Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!

Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!
❝ Your Word is A Lamp for My Feet, A Light for My Path. ❞     「Psalm 119:105  —  The New American Bible, Revised Edition (NABRE).」

Alkitab On-Line

 

Alkitab On-Line :

Ketik Kata atau Ayat :

Alkitab    Bahan

Amazon Associates Rotating Banner

Search Engines with English Only

Kamis, Maret 31, 2016

LIHATLAH TANGAN DAN KAKIKU…!

Sejauh yang saya tahu dari cerita riwayat para kudus, ada dua orang kudus yang mendapat luka-luka Yesus dalam hidupnya yaitu St. Fransiskus Asisi dan St. Padre Pio. Di zaman ini ada seorang frater asal Italia bernama Fra Elia juga memiliki gejala-gejala stigmata itu. Fra Elia pernah datang ke Indonesia dan juga mengunjungi keuskupan kami. Saya juga ikut melihat luka-luka stigmata itu pada tangan, kaki, kepala dan lambung, kepala dan tubuh Fra Elia. Luka-luka itu harum seperti bunga mawar, sebuah ciri khas yang terjadi pada setiap luka stigmata lainnya. Ketika melihat itu saya hanya bersyukur dalam hati bahwa Tuhan tetap menunjukkan kasih-Nya kepada manusia dari zaman ke zaman.

Stigmata adalah tanda luka-luka Yesus yang tersalib, yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang. Termasuk dalam tanda sengsara ini adalah luka-luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka di kepala akibat mahkota duri, dan luka bilur-bilur penderaan di sekujur tubuh, teristimewa di punggung. Seorang stigmatis, yaitu orang yang menderita akibat stigmata, dapat memiliki satu, atau beberapa, atau bahkan semua tanda sengsara itu. Stigmata dapat kelihatan, dapat pula tidak kelihatan; dapat permanen, dapat pula sementara waktu saja. Stigmata diberikan kepada seseorang bukan untuk menyatakan kehebatan atau kesalehannya orang bersangkutan di hadapan orang lain. Hal itu diberikan karena kebaikan Allah semata untuk menyatakan kehadiran dan kasih-Nya yang selalu menyertai umat manusia.

Ketika Yesus menampakkan diri di hadapan para murid-Nya, para murid itu heran, bercampur rasa takut sehigga agak ragu-ragu dan berpikir bahwa yang menampakkan diri itu hantu. Guna meyakinkan murid-murid-Nya itu Yesus bersabda: "Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu. Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku." Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. (Luk 24: 38-40).


Walau Yesus sudah bangkit dari antara orang mati, namun luka-luka bekas paku dan tombak yang menembus tangan, kaki dan lambungnya ketika Ia disalibkan masih terlihat jelas. Yesus memperlihatkan semua luka pada tangan dan kaki-Nya kepada mereka guna menghilangkan keragu-raguan para murid-Nya yang berpikir bahwa mereka melihat hantu. Kehadiran Yesus setelah bangkit dalam alam maut berbeda dengan kehadiran-Nya sebelum wafat dan bangkit. Kehadiran-Nya sesudah bangkit melampaui waktu dan ruang, menjadi tak terbatas, bisa berada di segala tempat dalam waktu yang sama, namun kehadiran-Nya tetap saja sempurna. Keadaan seperti ini terjadi sejak kebangkitan-Nya dan tetap saja berlaku hingga sekarang dan selamanya. Penulis Kitab Ibrani mengakui kebenaran ini dan bersaksi: "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya" (Ibr 13:8).

Apakah pada zaman ini kita membutuhkan penampakan Yesus seperti yang terjadi terhadap para murid-Nya…? Pada saat membaca renungan ini saya yakin Anda adalah seorang yang percaya kepada Yesus Kristus, bukan karena melihat tanda tetapi karena mendengar pewartaan itu melalui Gereja (orang tua, guru, para imam, biarawan/ti, atau orang lain) dan melalui bacaan-bacaan suci, dll. Tetapi andaikan saja sekali waktu Tuhan ingin menampakkan diri kepada seseorang di zaman ini karena suatu tujuan-Nya yang khusus, maka berbahagialah dia atau mereka.

Petrus dapat melakukan mujizat, membuat orang lumpuh berjalan, bukan karena kehebatannya tetapi karena Allah ingin menunjukkan kehadiran-Nya di dalam permulaan karya para rasul itu, bahwa Yesus hidup. Petrus menegaskan dalam pewartaannya di dalam kenisah: "Karena kepercayaan dalam Nama Yesus, maka Nama itu telah menguatkan orang yang kamu lihat dan kamu kenal ini; dan kepercayaan itu telah memberi kesembuhan kepada orang ini di depan kamu semua
Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan" (Kis 3:16.19). Tujuan adanya mujizat dalam pewartaan para rasul agar umat Israel bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

Kita semua dipanggil untuk mewartakan nama Tuhan kepada siapa saja karena kita percaya kepada-Nya, melalui kesaksian hidup kita yang baik dan berkenan kepada sesama. Orang Latin bilang: "Verba docent, exempla trahunt" yang berarti kata-kata itu mengajar, keteladanan itu menarik/menyentuh hati…! Memperlihatkan tangan Tuhan dalam sikap menolong dan berbagi adalah wujud nyata dari iman akan Yesus Kristus yang telah rela wafat dan bangkit untuk menyelamatkan kita…!

Rabu, Maret 30, 2016

PERJUMPAAN ITU MENYEMBUHKAN…!

Ada banyak orang kudus yang memberi kesaksian tentang apa yang terjadi selama perayaan ekaristi berlangsung. St. Catalina antara lain menceritakan bahwa sejak awal ekaristi sampai pada penutupnya, adegan jalan salib berjalan sempurna. Dalam perayaan ekaristi Yesus Kristus hadir dalam bentuk tanda – simbol yang dipakai (meski tak dapat dilihat mata), namun Ia hadir nyata untuk merayakan kurban salib-Nya demi keselamatan semua yang hadir dan semua yang didoakan dalam kurban itu. Segala doa yang diucapkan dalam ekaristi, sejak awal hingga akhir, bersama persembahan roti dan anggur yang diunjukkan sungguh merupakan tindakan iman yang sempurna dari Gereja beserta seluruh umat Allah yang hadir di dalamnya.  Demi mengukuhkan kebenaran ini, St. Yohanes Maria Vianney bersaksi: “Tidak ada kurban yang lebih tinggi dan mulia dari pada kurban ekaristi, sebab di dalam ekaristi Tuhan Yesus yang wafat dan bangkit itu hadir lagi mempersembahkan hidup-Nya bagi keselamatan kita. Karena itu berbahagialah para imam yang telah dipilih untuk menjadi Alter Christus. Apa yang dilakukan para imam dalam ekaristi, mereka bertindak atas nama Kristus.

Merujuk cerita dua murid Emaus hari ini, mari kita lihat kembali kisah yang menarik ini. Dua murid itu berjalan pulang dari Yerusalem ke Emaus kampung asalnya. Keduanya bertukar cerita dalam nada kecewa atas segala sesuatu yang terjadi di Yerusalem dalam seminggu terakhir. Mereka telah berharap Yesus akan jadi pemimpin baru atas bangsa Israel karena memiliki kuasa yang besar dan kemampuan intelektual yang hebat. Segala lawan yang mau berdebat dengan-Nya gugur tak berdaya. Namun tiba-tiba Dia ditangkap, diadili dalam pengadilan Kayafas, Pilatus dan Herodes. Walau semua tuduhan yang dikenakan pada-Nya tidak terbukti, tetap saja Ia dihukum mati. Hukuman mati itu amat keji karena Dia dihukum lebih sadis dari semua penjahat yang dihukum mati di Israel. Kedua murid itu berkesimpulan semua ini sungguh tidak masuk akal.

Sementara berpikir demikian Yesus datang. Kedua murid tidak mengenal-Nya lalu ketiganya berjalan bersama-sama. Lalu Yesus bertanya kepada keduanya, apa saja yang mereka perbincangkan. Usai menjawab semuanya, Yesus pun menjelaskan misi-Nya sendiri. Ketika hendak tiba di gerbang kampung Emaus, kedua murid itu mengajak Yesus bermalam di rumah mereka, sebab matahari sudah terbenam untuk melanjutkan perjalanan. Ketika Yesus memecahkan roti dan hendak memberi kepada keduanya, terbukalah mata mereka dan mereka mengenal Yesus, tetapi Yesus menghilang. Tanpa berpikir panjang keduanya kembali ke Yerusalem dan memberikan kesaksian tentang perjumpaan itu. Perjumpaan kedua murid Emaus dengan Yesus di saat pemecahan roti itu adalah perjumpaan yang menyembuhkan keduanya dari rasa kecewa atas apa yang terjadi dengan Yesus (bdk Luk 24:13-35).

