Sejauh
yang saya tahu dari cerita riwayat para kudus, ada dua orang kudus yang
mendapat luka-luka Yesus dalam hidupnya yaitu St. Fransiskus Asisi dan St.
Padre Pio. Di zaman ini ada seorang frater asal Italia bernama Fra Elia juga
memiliki gejala-gejala stigmata itu. Fra Elia
pernah datang ke Indonesia dan juga mengunjungi keuskupan kami. Saya juga ikut
melihat luka-luka stigmata itu pada tangan, kaki, kepala dan lambung, kepala
dan tubuh Fra Elia. Luka-luka itu harum seperti bunga mawar, sebuah ciri khas
yang terjadi pada setiap luka stigmata lainnya. Ketika melihat itu saya hanya
bersyukur dalam hati bahwa Tuhan tetap menunjukkan kasih-Nya kepada manusia
dari zaman ke zaman.
Stigmata adalah tanda luka-luka Yesus yang tersalib, yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang. Termasuk dalam tanda sengsara ini adalah luka-luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka di kepala akibat mahkota duri, dan luka bilur-bilur penderaan di sekujur tubuh, teristimewa di punggung. Seorang stigmatis, yaitu orang yang menderita akibat stigmata, dapat memiliki satu, atau beberapa, atau bahkan semua tanda sengsara itu. Stigmata dapat kelihatan, dapat pula tidak kelihatan; dapat permanen, dapat pula sementara waktu saja. Stigmata diberikan kepada seseorang bukan untuk menyatakan kehebatan atau kesalehannya orang bersangkutan di hadapan orang lain. Hal itu diberikan karena kebaikan Allah semata untuk menyatakan kehadiran dan kasih-Nya yang selalu menyertai umat manusia.
Ketika Yesus menampakkan diri di hadapan para murid-Nya, para murid itu heran, bercampur rasa takut sehigga agak ragu-ragu dan berpikir bahwa yang menampakkan diri itu hantu. Guna meyakinkan murid-murid-Nya itu Yesus bersabda: "Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu. Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku." Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. (Luk 24: 38-40).
Walau Yesus sudah bangkit dari antara orang mati, namun luka-luka bekas paku dan tombak yang menembus tangan, kaki dan lambungnya ketika Ia disalibkan masih terlihat jelas. Yesus memperlihatkan semua luka pada tangan dan kaki-Nya kepada mereka guna menghilangkan keragu-raguan para murid-Nya yang berpikir bahwa mereka melihat hantu. Kehadiran Yesus setelah bangkit dalam alam maut berbeda dengan kehadiran-Nya sebelum wafat dan bangkit. Kehadiran-Nya sesudah bangkit melampaui waktu dan ruang, menjadi tak terbatas, bisa berada di segala tempat dalam waktu yang sama, namun kehadiran-Nya tetap saja sempurna. Keadaan seperti ini terjadi sejak kebangkitan-Nya dan tetap saja berlaku hingga sekarang dan selamanya. Penulis Kitab Ibrani mengakui kebenaran ini dan bersaksi: "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya" (Ibr 13:8).
Apakah pada zaman ini kita membutuhkan penampakan Yesus seperti yang terjadi terhadap para murid-Nya…? Pada saat membaca renungan ini saya yakin Anda adalah seorang yang percaya kepada Yesus Kristus, bukan karena melihat tanda tetapi karena mendengar pewartaan itu melalui Gereja (orang tua, guru, para imam, biarawan/ti, atau orang lain) dan melalui bacaan-bacaan suci, dll. Tetapi andaikan saja sekali waktu Tuhan ingin menampakkan diri kepada seseorang di zaman ini karena suatu tujuan-Nya yang khusus, maka berbahagialah dia atau mereka.
