilihan gubernur) DKI, entah sudah berapa banyak kali demonstrasi
ditujukan untuk menghadang Ahok sampai hari ini, yang tujuannya tidak lain “menghadang orang benar”. Tuduhannya tidak
main-main karena menista agama, meskipun pada saat ia mengucapkan kalimat itu masyarakat
di pulau Seribu tidak merasa adanya unsur penistaan itu. Tetapi karena adanya
unsur politik maka tuduhan penistaan itu dipaksakan. Tetapi mengapa Ahok
dihadang? Dia orang benar dalam hal ANTI KORUPSI, sehingga anggaran-anggaran
siluman pada APBD DKI banyak yang diselamatkan Ahok. Dia benar dalam
menjalankan roda pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. Namun musuh-musuhnya
banyak sekali. Mengutip tulisan Assaro Lahagu (dalam Seword, 26 Maret 2017): “Ahok berjuang di tengah musuhy-musuhnya
yang brutal. Segala macam senjata ditembakkan kepadanya. Nyaris tak ada sosok
di negeri ini yang memiliki musuh brutal seperti Ahok...... Menjelang
pencoblosan kedua 19 April 2017 nanti Ahok mengingatkan kawan dan lawannya: “Setelah
manusia berjuang dengan segala daya upaya, selebihnya adalah urusan Tuhan.
Segala sesuatu yang terjadi pada manusia adalah kehendak Tuhan. Segala sesuatu
yang terjadi pada saya saat ini adalah penyelenggaraan Tuhan”....
Kitab Kebijaksanaan
dalam bacaan pertama hari ini menulis tentang bagaimana rencana orang fasik
menghadang orang benar: “Marilah kita
menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan serta menentang
pekerjaan kita. Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita, dan
kepada kita dipersalahkannya dosa-dosa terhadap pendidikan kita”. Orang
benar di mana pun di dunia ini dianggap sebagai gangguan bagi orang jahat,
sebab dengan hadirnya orang benar, segala kejahatan yang dirancang orang fasik
tidak dapat terlaksana. Karena itu cara paling baik bagi mereka adalah
menghadang hidup dan bergeraknya orang benar ini agar tidak mendapat tempat –
kedudukan – jabatan atau apapun yang membuatnya bisa berkuasa, berpengaruh di
tengah masyarakat (bdk Keb 2:1a.12-22).
Menurut cerita
Yohanes dalam Injilnya hari ini, Yesus merasa tidak nyaman lagi tinggal di
Yudea karena para penistanya, orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya.
Dia kembali ke Galilea. Namun pada hari Raya Pondok Daun, Yesus pergi juga ke
Yerusalem mengikuti keluarga-Nya yang lain dengan diam-diam. Di sana Ia berani
tampil juga mengajar di bait Allah dan memberi kesaksian tentang diri-Nya bahwa
Dia datang karena diutus oleh Allah, Bapa-Nya. Mendengar kesaksian-Nya itu orang
Israel semakin membenci-Nya dan hendak menangkap-Nya (bdk Yoh 7:1-2.10.25-30).
Kehadiran Yesus
sangat mengganggu orang Israel yang sudah nyaman hidup dalam kejahatan pada
zaman itu terutama para imam, ahli Taurat, para pejabat istana Herodes, orang
Farisi serta kongko-kongkonya. Segala ajaran dan tindakan Yesus yang
mengungkapkan kebenaran Kerajaan Allah dan kebenaran dalam membuka aib kejahatan
orang-orang Yahudi menjadi gangguan bagi mereka. Maka kehadiran-Nya harus
dihadang dengan cara apa pun. Rancangan mereka: tangkap Dia, adili dan beri hukuman mati dengan menyalibkan-Nya! Rencana-rencana
ini sudah matang tinggal menunggu waktunya yang tepat.....
Mungkin saja
kita merasa tidak adil ketika kita dihadang saat mewartakan dan memperjuangkan
kebenaran, apalagi kalau kita tahu bahwa orang-orang yang menghadang itu adalah
orang-orang jahat. Hidup ini tak pernah lepas dari hadangan, tantangan dan
cobaan. Tuhan membiarkannya dengan tujuan keselamatan. Biarlah kita belajar untuk
berjalan menurut kehendak-Nya. Tuhan akan menyelesaikan segala tantangan itu
dan menyelamatkan kita !