Lain lagi dengan kisah perjumpaan si pengemis lumpuh itu dengan Yesus.  Setiap hari ia duduk mengemis di gerbang indah bait Allah. Saat kedua rasul, yaitu Petrus dan Yohanes melewati gerbang indah itu, ia juga meminta sedekah kepada keduanya. Melihat keadaan pengemis itu, dengan penuh iman Petrus berkata kepadanya: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!" (Kis 3:6).  “Lalu ia memegang tangan kanan orang itu dan membantu dia berdiri. Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu. Ia melonjak berdiri lalu berjalan kian ke mari dan mengikuti mereka ke dalam Bait Allah, berjalan dan melompat-lompat serta memuji Allah”. (Kis 3:7-8). Pengemis itu melonjak kegirangan karena ia tidak pernah menyangka bahwa dua orang yang menyebut nama Yesus ini bisa menyembuhkan dia dari sakit lumpuhnya.

Pengemis ini berjumpa dengan Yesus yang diwartakan rasul Petrus dan Yohanes. Yang sungguh-sungguh percaya akan adanya kuasa penyembuhan itu adalah Petrus yang melakukan mujizat itu. Akan tetapi dia bertindak bukan atas namanya sendiri melainkan atas nama Yesus Kristus, yang dia percaya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Mereka pergi ke kenisah itu hendak mewartakan nama Yesus. Yesus meneguhkan pewartaan mereka dengan mujizat-mujizat agar orang percaya bahwa Yesus sungguh Allah yang telah datang untuk menyelamatkan manusia melalui wafat dan kebangkitan-Nya. Yesus itu hidup dan tetap bekerja melalui orang-orang percaya sesuai dengan janji-Nya. Rasul-rasul itu adalah  Alter Christus yang pertama, sebab mereka semua telah diangkat menjadi imam perjanjian baru di saat Yesus menetapkan kurban ekaristi pada perjamuan malam terakhir. Segala sesuatu yang mereka lakukan dalam tugas pelayanan dan pewartaan, mereka lakukan itu dalam nama Yesus. Hidup dan karya mereka tidak terpisahkan dari Kristus. Ketika mereka berdoa, mereka berdoa dalam nama Kristus, demikianpun ketika mereka mewartakan mereka berkata dalam nama Yesus Kristus. Apa saja yang mereka lakukan dalam nama Yesus di sana terjadi perjumpaan dengan Yesus yang menyelamatkan bahkan menyembuhkan.

Perjumpaan dengan Tuhan dalam kegiatan doa pribadi atau bersama, katakese umat dan dalam sakramen-sakramen, rekoleksi dan retret serta kegiatan rohani lainnya adalah perjumpaan yang menyelamatkan bahkan menyembuhkan. Adalah suatu kerugian apabila dalam hidup ini kita hanya menjadi penonton setia atas semua kegiatan itu dan merasa diri sudah puas dengan apa yang ada atau tidak membutuhkan Tuhan atau pun sesama lagi.

Selasa, Maret 29, 2016

BAPAKU DAN BAPAMU, ALLAHKU DAN ALLAHMU…!

Berto, seorang anak yang ditinggalkan ayah ibunya. Usianya baru 4 bulan. Ayahnya melarikan diri tanpa berita dan ibu meninggal dunia karena sakit berat. Berto lalu diangkat menjadi “anak angkat” oleh satu keluarga yang baik hati melalui proses hukum di pengadilan, agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Suatu saat di usia hendak memasuki SMP kelas I, Berto dipanggil ayah ibu angkatnya ini untuk menyampaikan kepadanya siapa dia sebenarnya. Alangkah terkejutnya Berto ketika dia tahu bahwa ayah ibu yang dipanggilnya bapa dan mama selama ini hanyalah berstatus “ayah dan ibu angkat” bukan ayah ibu kandung. Air matanya berderai mendengar pemberitahuan itu. Akan tetapi ayah ibu angkat ini amat bijaksana, mereka telah menyiapkan akte kelahiran dan surat baptis Berto, lalu menunjukkan kepadanya isi dua dokumen berharga ini; dalam dua dokumen itu Berto tidak disebut sebagai anak angkat melainkan anak ketiga dari ayah ibu angkat tersebut. Karena itu Berto tidak perlu merasa sedih karena dia sudah berstatus anak kandung, boleh tetap memanggil ayah ibu ini sebagai bapa dan mamanya sendiri. Berto berhenti menangis lalu memeluk ayah ibunya ini sambil menyampaikan ucapan terima kasih.


Secara pribadi, sejak membaca Injil hari ini untuk pertama kali waktu SD kelas II, saya merasa ungkapan “Bapa-KU dan Bapamu, Allah-KU dan Allahmu”, adalah ungkapan terindah dari Tuhan Yesus untuk Maria Magdalena dan kita yang percaya. Hemat saya, dalam ungkapan ini secara implisit Yesus mau mengatakan kepada kita bahwa oleh wafat-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, telah tercipta kembali sebuah hubungan baru antara Allah dan manusia. Di dalam dua peristiwa mulia ini, karya keselamatan, menebus dosa manusia sudah terlaksana secara sempurna oleh Allah sendiri melalui Yesus Kristus. Maka, tak ada lagi pembatas atau jurang yang menghalangi hubungan itu. Jembatan penghubung antara surga dan dunia sudah selesai dikerjakan oleh Yesus, melalui salib suci-Nya, sehingga dalam doa devosi jalan salib, kita pun boleh berseru kepada Tuhan Yesus: “Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu, sebab oleh salib suci-Mu Engkau telah menebus dosa dunia”.

Akan tetapi walaupun jembatan penghubung itu sudah ada, toh kita tidak bisa secara otomatis melewatinya.  Kita perlu diterima secara resmi ke dalam komunitas hidup baru melalui sakramen pembaptisan. Untuk itu Petrus dalam kotbahnya di depan banyak orang menegaskan: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (Kis 2:38).

Komunitas kristiani adalah komunitas yang terbentuk oleh keyakinan yang sama akan Allah melalui Yesus Kristus. Ini adalah sebuah mazhab baru yang dimulai oleh para rasul karena pewartaan mereka pada hari Pentakosta dan seterusnya. Semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya, terdaftar menjadi anggotanya melalui jalan pertobatan dan pembaptisan. Persekutuan baru ini disebut anggota Gereja Yesus Kristus, katolik, kudus dan apostolik. Dengan status yang baru ini, anggota komunitas ini diangkat menjadi anak Allah dan ahli waris Kerajaan Allah. Karena status ini maka anggota Gereja Kristus ini boleh menyapa Allah sebagai Bapa, bukan Bapa angkat melainkan Abba, Bapa dalam arti yang sesungguhnya.

Aku pergi kepada “Bapa-Ku dan Bapamu” memiliki arti penuh ketika hidup kita diperbaharui dalam pertobatan dan pembaptisan, sebagaimana Maria Magdalena bertobat dari dosanya dan menjadi murid yang setia lalu mengikuti Yesus sampai ke Golgotha. Sebagai hadiahnya ia menjadi orang pertama yang menjumpai Yesus sesudah kebangkitan-Nya dan mendengar ucapan di atas: Aku pergi kepada Bapa-KU dan Bapamu, Allah-KU dan Allahmu…!

Senin, Maret 28, 2016

KEBERANIAN MENJADI SAKSI…!

Ada banyak perkara di dunia ini, meskipun benar, namun didiamkan begitu saja karena orang enggan menjadi saksi atas apa yang mereka tahu dan lihat. Alasannya bisa bermacam-macam, enggan karena takut repot, tidak ingin terlibat dengan urusan orang lain, atau takut pada aparat yang seringkali menyusahkan, rugi waktu dan tenaga, takut akan adanya ancaman-ancaman dsb.