Petrus dapat melakukan mujizat, membuat orang lumpuh berjalan, bukan karena kehebatannya tetapi karena Allah ingin menunjukkan kehadiran-Nya di dalam permulaan karya para rasul itu, bahwa Yesus hidup. Petrus menegaskan dalam pewartaannya di dalam kenisah: "Karena kepercayaan dalam Nama Yesus, maka Nama itu telah menguatkan orang yang kamu lihat dan kamu kenal ini; dan kepercayaan itu telah memberi kesembuhan kepada orang ini di depan kamu semua… Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan" (Kis 3:16.19). Tujuan adanya mujizat dalam pewartaan para rasul agar umat Israel bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
Kita semua dipanggil untuk mewartakan nama Tuhan kepada siapa saja karena kita percaya kepada-Nya, melalui kesaksian hidup kita yang baik dan berkenan kepada sesama. Orang Latin bilang: "Verba docent, exempla trahunt" yang berarti kata-kata itu mengajar, keteladanan itu menarik/menyentuh hati…! Memperlihatkan tangan Tuhan dalam sikap menolong dan berbagi adalah wujud nyata dari iman akan Yesus Kristus yang telah rela wafat dan bangkit untuk menyelamatkan kita…!
“The Word of GOD” is A Lamp for My Feet, and A Light for My Path…… 。
Kamis, Maret 31, 2016
Rabu, Maret 30, 2016
PERJUMPAAN ITU MENYEMBUHKAN…!
Ada banyak orang kudus yang memberi
kesaksian tentang apa yang terjadi selama perayaan ekaristi berlangsung. St.
Catalina antara lain menceritakan bahwa sejak awal ekaristi sampai pada
penutupnya, adegan jalan salib berjalan sempurna. Dalam perayaan ekaristi Yesus
Kristus hadir dalam bentuk tanda – simbol yang dipakai (meski tak dapat dilihat
mata), namun Ia hadir nyata untuk merayakan kurban salib-Nya demi keselamatan
semua yang hadir dan semua yang didoakan dalam kurban itu. Segala doa yang
diucapkan dalam ekaristi, sejak awal hingga akhir, bersama persembahan roti dan
anggur yang diunjukkan sungguh merupakan tindakan iman yang sempurna dari
Gereja beserta seluruh umat Allah yang hadir di dalamnya. Demi mengukuhkan kebenaran ini, St. Yohanes
Maria Vianney bersaksi: “Tidak ada kurban yang lebih tinggi dan mulia dari pada
kurban ekaristi, sebab di dalam ekaristi Tuhan Yesus yang wafat dan bangkit itu
hadir lagi mempersembahkan hidup-Nya bagi keselamatan kita. Karena itu
berbahagialah para imam yang telah dipilih untuk menjadi “Alter Christus”. Apa yang dilakukan para imam dalam
ekaristi, mereka bertindak atas nama Kristus.
Merujuk cerita dua murid Emaus hari
ini, mari kita lihat kembali kisah yang menarik ini. Dua murid itu berjalan
pulang dari Yerusalem ke Emaus kampung asalnya. Keduanya bertukar cerita dalam
nada kecewa atas segala sesuatu yang terjadi di Yerusalem dalam seminggu
terakhir. Mereka telah berharap Yesus akan jadi pemimpin baru atas bangsa
Israel karena memiliki kuasa yang besar dan kemampuan intelektual yang hebat.
Segala lawan yang mau berdebat dengan-Nya gugur tak berdaya. Namun tiba-tiba
Dia ditangkap, diadili dalam pengadilan Kayafas, Pilatus dan Herodes. Walau
semua tuduhan yang dikenakan pada-Nya tidak terbukti, tetap saja Ia dihukum
mati. Hukuman mati itu amat keji karena Dia dihukum lebih sadis dari semua
penjahat yang dihukum mati di Israel. Kedua murid itu berkesimpulan semua ini
sungguh tidak masuk akal.
Sementara berpikir demikian Yesus
datang. Kedua murid tidak mengenal-Nya lalu ketiganya berjalan bersama-sama.
Lalu Yesus bertanya kepada keduanya, apa saja yang mereka perbincangkan. Usai
menjawab semuanya, Yesus pun menjelaskan misi-Nya sendiri. Ketika hendak tiba
di gerbang kampung Emaus, kedua murid itu mengajak Yesus bermalam di rumah
mereka, sebab matahari sudah terbenam untuk melanjutkan perjalanan. Ketika
Yesus memecahkan roti dan hendak memberi kepada keduanya, terbukalah mata
mereka dan mereka mengenal Yesus, tetapi Yesus menghilang. Tanpa berpikir
panjang keduanya kembali ke Yerusalem dan memberikan kesaksian tentang
perjumpaan itu. Perjumpaan kedua murid Emaus dengan Yesus di saat pemecahan
roti itu adalah perjumpaan yang menyembuhkan keduanya dari rasa kecewa atas apa
yang terjadi dengan Yesus (bdk Luk 24:13-35).