Setelah Yesus ditangkap dan dihukum mati, sesungguhnya para murid sudah punya rencana untuk kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing, seperti halnya dua murid dari Emaus; keduanya pulang ke rumah dengan banyak kekecewaan. Namun sesudah menyaksikan Yesus yang bangkit, hati mereka yang lesu dan kecewa itu mendadak sembuh. Mereka pun berkumpul bersama lagi dan tenggelam dalam syering tentang pengalaman perjumpaan dengan Yesus sesudah kebangkitan-Nya. Pengalaman itu menarik dan membuat hati mereka berkobar-kobar untuk menceritakannya lagi kepada orang lain.

Dalam perjumpaan yang diceritakan Injil hari ini, Yesus berpesan: “Jangan takut, katakan kepada saudara-saudaraku, supaya mereka pergi ke Galilea dan di sana mereka akan melihat Aku”! Mereka semua harus ke Galilea, ke tempat yang aman dari intaian para pemuka Yahudi, yang mungkin akan menangkap murid-murid sebab para serdadu sudah disogok untuk menceritakan kepada orang Yahudi lainnya bahwa jenasah Yesus dicuri para murid-Nya. Setelah mereka kembali ke Galilea, perjumpaan demi perjumpaan terjadi setiap hari sampai Yesus naik ke surga (bdk Mat 28:8-15).

Pengalaman perjumpaan dengan Yesus sesudah kebangkitan ini, dalam hidup rohani disebut pengalaman akan Allah yang hidup, yang menyentuh hati sanubari mereka. Pengalaman seperti ini sulit untuk tidak diceritakan apalagi kalau hal itu sangat menyentuh iman dan perasaan mereka yang terdalam. Misalnya hati rasul Thomas tersentuh di saat ia bertobat dari keraguannya, hati Petrus tersentuh ketika Yesus menyembuhkan batinnya yang terluka karena dosa penyangkalan. Pengalaman akan Yesus yang bangkit dikuatkan lagi dengan peristiwa Pentakosta yaitu Roh Kudus turun atas para murid, yang mengurapi mereka dengan karunia keberanian untuk menjadi saksi. Sejak saat itulah para murid dengan berani menjadi saksi yang mewartakan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

Keberanian para rasul menjadi saksi Yesus Kristus telah menghancurkan penipuan para pemuka agama Yahudi, sebab Petrus dengan fasih dan runtut menceritakan pengalaman mereka akan perjumpaan itu sekaligus menjelaskan isi Kitab Suci Perjanjian Lama kepada para pendengarnya. Petrus menegaskan bahwa raja Daud juga telah bernubuat tentang kebangkitan itu. “Saudara-saudara, aku boleh berkata-kata dengan terus terang kepadamu tentang Daud, bapa bangsa kita. Ia telah mati dan dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai hari ini. Tetapi ia adalah seorang nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah berjanji kepadanya dengan mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud sendiri di atas takhtanya. Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan. Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi” (Kis 2:29-32).

Meskipun situasi antara wafat-Nya Yesus Kristus dan kebangkitan-Nya hingga turunnya Roh Kudus atas para murid masih panas-panasnya, namun para murid tidak gentar sedikitpun untuk mewartakan kebenaran ini. Walaupun cerita kematian dan kebangkitan Yesus Kristus masih menjadi sebuah topik besar yang mengganggu stabilitas politik di Yerusalem, tetapi para murid tidak menghiraukannya. Sekali menjadi saksi tetap menjadi saksi. Mereka tidak takut sedikit pun terhadap semua bentuk ancaman manusia, sebab mereka tahu mereka benar dan  kebenaran harus diwartakan, bukannya didiamkan! Keberanian untuk menjadi saksi Yesus Kristus tidak lahir dengan sendirinya tetapi terjadi atas dasar pengalaman perjumpaan dengan Tuhan yang diteguhkan oleh kuasa Roh Kudus.

Minggu, Maret 27, 2016

CHRISTUS VINCIT, CHRISTUS REGNAT, CHRISTUS IMPERAT…!

(Minggu Paska)

Salah satu lagu favorit yang selalu dinyanyikan pada pesta Paska, sebelum Konsili Vatikan II hingga tahun 1970-an, adalah lagu berjudul “Christus vincit, Christus regnat, Christus imperat” yang berarti: Kristus bangkit, Kristus meraja dan Kristus membebaskan! Setiap kali menyanyikan lagu ini, kita teringat akan pernyataan St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus: “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1 Kor 15:17). Dalam hal ini St. Paulus benar. Mengapa…?

  1. Jika Kristus tetap dalam kubur-Nya, semua cerita tentang Dia tidak pernah akan ditulis sebagai kabar gembira, sebab semua rasul-Nya akan kembali ke rumahnya masing-masing dan tokoh Yesus hanya dikenang secara pribadi oleh mereka sendiri. Dengan demikian Yesus tidak akan pernah diwartakan sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Janji Tuhan tentang keselamatan belum terpenuhi. Para rasul merasa kalah dan bersalah karena telah salah mengikuti seseorang yang tidak jelas tujuan kehadiran-Nya ke dunia ini.
  2. Jika Yesus tidak bangkit maka para imam, orang Farisi, ahli Taurat tetap merasa benar dan menang sebab telah menghukum mati seorang pemberontak yang pernah menamakan diri-Nya sebagai orang yang datang dari Allah.
  3. Kalau Yesus tidak bangkit maka Gereja Kristus tidak pernah ada sebab Roh Kudus tidak akan pernah turun atas para rasul dan semua janji Yesus atas mereka tidak akan pernah terpenuhi. Dengan demikian kita semua tetap dalam kegelapan dosa, sebab tak pernah ada penebus, meskipun Yesus sudah wafat di salib.


Namun syukur kepada Allah bahwa Yesus bangkit. Ia memang benar-benar bangkit. Kubur kosong yang disaksikan oleh para murid-Nya merupakan satu sejarah bahwa Dia bangkit. Pengalaman akan kebangkitan-Nya ini membuat rasul-rasul yang tadinya telah kehilangan harapannya seolah-olah tersulut kembali semangatnya untuk bercerita dan bersaksi bahwa Yesus yang sudah dibunuh itu, tidak mati karena Ia sudah bangkit kembali seperti yang telah dikatakan-Nya. Cerita tentang kebangkitan-Nya menjadi heboh dan membuat para musuh-Nya harus mengarang sebuah cerita abal-abal bahwa jenasahnya dicuri para murid-Nya. Saksi kebangkitan-Nya yang pertama adalah Maria Magdalena, rasul Yohanes dan Petrus disusul para rasul yang lain yang sedang ketakutan bersembunyi dalam satu rumah di Yerusalem. Cerita penampakan Yesus sesudah kebangkitan-Nya bukan hanya terjadi sekali tetapi berulang-ulang selama 40 hari sebelum kenaikan-Nya ke surga.

Cerita dan kesaksian tentang kebangkitan Yesus menjadi seperti bom yang meledak pada hari Pentakosta di saat para rasul menerima kuasa Roh Kudus dan karunia-karunia Allah terutama karunia keberanian, hikmat, kebijaksanaan, takut akan Allah, iman dan mujizat. Sebab pada waktu itu secara serentak mereka semua mengakui imannya akan Kristus: Yesus itu Tuhan dan Juru Selamat. Kisah para rasul telah menulis semua isi kesaksian mereka disusul empat injil yang diakui Gereja syah dan benar, yakni: Markus, Matius, Lukas dan Yohanes. Melalui pewartaan mereka dari waktu ke waktu dan seterusnya melalui semua orang percaya, nama Yesus menjadi topik utama dalam doa dan pewartaan Gereja. Semua cerita itu didukung juga oleh kesaksian hidup para kudus, para martir, bapa-bapa Gereja, dst. Nama Yesus meraja ke seluruh dunia.

Yesus meraja bukan hanya oleh nama-Nya, tetapi benar-benar telah diangkat menjadi Raja segala raja dan Raja atas segala bangsa oleh Allah, Bapa-Nya. Kuasa itu diterima-Nya ketika Ia telah menyelesaikan tugas penebusan di dunia dan naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang mahakuasa. Tongkat Kerajaan Allah diserahkan kepada-Nya. Dari surga Ia memimpin seluruh umat manusia dengan kuasa Roh Kudus. Roh Kudus itulah yang menggerakkan hati dan pikiran manusia untuk mengenal dan mencintai kebenaran, keadilan, perdamaian dalam semangat kejujuran.

Yesus membebaskan. Pengakuan iman para rasul, Yesus diwartakan sebagai Tuhan dan Juru Selamat, telah menebus dosa kita melalui wafat-Nya di salib dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Ia adalah Mesias yang dijanjikan kepada bangsa Israel dalam Perjanjian Lama. Yesus itu tokoh yang membawa terang ke dunia, yang membebaskan kita dari kuasa kegelapan, dosa dan kematian, dari ketakutan akan kuasa-kuasa dunia ini, dari kebodohan, dari percaya sia-sia, dari kemiskinan dan kepicikan berpikir dan yang membebaskan kita dari sakit dan pelbagai penderitaan, yang mendorong kita untuk berjuang melawan penjajahan, penindasan, dan perampasan atas hak-hak dasar manusia dan juga yang mendorong kita untuk hidup sebagai saudara terhadap satu sama lain, saling menghargai dan mengasihi dengan tolong menolong dalam suka dan duka, dst.

Oleh pewartaan tentang wafat dan kebangkitan-Nya, kita semua percaya bahwa Yesus bukan wafat dan bangkit untuk memuliakan diri-Nya sendiri tetapi untuk memuliakan nama Allah, Bapa-Nya dan Allah mengangkat Dia menjadi Raja, sebab Dialah yang membebaskan kita dari dosa, derita dan maut dan kita pun selalu hidup dalam kemenangan.

SELAMAT PESTA PASKA DAN HIDUPLAH DALAM KEMENANGAN BERSAMA-NYA…!

Sabtu, Maret 26, 2016

TERANGNYA SENANTIASA BERSINAR SEPANJANG MASA…!

(Sabtu Suci)

Saking iri, marah, benci dan dendamnya orang Farisi, ahli Taurat, para imam dan para tokoh lainnya di kalangan orang Yahudi, hukuman mati untuk Yesus tak terhindarkan. Meski kedapatan tak bersalah sedikit pun melalui pengadilan Pilatus, mereka tetap ngotot “Yesus harus dihukum mati, sebab Dia menghujat Allah”. Barabas si penjahat itu dibebaskan. Mereka semakin merasa puas ketika ada keputusan bahwa Yesus disalibkan di Golgotha, sebab dengan begitu Dia disamakan dengan para penjahat kelas berat. Mereka ingin nama-Nya dilenyapkan dari pembicaraan masyarakat atau juga dari para pengikut-Nya supaya tak ada orang lagi atau nabi yang selalu membuat mereka tak berdaya ketika berdebat. Dendam kesumat para tokoh agama dan masyarakat Yahudi terpenuhi. Mereka senang bukan kepalang. Hal ini sengaja dibuat supaya menunjukkan kepada masyarakat Yahudi yang lain, bahwa tak ada kuasa lain yang berani melawan mereka.

Akan tetapi sayangnya, kegembiraan para pemuka agama Yahudi ini tidak berlangsung lama, karena keesokan harinya sudah terdengar berita yang mengejutkan bahwa Yesus yang mereka bunuh sudah bangkit lagi. Cerita dari saksi-saksi mata tersiar dengan cepat di antara para pengikut-Nya. Mereka coba membendung cerita kebangkitan itu dengan membuat cerita kamuflase “jenasah-Nya dicuri para murid ketika para serdadu sedang tidur”. Cerita akal-akalan ini sesungguhnya membuat para serdadu harus malu karena dengan cerita “sedang tidur” berarti mereka dicap tidak menjalankan tugas dengan baik, tetapi karena uang sogok, mereka setuju saja, biar harga diri dipermalukan.

Upacara lilin Paska malam ini melambangkan kebangkitan Kristus dari alam maut. Ia dilambangkan dengan cahaya, karena kebangkitan-Nya telah bersinar menjadi cahaya yang terang benderang menyinari dunia oleh pewartaan para rasul. Sinarnya menembus ke mana-mana ke seluruh dunia, merasuki jiwa raga setiap orang yang mendengar cerita tentang kebangkitan itu, apalagi kuasa Roh Kudus ikut membantu, maka terciptalah sebuah mazhab baru, orang-orang kristen yang bersatu dalam iman akan Kristus. Mazhab ini sedemikian berkembang tanpa bisa dibendung oleh kuasa mana pun. Contoh:  kejayaan kekafiran Romawi takhluk di bawah kekristenan. Roma justru menjadi pusat Gereja Kristus, gereja yang kokoh perkasa di atas wadas, bernama Petrus. Dari situlah para pengganti Petrus terus menerus hidup dan mewartakan Tuhan yang bangkit kepada segenap umat kristiani di seluruh dunia. Walaupun pernah mengalami masa kegelapan tetapi kegelapan itu tidak berhasil menghancurkan batu wadas itu, sebab Yesus Kristus sudah bernubuat: kuasa neraka tak akan dapat mengalahkannya…!

Kristus bangkit, sinar kehidupan dan karya-Nya akan senantiasa menerangi dunia hingga selamanya. Kabar gembira kebangkitan-Nya telah hidup di dalam diri para pengikut-Nya sejak zaman para rasul sampai dengan zaman ini dan akan terus menerus bersinar selama-lamanya. Cahaya itu tak akan pernah pudar lagi karena Ia sudah hidup dan berakar dalam diri setiap insan yang percaya kepada-Nya. Santu Paulus bersaksi kepada jemaat Roma: “Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia” (Rom 6:9).

Santu Lukas menulis dalam Injilnya tentang kesaksian malaikat yang datang menggulingkan pintu kubur. “Sementara mereka berdiri termangu-mangu karena hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian yang berkilau-kilauan. Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi kedua orang itu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? (Luk 24:4-5).

Kesaksian-kesaksian ini mau meyakinkan kita bahwa Yesus itu  Tuhan dan Dia sudah bangkit. Kebencian, iri, dendam, marah pun maut yang diperlihatkan orang Yahudi terhadap Putera Manusia itu tak dapat membendung kebangkitan-Nya, demikian pun kuasa manusia lain di dunia ini tidak akan dapat mematikan cahaya-Nya yang telah disebarkan para pengikut-Nya. Cahaya itu telah bersinar dan akan bersinar terus hingga selama-lamanya.

Jumat, Maret 25, 2016

PADA SALIB ITU CINTANYA MENJADI SEMPURNA…!

Dua sejoli sedang mabuk dalam cinta. Setiap hari dalam perjumpaannya baik di tempat umum maupun di tempat yang tersembunyi, keduanya dapat saling memandang tanpa berkedip lalu berkata: “Aku cinta padamu sayang hingga dunia kiamat”. Ungkapan itu mengalir balas berbalas, seperti pantun dan syair, dari hari ke hari serta berjanji sampai keduanya naik ke pelaminan. Namun ketika gelombang pencobaan mendera mereka oleh harta dan daya tarik yang lain, dunia cinta mereka terkadang menjadi kiamat sebelum waktunya. Tentu tidak semuanya demikian. Mungkin ada satu di antara lima atau satu di antara sepuluh!

Memang, seindah-indahnya kata dan bahasa cinta yang diungkapkan manusia terhadap sesamanya, tidak akan pernah melampaui kata dan bahasa cinta yang diungkapkan Yesus bagi Bapa-Nya dan umat-Nya. Sebab Yesus bukan saja pandai berkata dan berbahasa cinta melainkan telah menjadi cinta itu sendiri dalam tindakan-Nya dan tindakan cinta ini telah menjadi simbol cinta abadi bagi segenap umat manusia. Dalam penyerahan diri hingga wafat-Nya di kayu salib, hidup dan karya-Nya menjadi cinta yang sempurna bagi keselamatan kita semua. Dunia terkagum pada cinta-Nya dan jutaan orang terpana pada cinta-Nya itu hingga rela mati untuk mempertahankan imannya akan Sang Raja Cinta ini serta melepaskan segalanya untuk menjadi pengikut-Nya. Mereka berkata, cinta-Nya jauh lebih agung dan mulia dari cinta sesama manusia. Dan Ia sendiri berkata:”Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Hari ini kita memperingati peristiwa agung itu Ia memberikan nyawa-Nya bagi kita semua. Ia wafat di salib untuk menebus dosa kita. Dengan wafat-Nya, Ia menjadi kurban pendamaian sempurna melampaui semua kurban binatang dalam perjanjian lama. Dalam nubuatnya tentang Sang Raja Cinta ini, nabi Yesaya mengatakan: “Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan. Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia -- begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi --demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami” (Yes 52:13-15).