Lain lagi dengan kisah perjumpaan si pengemis
lumpuh itu dengan Yesus. Setiap hari ia
duduk mengemis di gerbang indah bait Allah. Saat kedua rasul, yaitu Petrus dan
Yohanes melewati gerbang indah itu, ia juga meminta sedekah kepada keduanya. Melihat
keadaan pengemis itu, dengan penuh iman Petrus berkata kepadanya: "Emas
dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi
nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!" (Kis 3:6). “Lalu ia memegang tangan kanan orang itu dan
membantu dia berdiri. Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu. Ia
melonjak berdiri lalu berjalan kian ke mari dan mengikuti mereka ke dalam Bait
Allah, berjalan dan melompat-lompat serta memuji Allah”. (Kis 3:7-8). Pengemis
itu melonjak kegirangan karena ia tidak pernah menyangka bahwa dua orang yang
menyebut nama Yesus ini bisa menyembuhkan dia dari sakit lumpuhnya.
Pengemis ini berjumpa dengan Yesus
yang diwartakan rasul Petrus dan Yohanes. Yang sungguh-sungguh percaya akan
adanya kuasa penyembuhan itu adalah Petrus yang melakukan mujizat itu. Akan
tetapi dia bertindak bukan atas namanya sendiri melainkan atas nama Yesus
Kristus, yang dia percaya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Mereka pergi ke
kenisah itu hendak mewartakan nama Yesus. Yesus meneguhkan pewartaan mereka
dengan mujizat-mujizat agar orang percaya bahwa Yesus sungguh Allah yang telah
datang untuk menyelamatkan manusia melalui wafat dan kebangkitan-Nya. Yesus itu
hidup dan tetap bekerja melalui orang-orang percaya sesuai dengan janji-Nya. Rasul-rasul
itu adalah “Alter Christus” yang pertama, sebab mereka semua telah diangkat
menjadi imam perjanjian baru di saat Yesus menetapkan kurban ekaristi pada
perjamuan malam terakhir. Segala sesuatu yang mereka lakukan dalam tugas
pelayanan dan pewartaan, mereka lakukan itu dalam nama Yesus. Hidup dan karya
mereka tidak terpisahkan dari Kristus. Ketika mereka berdoa, mereka berdoa
dalam nama Kristus, demikianpun ketika mereka mewartakan mereka berkata dalam
nama Yesus Kristus. Apa saja yang mereka lakukan dalam nama Yesus di sana
terjadi perjumpaan dengan Yesus yang menyelamatkan bahkan menyembuhkan.
Perjumpaan dengan Tuhan dalam kegiatan
doa pribadi atau bersama, katakese umat dan dalam sakramen-sakramen, rekoleksi
dan retret serta kegiatan rohani lainnya adalah perjumpaan yang menyelamatkan
bahkan menyembuhkan. Adalah suatu kerugian apabila dalam hidup ini kita hanya
menjadi penonton setia atas semua kegiatan itu dan merasa diri sudah puas dengan apa yang ada atau tidak
membutuhkan Tuhan atau pun sesama lagi.
Selasa, Maret 29, 2016
BAPAKU DAN BAPAMU, ALLAHKU DAN ALLAHMU…!