Peristiwa penyaliban Yesus adalah sebuah peristiwa besar dan sungguh tak masuk akal manusia, sebab  Dia dihukum tanpa salah sedikitpun, namun hal itulah yang membuat banyak bangsa tercengang dan para raja tak sanggup membuka mulut untuk mengagumi-Nya.  Karena itu penulis Kitab Ibrani dalam bacaan kedua hari ini mengajak kita dengan bersaksi: “Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibr 4:14-16).

Jalan salib Yesus menuju Golgotha sungguh suatu perjalanan yang amat berat dan tak satu pun dari antara manusia biasa bisa mencapai kekuatan seperti, selain Dia yang berasal dari Allah. Siksaan yang mereka lakukan atas Dia sungguh tak berperikemanusiaan. Jika melihat tempat siksaan-Nya, Dia seharusnya sudah mati saat dirajam para serdadu di ruang sempit bawah tanah. Tetapi karena Dia harus ditinggikan di salib maka Allah memberi kekuatan luar biasa pada-Nya untuk bertahan. Dia harus memikul sendiri salib-Nya menuju Golgotha. Di tempat itu Dia terhitung sebagai salah seorang dari para penjahat, namun dari kehinaan itu Allah meninggikan Dia dan semua orang yang memandang Dia pun mengagumi-Nya. Di tempat inilah Dia mengungkapkan cinta-Nya secara sempurna untuk kita semua. Cinta itu tak akan pernah tertandingi oleh manusia biasa mana pun di dunia ini, sehebat apapun mereka, dan oleh korban mana pun.

Oleh kurban cinta yang sempurna ini, Ia telah mengakhiri segala kurban yang tidak sempurna dari tata cara dan ritus-ritus dari Hukum Lama, maka dalam segala hal, sejak saat itu secara insani dan nyata kita hanya boleh dibimbing oleh Hukum Kristus dalam Gereja-Nya dan yang telah dinyatakan syah oleh para abdi-Nya. Tetapi apabila seseorang masih berpegang teguh pada tata cara dan ritus-ritus Hukum Lama, dia akan berjalan sia-sia (bdk. St. Yohanes Salib, Mendaki Gunung Karmel, hal.196). Yesus sendiri telah mengingatkan kita dengan bersabda: “hanya melalui Aku orang dapat sampai kepada Bapa” (Yoh 14:6).

Cinta yang sejati datang dari Allah, dipersembahkan untuk Allah dan sesama. Cinta itu harus terjadi dengan pengorbanan tanpa batas, bukan asal-asal, bukan juga basa basi, tidak juga dengan sikap suam-suam kuku, tetapi hendaknya lahir dari hati yang hanya terarah kepada Sang Cinta itu sendiri, seperti halnya kalau hati kita terarah dalam cinta kepada seseorang yang kita cintai. Dalam hukum cinta kasih Tuhan bersabda: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”.......dan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:37.39).

Melalui jalan salib hingga ke Golgotha, wujud cinta Yesus bagi Allah dan bagi umat manusia tak akan pernah diragukan lagi oleh orang-orang yang percaya. Ia telah melakukan segalanya bagi Allah dalam ketaatan sempurna dan melakukannya bagi manusia tanpa batas suku, bangsa, bahasa dan agama. Di salib itu Ia telah menyatakan kepada kita: “Ya Abba, ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Bila Anda dan saya harus memikul salib berat demi tercapainya suatu tujuan yang mulia dan baik, Anda dan saya telah mengambil bagian dalam kesempurnaan kurban Yesus Kristus untuk menyelamatkan dunia dari dosa dan untuk memuliakan nama Tuhan…!

Kamis, Maret 24, 2016

RAHMAT TAK BERHINGGA DARI EKARISTI DAN IMAMAT…!

Seorang imam tua, asal Belanda, ditempatkan di sebuah paroki paling udik dalam keuskupannya. Usianya mendekati 80 tahun, tetapi ia masih giat bekerja melayani umat di beberapa stasi di sekitarnya, sebagai pastor Kaplan. Ketika ia masih muda, parokinya meliputi beberapa kecamatan dengan jumlah stasi lebih dari 100. Walau demikian luas ia melayani semua stasi dengan tekun, setia dan tabah dengan mengendarai kuda. Ia mengunjungi stasi-stasi itu secara teratur dan menginap sekurang-kurangnya dua malam di setiap stasi. Pada saat ia ber-asistensi dari stasi ke stasi, ia melayani semua sakramen yang dibutuhkan umatnya yaitu: pengakuan dosa, ekaristi, baptis dan pernikahan, kadang-kadang juga perminyakan kudus untuk mereka yang sakit. Selain itu sesekali ia juga masuk ke kelas di stasi-stasi yang memiliki sekolah dasar untuk berkatakese dan mengajar agama, biar cuma 40 menit.  Malam hari ia mengunjungi kampung-kampung untuk berkatakese atau mengajar agama termasuk tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan serta pertanian. Prioritas pastoralnya adalah: pelayanan sakramen, pengajaran agama, kesehatan dan pertanian. Ia melakukan semua itu dengan penuh sukacita.

Pada usia tuanya setelah menjalani hidup imamat 50 tahun dalam syeringnya kepada imam-imam muda ia berkata: “Saya bersyukur atas rahmat dari sakramen yang saya terima mulai dari baptis, pengakuan dosa, ekaristi, krisma dan kemudian imamat. Berkat sakramen-sakramen ini, saya sungguh menjadi katolik. Ketika saya berdosa saya boleh menerima pengampunan, ketika saya merasa lapar dan haus akan rahmat surgawi saya bisa menerima santapan dari surga, dan teristimewa dengan sakramen imamat saya sendiri diberi kuasa untuk merayakan semuanya bagi keselamatan seluruh umat Allah yang saya layani. Ketika saya merayakan ekaristi, saya bisa memberi makan begitu banyak orang dengan santapan dari surga. Dengan pelayanan itu saya sungguh merasa seperti Yesus yang berkeliling mengajar orang banyak sambil berbuat baik. Saya bahagia dengan imamat saya dan tidak pernah menyesal telah meninggalkan segala-galanya di tanah airku sendiri. Saya telah menjadi orang Indonesia dan semua orang mencintai, mendukung serta berdoa untuk karya-karya saya selama ini. Saya mau mati di sini”.

Sementara itu pada sisi lain, ada begitu banyak umat masa kini, khususnya di Asia ini, yang sangat membutuhkan pelayanan sakramen terutama ekaristi serta perminyakan kudus. Kebutuhan ini didorong oleh kesadaran iman akan pentingnya  sakramen-sakramen tersebut bagi pemeliharaan rohani umat Allah. Di mana-mana umat mencari imam-imam untuk melayani mereka dalam kebutuhan ini, hingga merasa kesal atau tidak nyaman bila tidak terlayani karena ketiadaan tenaga pastoral bersangkutan.

Dalam perayaan kudus hari ini bacaan pertama menyajikan cerita tentang penetapan perjamuan Paska Yahudi ketika hendak keluar dari negeri Mesir (Kel 12:1-8.11-14), bacaan kedua tentang kesaksian Paulus akan makna perjamuan kudus, yang ditetapkan Yesus menjadi sakramen ekaristi terimplisit imamat (1 Kor 11:23-26) dan Injil menyajikan cerita tentang pembasuhan kaki murid-murid sebagai contoh pelayanan tanpa pamrih bagi semua orang dalam semangat kerendahan hati (Yoh 13:1-15).

Semua bacaan yang tersaji dalam firman di atas mau menegaskan kepada kita bahwa apa yang terjadi dalam perjanjian lama semuanya terpenuhi secara sempurna kini dalam perjanjian baru. Kemerdekaan yang dialami orang Yahudi di negeri Mesir adalah kemerdekaan dari penjajahan dan ketidakadilan. Kemederkaan ini perlu diperingati secara turun temurun sebagai kenangan dan tanda syukur akan karya agung Tuhan yang telah membebaskan bangsa Israel dari penjajahan itu. Sebagai orang Yahudi Yesus merayakannya juga, tetapi dengan menambah makna baru dari perjamuan ini, yaitu dengan menetapkan peristiwa itu sebagai perayaan syukur atas karya penyelamatan Allah untuk menebus dosa manusia. Dengan kuasa Ilahi, Ia sendiri menetapkan bahwa roti dan anggur yang disediakan pada perjamuan akhir itu menjadi tubuh dan darah-Nya. Itu semua akan berubah oleh kata-kata konsekrasi yang diucapkan oleh para rasul serta pengganti mereka yang menerima tahbisan imamat suci. Karena kuasa imamat itulah maka di saat Paus, para Uskup dan imam-imam merayakan ekaristi, peringatan wafat dan kebangkitan Tuhan itu dirayakan kembali secara sakramental. Perayaan ini sifatnya sempurna seperti terjadi pada saat Yesus menderita, wafat dan bangkit dari antara orang mati.

Ditinjau dari pengertian dan ajaran ini maka imamat dan ekaristi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam diri seorang imam yang menerima tahbisan sakramen imamat. Dengan merayakan ekaristi seorang imam diberi kuasa untuk memelihara jiwa-jiwa kaum beriman dengan makanan surgawi, makanan dari Allah sendiri, yaitu tubuh dan darah Yesus, yang telah mengorbankan diri-Nya dengan wafat di salib tetapi yang kemudian bangkit lagi dari antara orang mati. “Tanpa imamat, tak ada ekaristi atau dengan kata lain ekaristi tak mungkin dirayakan tanpa imam”. Dengan demikian kita bersyukur kepada Tuhan yang telah memungkinkan semuanya ini terjadi oleh rancangan-Nya yang mulia. Imamat perjanjian baru adalah imamat Kristus yang ditugaskan untuk menghadirkan Kristus dalam kata dan tindakan-Nya. Di saat merayakan sakramen-sakramen, para imam sungguh bertindak seperti Kristus, maka imam disebut “alter Christus” – atau Kristus yang lain.

Imam tua di atas dapat meninggalkan segalanya karena Kristus hadir dalam diri-Nya. Ia berbahagia karena imamat yang ada di dalam dirinya telah dia hayati sebagaimana Kristus menghayatinya. Meskipun dia sering merasa ada kerapuhan yang menggerogoti hidupnya tetapi di dalam kerapuhan itu ia justru mengalami kekuatan Allah. Dalam seluruh aktivitas pelayanannya ia telah menghadirkan Kristus yang hidup, Kristus yang menguduskan umat Allah melalui sakramen pembaptisan; Kristus yang mengampuni dosa melalui pelayanan sakramen tobat;  Kristus yang memberi diri-Nya sebagai makanan surgawi untuk menghidupkan seluruh umat Allah melalui ekaristi; dan Kristus yang menguduskan perkawinan umat Allah dan Kristus menyembuhkan melalui sakramen minyak suci.

Imam Belanda yang tua itu sungguh merasa berbahagia karena hidupnya tidak pernah menjadi sia-sia, bahkan sebaliknya ia telah menjadi berkat bagi banyak orang yang dilayaninya selama hidup hingga akhirnya nanti. Semoga dalam perayaan suci malam ini kita boleh merasakan agung-Nya cinta Tuhan bagi Gereja kudus-Nya melalui ekaristi dan imamat yang dirayakan Paus, para Uskup dan para imam di seluruh dunia.

Rabu, Maret 23, 2016

AKU MAU MERAYAKAN PASKA DI RUMAHMU…!

Siapa yang tidak bergembira, jikalau rumahnya dipakai oleh seseorang yang sangat terhormat untuk mengadakan sebuah perjamuan besar, yaitu merayakan Pesta Paska. Tamu itu adalah Yesus sendiri bersama para murid-Nya. Bagi tuan rumah peristiwa ini tentu terasa amat luar biasa karena Yesus mengunjungi rumahnya, hendak mengadakan perjamuan Paska, kenangan syukur kemerdekaan bangsa Israel yang keluar dari tanah Mesir. Suatu perayaan yang bermakna: Allah datang dan lewat untuk menyelamatkan. Meski tidak  jelas rumah siapa yang dipakai Yesus untuk merayakan Paska itu, tetapi yang pasti tuan rumahnya senang, sebab ada tamu terhormat datang merayakan Paska di rumahnya (bdk Mat 26:14-25).

Menjelang karya puncak-Nya, Yesus mempersiapkan segala sesuatu dengan baik menurut rencana dan kehendak Bapa-Nya. Dia harus menyelesaikan tugas keselamatan bagi umat manusia bertepatan dengan hari raya Paska Yahudi, yang kini kita rayakan dalam Trihari Suci. Paska Yahudi adalah hari peringatan kemerdekaan. Paska yang dilakukan Yesus sendiri bersama para murid-Nya saat itu selain merayakan kemerdekaan, juga dilakukan sebagai kenangan akhir Yesus makan bersama para murid-Nya sekaligus mau menetapkan sakramen ekaristi dan imamat sekaligus, agar melalui dua sakramen ini hidup dan karya-Nya keselamatan-Nya dikenang sepanjang masa. Oleh wafat dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, yang dirayakan imam dalam ekaristi, Yesus merayakan kembali wafat dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati.

Kita tahu proses karya penebusan ini berjalan demikian ngeri, Yesus harus melewati jalan pengkhianatan oleh murid-Nya sendiri, Ia disangkal oleh rasul paling terkemuka, Ia didera dan dianiaya para serdadu, dihukum mati dengan cara tak adil oleh pemuka agama Yahudi, Ia memikul salib ke Golgotha, di sana Ia ditelanjangi, dipaku dan tergantung pada salib selama 3 jam lalu wafat. Hukuman yang mengerikan ini seolah-olah Dia termasuk penjahat kelas kakap. Tetapi sesungguhnya inilah jalan yang dipilih Allah untuk menebus umat-Nya. Inilah perjanjian baru, perjanjian yang mengatakan kepada kita semua: Allah mencintai umat-Nya tanpa batas. Makhota dari penderitaan dan wafat-Nya adalah kebangkitan-Nya dari alam maut. Luar biasa. Paska Yesus bukan saja menjadi perjamuan peringatan kemerdekaan orang Yahudi melainkan menjadi kemerdekaan semua orang yang percaya kepada-Nya. Paska menjadi milik siapa saja yang percaya kepada-Nya sepanjang masa.

Paska dan korban Yesus bukan dilakukan karena Ia adalah penjahat atau orang berdosa tetapi karena Ia mencintai manusia berdosa dan ingin menebus-Nya. Maka, dengan rela Ia memberi punggung-Nya untuk didera dan menyerahkan pipi-Nya kepada mereka yang mencabut janggut-Nya (Yes 50:6).
Melalui ekaristi, Paska Yesus dirayakan secara sederhana tetapi sempurna, karena Ia mempersembahkan diri-Nya sebagai korban keselamatan umat manusia. Pada saat perjamuan terakhir bersama murid-Nya Ia memeterai ekaristi sebagai Paska baru. Dalam ekaristi tidak ada lagi kurban darah binatang, yang ada hanyalah kurban salib, kurban-Nya sendiri yang telah dimeteraikan oleh-Nya pada perjamuan terakhir itu. Dalam ekaristi yang dirayakan kapan dan di mana saja, Yesus hadir kembali untuk merayakan korban Paska; Ia telah memberi perintah kepada para murid-Nya dengan berkata: “lakukan ini sebagai kenangan akan Daku”. Walau korban itu tampak sederhana, namun makna-Nya mulia, disebut sebagai kurban surgawi. Karenanya ekaristi menjadi pusat dari kehidupan umat beriman dan Gereja-Nya.

Dengan menghadiri ekaristi harian, mingguan dan hari raya atau hari lainnya, sesungguhnya Allah hadir dengan segala kepenuhan-Nya untuk merayakan Paska bersama kita dan ingin memberi kita makanan surgawi, yakni segala rahmat yang kita perlukan dalam perjalanan menunju tanah air surgawi. Saat ini Yesus mungkin mengatakan kepada kita juga, Aku ingin merayakan Paska di rumah-mu! Paska Yesus merupakan sebuah bentuk kehadiran istimewa diri-Nya dalam hidup kita yaitu bahwa “Yesus ingin berada bersamamu, dalam keluargamu dan ingin membebaskan hidupmu dari dosa, derita dan maut, agar kita boleh menikmati hidup bersama-Nya dalam perjalanan menuju ke rumah abadi”.

Selasa, Maret 22, 2016

SIAPA AKTOR BERMASALAH…?

Jika kita menonton drama atau film, kita biasanya senang bila menyaksikan para aktor utama (protagonis) yang memainkan peran sebagai pahlawan atau penyelamat yang membela kehidupan orang lain. Sebaliknya marah atau jengkel bila melihat para aktor antagonis yang memainkan peran sebagai pecundang atau penjahat, yang merugikan hidup aktor utama dan sesamanya yang baik.