Berto, seorang anak yang ditinggalkan
ayah ibunya. Usianya baru 4 bulan. Ayahnya melarikan diri tanpa berita dan ibu
meninggal dunia karena sakit berat. Berto lalu diangkat menjadi “anak angkat” oleh
satu keluarga yang baik hati melalui proses hukum di pengadilan, agar tidak
menimbulkan masalah di kemudian hari. Suatu saat di usia hendak memasuki SMP
kelas I, Berto dipanggil ayah ibu angkatnya ini untuk menyampaikan kepadanya siapa
dia sebenarnya. Alangkah terkejutnya Berto ketika dia tahu bahwa ayah ibu yang
dipanggilnya bapa dan mama selama ini hanyalah berstatus “ayah dan ibu angkat”
bukan ayah ibu kandung. Air matanya berderai mendengar pemberitahuan itu. Akan
tetapi ayah ibu angkat ini amat bijaksana, mereka telah menyiapkan akte
kelahiran dan surat baptis Berto, lalu menunjukkan kepadanya isi dua dokumen
berharga ini; dalam dua dokumen itu Berto tidak disebut sebagai anak angkat
melainkan anak ketiga dari ayah ibu angkat tersebut. Karena itu Berto tidak
perlu merasa sedih karena dia sudah berstatus anak kandung, boleh tetap
memanggil ayah ibu ini sebagai bapa dan mamanya sendiri. Berto berhenti menangis
lalu memeluk ayah ibunya ini sambil menyampaikan ucapan terima kasih.
Secara pribadi, sejak membaca Injil
hari ini untuk pertama kali waktu SD kelas II, saya merasa ungkapan “Bapa-KU
dan Bapamu, Allah-KU dan Allahmu”, adalah ungkapan terindah dari Tuhan
Yesus untuk Maria Magdalena dan kita yang percaya. Hemat saya, dalam ungkapan
ini secara implisit Yesus mau mengatakan kepada kita bahwa oleh wafat-Nya di
kayu salib dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, telah tercipta kembali
sebuah hubungan baru antara Allah dan manusia. Di dalam dua peristiwa mulia ini,
karya keselamatan, menebus dosa manusia sudah terlaksana secara sempurna oleh Allah
sendiri melalui Yesus Kristus. Maka, tak ada lagi pembatas atau jurang yang
menghalangi hubungan itu. Jembatan penghubung antara surga dan dunia sudah
selesai dikerjakan oleh Yesus, melalui salib suci-Nya, sehingga dalam doa devosi
jalan salib, kita pun boleh berseru kepada Tuhan Yesus: “Kami menyembah Dikau
ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu, sebab oleh salib suci-Mu Engkau telah menebus
dosa dunia”.
Akan tetapi walaupun jembatan
penghubung itu sudah ada, toh kita tidak bisa secara otomatis melewatinya. Kita perlu diterima secara resmi ke dalam
komunitas hidup baru melalui sakramen pembaptisan. Untuk itu Petrus dalam
kotbahnya di depan banyak orang menegaskan: "Bertobatlah dan hendaklah
kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk
pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (Kis 2:38).
Komunitas kristiani adalah komunitas
yang terbentuk oleh keyakinan yang sama akan Allah melalui Yesus Kristus. Ini
adalah sebuah mazhab baru yang dimulai oleh para rasul karena pewartaan mereka
pada hari Pentakosta dan seterusnya. Semua orang yang percaya kepada Yesus
Kristus dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya, terdaftar menjadi
anggotanya melalui jalan pertobatan dan pembaptisan. Persekutuan baru ini
disebut anggota Gereja Yesus Kristus, katolik, kudus dan apostolik. Dengan
status yang baru ini, anggota komunitas ini diangkat menjadi anak Allah dan
ahli waris Kerajaan Allah. Karena status ini maka anggota Gereja Kristus ini
boleh menyapa Allah sebagai Bapa, bukan Bapa angkat melainkan Abba, Bapa dalam
arti yang sesungguhnya.
Aku pergi kepada “Bapa-Ku dan Bapamu”
memiliki arti penuh ketika hidup kita diperbaharui dalam pertobatan dan
pembaptisan, sebagaimana Maria Magdalena bertobat dari dosanya dan menjadi
murid yang setia lalu mengikuti Yesus sampai ke
Golgotha. Sebagai hadiahnya ia menjadi orang pertama yang menjumpai
Yesus sesudah kebangkitan-Nya dan mendengar ucapan di atas: Aku pergi kepada Bapa-KU dan Bapamu, Allah-KU
dan Allahmu…!
Senin, Maret 28, 2016
KEBERANIAN MENJADI SAKSI…!