Bacaan pertama hari ini Yesaya, dalam nubuatnya, merasa seolah-olah diminta Tuhan untuk memainkan peran sebagai aktor utama, pembawa terang bagi bangsa-bangsa. Ia  mengatakan: “Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yes 49:6). Nubuat ini sesungguhnya berbicara tentang Yesus, yang diutus bukan saja untuk menyelamatkan bangsa Israel (suku-suku Yakub) tetapi menyelamatkan segenap bangsa di bumi ini. Yesus adalah aktor utama yang bertindak selaku pembawa terang bagi seluruh bangsa manusia. Semua penulis Injil memberi kesaksian tentang peran utama itu. Semua berkesimpulan Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat umat manusia.

Akan tetapi aktor utama ini dalam karya-Nya berhadapan dengan aktor-aktor antagonis. Dalam Injil hari ini ada dua orang aktor antagonis yang membuat masalah :

Yang Pertama adalah Yudas, yang mengkianati Yesus. Tentang Yudas, Yesus mengatakan: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku. Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya." Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot (Yoh 13:21.26).

Yang Kedua adalah Petrus, yang akan menyangkal Yesus hingga 3 kali. Ketika Yesus berbicara tentang situasi yang bakal dihadapi-Nya, Petrus, dalam dialog yang bagus dengan gagah berani mengatakan: "Tuhan, ke manakah Engkau pergi?" Jawab Yesus: "Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!" Jawab Yesus: "Nyawamu akan kau berikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." (Yoh 13:36-38).

Yudas, sungguh-sungguh bermasalah, pecundang. Sejak menerima roti dari Yesus, setan menguasai hidupnya dan mulai saat itu ia berniat menjual gurunya. Kita tahu kemudian, hidupnya berakhir dengan tragis, Yudas tidak bertobat melainkan gantung diri. Sebaliknya Petrus, meskipun sempat menjadi pecundang, namun sesudah itu ia menyesali perbuatannya. Petrus bertobat dan hidupnya dipulihkan Yesus. Kemudian ia diangkat menjadi pemimpin atas para rasul dan Gereja pertama.

Dalam hidup ini manusia sering berperan pada dua sisi, baik sebagai pemain utama, protagonis, maupun sebagai pemain lawan, antagonis. Kita bisa menjadi penyelamat bagi sesama dan bisa juga menjadi pecundang yang merugikan orang lain. Kita memang sadar bahwa kita manusia lemah, rapuh dan mudah jatuh ke dalam dosa. Akan tetapi kita bersyukur karena Tuhan selalu memberi kita kesempatan untuk bertobat agar hidup kita bisa dipulihkan lalu kita diutus menjadi terang bagi bangsa-bangsa, seperti halnya rasul Petrus. Karena itu apapun masalahnya hidup ini, jika ada salah, jalan kita masih selalu terbuka. Tuhan selalu membuka pintu hati-Nya untuk memulihkan hidup kita. Darah-Nya telah dikorbankan di kayu salib, telah jatuh ke tanah guna memulihkan kita. Ia menunggu kita seperti menunggu anak-Nya yang hilang itu pulang…!

Senin, Maret 21, 2016

MENCIPTAKAN BETHANIA…!

Di tengah kerisauan hati jika mau menghadapi tugas berat, suasana hati kita semakin terasa tidak nyaman. Pada saat seperti itu sering kita terdorong untuk mencari penghiburan dengan menciptakan suasana gembira, misalnya dengan mengadakan rekreasi dan makan bersama, sambil berbasa basi dan bersenda gurau dalam cerita-cerita dan humor-humor yang menyenangkan. Dengan suasana ini hati yang risau pasti terobati walaupun tidak selamanya hilang.

Sebagai manusia, Yesus membutuhkan suasana kebersamaan seperti itu, sebab sedikit waktu lagi Ia akan menghadapi tugas yang amat berat dalam hidup-Nya. Tinggal seminggu lagi orang Yahudi merayakan Paska, dan Paska itu adalah yang terakhir bagi-Nya. Karena itu Ia coba menciptakan kebersamaan dengan para sahabat-Nya, yaitu murid-muridNya sendiri dengan Lazarus, Marta dan Maria. Kebetulan seminggu sebelumnya Ia membangkitkan Lazarus dari kematiannya. Ia ingin menengoknya sekali lagi guna memastikan perkembangan kesehatan yang dialami sahabat-Nya itu. Apakah Lazarus sungguh-sungguh sehat ataukah masih perlu perawatan lanjutan…?

Ketika tiba di rumah ketiga bersaudara ini tampaknya Lazarus sehat dan mereka pun sibuk dalam cerita-cerita. Pada saat istimewa itu saudari Lazarus yang bernama Maria mengambil minyak narwastu lalu mengurapi Yesus hingga seluruh ruangan diliputi keharuman wangi-wangian yang semerbak baunya. Suasana itu tentu terasa nyaman dan menyenangkan. Perbuatan Maria ini dinilai Yesus sebagai persiapan untuk kematian-Nya. Kehadiran Yesus di tengah ketiga bersaudara ini berhasil membuat Bethany menjadi tempat yang menyenangkan (Yoh 12:1-11). Atas dasar itulah saya boleh mengatakan mari MENCIPTAKAN BETHANIA.

Nabi Yesaya, tujuh abad sebelum kedatangan Yesus ke dunia sudah bernubuat bahwa “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya” (Yes 42:1-4). Nubuat ini mau menyatakan kepada kita bahwa Putera Manusia yang dipenuhi Roh Allah itu akan mengalami tugas berat, menjadi seperti buluh yang patah terkulai dan seperti sumbu yang pudar nyalanya, namun Ia tak akan patah atau tak akan pudar nyalanya. Sebab Ia datang atas nama diri-Nya sendiri melainkan atas perintah Bapa-Nya.

Yesus tahu akan semua yang akan terjadi atas diri-Nya, karena itu dalam banyak kesempatan sebelum ke Bethany itu Ia sendiri sudah seringkali mengatakan dengan terus terang bahwa Ia akan ditangkap, diadili dan dihukum mati di salib. Meskipun Ia menerima tugas ini dengan penuh penyerahan diri dan taat pada kehendak Allah, dengan menciptakan persaudaraan Bethany ini Yesus siap menerima tugas berat itu dengan suatu keyakinan bahwa Ia akan menyelesaikan tugas itu dengan sempurna dan Ia menang, dosa manusia akan ditebus dengan wafat dan kebangkitan-Nya.

Di tengah dunia yang penuh pencobaan dan godaan ini, banyak orang risau, galau, takut dan jika tak teratasi mereka tenggelam dalam keputusasaan. Yang dicari di tengah suasana seperti ini adalah hiburan-hiburan semu yang tidak membebaskan. Hari ini Yesus menunjukkan kepada kita satu jalan yang menyenangkan dalam mengatasi tantangan-tantangan hidup yakni menciptakan persaudaraan Bethania…! Di sana ada perjumpaan dengan Tuhan, ada cerita-cerita bersama-Nya, ada syering-syering iman tentang-Nya, ada doa dan dan ekaristi, ada urapan wewangian rahmat yang ditimbulkan olehnya, maka segala kerisauan hati pun lenyap dan pergi bersama berlalunya waktu…!

Minggu, Maret 20, 2016

PERARAKAN KEMENANGAN SANG RAJA…!

(Minggu Palma)


Dalam ajang pemilukada serentak yang telah berlangsung pada tengah tahun 2015 hingga hari Pemilu 9 Desember 2015 itu, kita telah melihat pelbagai macam atraksi kegiatan yang dilakukan para calon bupati dan gubernur bersama tim suksesnya untuk memenangkan pemilu pada hari pemilihan. Ada atraksi arak-arakan saat pendaftaran dan sesudah pendaftaran calon, ada arakan disertai slogan-slogan saat kampanye, baik waktu kampanye biasa maupun saat kampanye akbarnya. Setiap tim sukses dan para pendukungnya mengelu-elukan calonnya dengan berbagai slogan untuk meyakinkan masyarakat bahwa calonnya itu yang terhebat dari antara calon yang lain. Kita menyebut ajang ini sebagai pesta demokrasi, di mana rakyat berpesta, bereforia untuk memilih pemimpin yang tepat bagi daerah atau provinsinya.