Ada banyak perkara di dunia ini,
meskipun benar, namun didiamkan begitu saja karena orang enggan menjadi saksi
atas apa yang mereka tahu dan lihat. Alasannya bisa bermacam-macam, enggan karena
takut repot, tidak ingin terlibat dengan urusan orang lain, atau takut pada aparat
yang seringkali menyusahkan, rugi waktu dan tenaga, takut akan adanya ancaman-ancaman
dsb.
Setelah Yesus ditangkap dan dihukum
mati, sesungguhnya para murid sudah punya rencana untuk kembali ke tempat tinggal
mereka masing-masing, seperti halnya dua murid dari Emaus; keduanya pulang ke
rumah dengan banyak kekecewaan. Namun sesudah menyaksikan Yesus yang bangkit,
hati mereka yang lesu dan kecewa itu mendadak sembuh. Mereka pun berkumpul
bersama lagi dan tenggelam dalam syering tentang pengalaman perjumpaan dengan
Yesus sesudah kebangkitan-Nya. Pengalaman itu menarik dan membuat hati mereka
berkobar-kobar untuk menceritakannya lagi kepada orang lain.
Dalam perjumpaan yang diceritakan
Injil hari ini, Yesus berpesan: “Jangan takut, katakan kepada
saudara-saudaraku, supaya mereka pergi ke Galilea dan di sana mereka akan
melihat Aku”! Mereka semua harus ke Galilea, ke tempat yang aman dari intaian
para pemuka Yahudi, yang mungkin akan menangkap murid-murid sebab para serdadu
sudah disogok untuk menceritakan kepada orang Yahudi lainnya bahwa jenasah
Yesus dicuri para murid-Nya. Setelah mereka kembali ke Galilea, perjumpaan demi
perjumpaan terjadi setiap hari sampai Yesus naik ke surga (bdk Mat 28:8-15).
Pengalaman perjumpaan dengan Yesus
sesudah kebangkitan ini, dalam hidup rohani disebut pengalaman akan Allah yang
hidup, yang menyentuh hati sanubari mereka. Pengalaman seperti ini sulit untuk
tidak diceritakan apalagi kalau hal itu sangat menyentuh iman dan perasaan mereka
yang terdalam. Misalnya hati rasul Thomas tersentuh di saat ia bertobat dari
keraguannya, hati Petrus tersentuh ketika Yesus menyembuhkan batinnya yang
terluka karena dosa penyangkalan. Pengalaman akan Yesus yang bangkit dikuatkan
lagi dengan peristiwa Pentakosta yaitu Roh Kudus turun atas para murid, yang
mengurapi mereka dengan karunia keberanian untuk menjadi saksi. Sejak saat
itulah para murid dengan berani menjadi saksi yang mewartakan Yesus sebagai
Tuhan dan Juru Selamat.
Keberanian para rasul menjadi saksi Yesus
Kristus telah menghancurkan penipuan para pemuka agama Yahudi, sebab Petrus
dengan fasih dan runtut menceritakan pengalaman mereka akan perjumpaan itu
sekaligus menjelaskan isi Kitab Suci Perjanjian Lama kepada para pendengarnya.
Petrus menegaskan bahwa raja Daud juga telah bernubuat tentang kebangkitan itu.
“Saudara-saudara, aku boleh berkata-kata
dengan terus terang kepadamu tentang Daud, bapa bangsa kita. Ia telah mati dan
dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai hari ini. Tetapi ia adalah
seorang nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah berjanji kepadanya dengan
mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud
sendiri di atas takhtanya. Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah
berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak
ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami
kebinasaan. Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami
semua adalah saksi” (Kis 2:29-32).
Meskipun situasi antara wafat-Nya Yesus
Kristus dan kebangkitan-Nya hingga turunnya Roh Kudus atas para murid masih
panas-panasnya, namun para murid tidak gentar sedikitpun untuk mewartakan kebenaran
ini. Walaupun cerita kematian dan kebangkitan Yesus Kristus masih menjadi
sebuah topik besar yang mengganggu stabilitas politik di Yerusalem, tetapi para
murid tidak menghiraukannya. Sekali menjadi saksi tetap menjadi saksi. Mereka tidak
takut sedikit pun terhadap semua bentuk ancaman manusia, sebab mereka tahu
mereka benar dan kebenaran harus
diwartakan, bukannya didiamkan! Keberanian untuk menjadi saksi Yesus Kristus tidak
lahir dengan sendirinya tetapi terjadi atas dasar pengalaman perjumpaan dengan
Tuhan yang diteguhkan oleh kuasa Roh Kudus.
Minggu, Maret 27, 2016
CHRISTUS VINCIT, CHRISTUS REGNAT, CHRISTUS IMPERAT…!
(Minggu Paska)
Salah satu lagu favorit yang selalu dinyanyikan pada pesta Paska, sebelum Konsili Vatikan II hingga tahun 1970-an, adalah lagu berjudul “Christus vincit, Christus regnat, Christus imperat” yang berarti: Kristus bangkit, Kristus meraja dan Kristus membebaskan! Setiap kali menyanyikan lagu ini, kita teringat akan pernyataan St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus: “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1 Kor 15:17). Dalam hal ini St. Paulus benar. Mengapa…?
Salah satu lagu favorit yang selalu dinyanyikan pada pesta Paska, sebelum Konsili Vatikan II hingga tahun 1970-an, adalah lagu berjudul “Christus vincit, Christus regnat, Christus imperat” yang berarti: Kristus bangkit, Kristus meraja dan Kristus membebaskan! Setiap kali menyanyikan lagu ini, kita teringat akan pernyataan St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus: “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1 Kor 15:17). Dalam hal ini St. Paulus benar. Mengapa…?
- Jika Kristus tetap dalam kubur-Nya, semua cerita tentang Dia tidak pernah akan ditulis sebagai kabar gembira, sebab semua rasul-Nya akan kembali ke rumahnya masing-masing dan tokoh Yesus hanya dikenang secara pribadi oleh mereka sendiri. Dengan demikian Yesus tidak akan pernah diwartakan sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Janji Tuhan tentang keselamatan belum terpenuhi. Para rasul merasa kalah dan bersalah karena telah salah mengikuti seseorang yang tidak jelas tujuan kehadiran-Nya ke dunia ini.
- Jika Yesus tidak bangkit maka para imam, orang Farisi, ahli Taurat tetap merasa benar dan menang sebab telah menghukum mati seorang pemberontak yang pernah menamakan diri-Nya sebagai orang yang datang dari Allah.
- Kalau Yesus tidak bangkit maka Gereja Kristus tidak pernah ada sebab Roh Kudus tidak akan pernah turun atas para rasul dan semua janji Yesus atas mereka tidak akan pernah terpenuhi. Dengan demikian kita semua tetap dalam kegelapan dosa, sebab tak pernah ada penebus, meskipun Yesus sudah wafat di salib.
Namun
syukur kepada Allah bahwa Yesus bangkit. Ia memang benar-benar bangkit. Kubur
kosong yang disaksikan oleh para murid-Nya merupakan satu sejarah bahwa Dia
bangkit. Pengalaman akan kebangkitan-Nya ini membuat rasul-rasul yang tadinya
telah kehilangan harapannya seolah-olah tersulut kembali semangatnya untuk
bercerita dan bersaksi bahwa Yesus yang sudah dibunuh itu, tidak mati karena Ia
sudah bangkit kembali seperti yang telah dikatakan-Nya. Cerita tentang
kebangkitan-Nya menjadi heboh dan membuat para musuh-Nya harus mengarang sebuah
cerita abal-abal bahwa jenasahnya dicuri para murid-Nya. Saksi kebangkitan-Nya yang
pertama adalah Maria Magdalena, rasul Yohanes dan Petrus disusul para rasul
yang lain yang sedang ketakutan bersembunyi dalam satu rumah di Yerusalem.
Cerita penampakan Yesus sesudah kebangkitan-Nya bukan hanya terjadi sekali
tetapi berulang-ulang selama 40 hari sebelum kenaikan-Nya ke surga.