Pesta demokrasi ini adalah kegiatan politik yang melibatkan seluruh rakyat untuk memilih pemimpin pemerintahan duniawi. Memang hal ini amat perlu dilakukan supaya terpilih seorang pemimpin yang bisa mengatur pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab dalam membangun daerah – provinsi sehingga seluruh rakyat boleh menikmati kemakmuran sebagaimana tertulis dalam cita-cita kita bersama yang termuat dalam dasar negara kita: Pancasila dan UUD ’45. Sesudah pelantikan para pemimpin yang terpilih ini kita tunggu apakah mereka akan mewujudkan visi misinya…?

Tuhan Yesus yang diarak orang banyak hari ini menuju kota Yerusalem bukanlah sebuah ajang pesta demokrasi, bukan juga sebuah eforia politik yang dilakukan partai-partai pendukungnya untuk memenangkan pemilukada melainkan sebuah arakan kemenangan Allah atas dosa dan derita yang dialami manusia, yang diperlihatkan Yesus kepada umat Israel. Ia memulainya dengan sebuah aksi kegembiraan disertai sorak sorai tetapi menuju kesengsaraan-Nya, agar kita  mengerti bahwa kemuliaan Yesus bukan hanya terletak pada kejayaan-Nya memasuki Yerusalem melainkan pada peristiwa kematian-Nya di kayu salib, guna menebus manusia dari dosanya. Salib Yesus adalah lambang kemenangan Allah atas dosa, penderitaan dan maut. Karena itu setiap orang yang percaya kepada-Nya dan mau berjalan bersama-Nya di jalan ini akan menjadi pemenang dalam perjuangan melawan dosa, penderitaan dan kematian.

Karena Yesus tahu tentang tujuan ini maka Ia tidak gentar sedikit pun meskipun Dia tahu akan ada perlawanan untuk menangkap-Nya dan mengadili-Nya dengan cara tak adil, atau Dia tahu bahwa akan menghadapi siksaan kejam tanpa perikemanusiaan, walaupun Dia tahu akan memikul salib berat menuju Golgotha dan di sana akan disalibkan, Ia tetap maju dalam sorak sorai rakyat yang sama-sama berseru: Hosana Putera Daud…!

Yesus tidak takut akan semuanya ini dan menurut nabi Yesaya dalam bacaan pertama: “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. Tetapi Tuhan ALLAH menolong aku” (Yes 50:4-7). Allah sendiri yang merencanakan dan menolong-Nya.

Yesus tahu semua ini adalah rencana Allah dan Ia harus taat kepada Allah yang mengutus-Nya, Ia tidak memberontak dan juga tidak mau berpaling ke belakang untuk melarikan diri, tetapi sebaliknya memberikan punggungnya untuk didera dan disiksa. Rencana Allah ini bukan rencana kejahatan tetapi rencana kemenangan. Rencana untuk memulihkan hubungan yang telah putus antara Allah yang mahakudus dan manusia yang berdosa. Sebelum semuanya ini terjadi, dalam pewartaan-Nya, Yesus telah memperkenalkan sikap Allah yang penuh belaskasih kepada semua orang. Maka arakan kemenangan ini adalah arakan kemenangan kita, sebab Tuhan berpihak kepada kita dan menyelamatkan kita. Kata St. Paulus:“dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi” (Fil 2:8-10).

Dalam dunia politik dengan azas demokrasi di atas orang bereforia demi jabatan, nama besar, kekuasaan, harta dll karena itu orang bisa mengejarnya dengan menghalalkan segala cara, namun dalam dunia Yesus, eforia itu dilakukan demi kemuliaan nama Bapa-Nya dan demi keselamatan seluruh umat manusia. Ia merendahkan diri-Nya bukan demi jabatan, nama besar serta kehormatan, kuasa atau pun harta melainkan demi keselamatan manusia seutuhnya. Itulah kemenangan-Nya bagi kita hari ini. Maka kalau kita tahu bahwa penderitaan kita akan menuju sebuah kemenangan iman agar bisa diselamatkan dari dosa,  Allah pasti menolong kita. Di balik ketidakberdayaan kita, akan ada kuasa yang memberdayakannya, yakni kuasa dari Yang Mahakuasa…!

Sabtu, Maret 19, 2016

KETULUSAN YOSEF ADALAH KEBAHAGIAAN MARIA…!

(Pesta St. Yosef)


Panggilan Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan bagi manusia terjadi dengan pelbagai cara. Abraham didatangi Allah sendiri dan mengajak dia pindah dari kampungnya menuju tanah terjanji, tanah yang subur dan kaya dengan janji-janji yang hebat dan luar biasa. Abraham percaya dan pergi, lalu setibanya di sana semua janji itu terpenuhi. Abraham dipuji sebagai bapa bangsa yang beriman teguh. Maria didatangi malaikat Gabriel yang menyampaikan pesan surgawi bahwa ia dipilih menjadi Bunda Yesus melalui peran Roh Kudus. Maria menerima pilihan itu dalam iman dan ia pun mengandung Yesus, Sang Juru Selamat. Panggilan Yosef terjadi dalam mimpi, ia diminta kesediaannya oleh seorang malaikat agar menerima Maria sebagai istrinya di saat ia masih berencana memutuskan tali pertunanganan karena dia sudah tahu bahwa Maria mengandung. Yosef mengimani pesan itu dan menjadi suami Maria. Kesiapan Yosef menerima Maria adalah sebuah ketulusan iman Yosef yang percaya dan taat Allah. Ketulusan itu membuat Maria berbahagia, sebab dengan itu Maria bebas dari tuduhan masyarakat banyak bahwa ia mempunyai anak tanpa suami. Jika tidak demikian ia bisa dirajam dengan batu menurut hukum Musa (bdk. Mat 1:16.18-21.24a).

Abraham, Maria dan Yosef yang kita sebut namanya di atas telah direncanakan Tuhan untuk mengambil bagian dalam rencana penebusan manusia. Abraham dipanggil menjadi cikal bakal bangsa yang baru, bangsa yang terberkati, bangsa terpilih. Abraham melahirkan Ishak dan kemudian bangsa ini menamakan dirinya bangsa Israel, bangsa yang hidup dalam iman akan Allah yang esa dan mahakuasa. 2000 tahun kemudian dari keturunan Abraham yang terberkati ini lahirlah Maria, orang Nasareth. Ia dipertemukan dengan Yosef, keturunan Daud. Pengalaman perjumpaan ketiga tokoh iman ini dengan Allah, tampaknya sederhana atau biasa saja, tetapi peran mereka masing-masing menghasilkan sesuatu yang luar biasa – penebusan bagi umat manusia.

Dalam hubungan dengan pesta hari ini, Gereja memilih bacaan pertama tentang janji Allah kepada Daud. Janji itu berisi mengenai rencana Allah untuk mengokohkan takhta kerajaan Daud selama-lamanya, melalui keturunannya termasuk Yesus Kristus (2 Sam 7:4-5a.12-14a.16). Alur rencana Allah dalam diri Abraham, Ishak, Yakub, dst hingga Maria dan Yosef bukan suatu kebetulan, tetapi tanda kesetiaan Allah terhadap bangsa pilihan-Nya dan umat manusia. Keunggulan tokoh-tokoh ini dipakai Tuhan untuk mewujudkan rencana-rencana-Nya. Mereka telah mengimani panggilan Tuhan dan melalui mereka terwujudlah keselamatan.

Setiap orang yang percaya dapat dipakai Tuhan untuk mewujudkan rencana keselamatan-Nya atas dunia ini. Panggilan itu bukan bergantung kepada layak tidaknya kita di hadapan Tuhan, tetapi itu terjadi semata-mata atas kehendak dan rencana Tuhan sendiri, panggilan bisa datang pada orang baik pun bisa terjadi pada orang berdosa. Yang pasti semua panggilan Tuhan atas diri kita bertujuan untuk menyelamatkan kita sendiri dan sesama manusia di dalam dunia ini. Jika ketulusan Yosef telah membahagiakan Maria dan menyelamatkan manusia, maka ketulusan jawaban kita atas panggilan akan menyenangkan Tuhan sendiri dan membahagiakan sesama yang ada di sekitar kita. Tuhan bukan hanya memerlukan Abraham, Maria dan Yosef. Pada zaman ini Tuhan memerlukan kita…!

Adhitz Ads