Cerita dan kesaksian tentang
kebangkitan Yesus menjadi seperti bom yang meledak pada hari Pentakosta di saat
para rasul menerima kuasa Roh Kudus dan karunia-karunia Allah terutama karunia
keberanian, hikmat, kebijaksanaan, takut akan Allah, iman dan mujizat. Sebab pada
waktu itu secara serentak mereka semua mengakui imannya akan Kristus: Yesus itu Tuhan dan Juru Selamat. Kisah
para rasul telah menulis semua isi kesaksian mereka disusul empat injil yang
diakui Gereja syah dan benar, yakni: Markus, Matius, Lukas dan Yohanes. Melalui
pewartaan mereka dari waktu ke waktu dan seterusnya melalui semua orang
percaya, nama Yesus menjadi topik utama dalam doa dan pewartaan Gereja. Semua
cerita itu didukung juga oleh kesaksian hidup para kudus, para martir,
bapa-bapa Gereja, dst. Nama Yesus meraja ke seluruh dunia.
Yesus
meraja bukan hanya oleh nama-Nya, tetapi benar-benar telah diangkat
menjadi Raja segala raja dan Raja atas segala bangsa oleh Allah, Bapa-Nya.
Kuasa itu diterima-Nya ketika Ia telah menyelesaikan tugas penebusan di dunia
dan naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang mahakuasa. Tongkat
Kerajaan Allah diserahkan kepada-Nya. Dari surga Ia memimpin seluruh umat
manusia dengan kuasa Roh Kudus. Roh Kudus itulah yang menggerakkan hati dan
pikiran manusia untuk mengenal dan mencintai kebenaran, keadilan, perdamaian
dalam semangat kejujuran.
Yesus
membebaskan. Pengakuan iman para rasul, Yesus diwartakan sebagai Tuhan dan
Juru Selamat, telah menebus dosa kita melalui wafat-Nya di salib dan
kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Ia adalah Mesias yang dijanjikan kepada
bangsa Israel dalam Perjanjian Lama. Yesus itu tokoh yang membawa terang ke
dunia, yang membebaskan kita dari kuasa kegelapan, dosa dan kematian, dari
ketakutan akan kuasa-kuasa dunia ini, dari kebodohan, dari percaya sia-sia,
dari kemiskinan dan kepicikan berpikir dan yang membebaskan kita dari sakit dan
pelbagai penderitaan, yang mendorong kita untuk berjuang melawan penjajahan,
penindasan, dan perampasan atas hak-hak dasar manusia dan juga yang mendorong
kita untuk hidup sebagai saudara terhadap satu sama lain, saling menghargai dan
mengasihi dengan tolong menolong dalam suka dan duka, dst.
Oleh pewartaan tentang wafat dan kebangkitan-Nya,
kita semua percaya bahwa Yesus bukan wafat dan bangkit untuk memuliakan diri-Nya
sendiri tetapi untuk memuliakan nama Allah, Bapa-Nya dan Allah mengangkat Dia
menjadi Raja, sebab Dialah yang membebaskan kita dari dosa, derita dan maut dan
kita pun selalu hidup dalam kemenangan.
SELAMAT PESTA PASKA DAN HIDUPLAH DALAM KEMENANGAN BERSAMA-NYA…!
SELAMAT PESTA PASKA DAN HIDUPLAH DALAM KEMENANGAN BERSAMA-NYA…!
Sabtu, Maret 26, 2016
TERANGNYA SENANTIASA BERSINAR SEPANJANG MASA…!
(Sabtu Suci)
Saking iri, marah, benci dan dendamnya orang Farisi, ahli Taurat, para imam dan para tokoh lainnya di kalangan orang Yahudi, hukuman mati untuk Yesus tak terhindarkan. Meski kedapatan tak bersalah sedikit pun melalui pengadilan Pilatus, mereka tetap ngotot “Yesus harus dihukum mati, sebab Dia menghujat Allah”. Barabas si penjahat itu dibebaskan. Mereka semakin merasa puas ketika ada keputusan bahwa Yesus disalibkan di Golgotha, sebab dengan begitu Dia disamakan dengan para penjahat kelas berat. Mereka ingin nama-Nya dilenyapkan dari pembicaraan masyarakat atau juga dari para pengikut-Nya supaya tak ada orang lagi atau nabi yang selalu membuat mereka tak berdaya ketika berdebat. Dendam kesumat para tokoh agama dan masyarakat Yahudi terpenuhi. Mereka senang bukan kepalang. Hal ini sengaja dibuat supaya menunjukkan kepada masyarakat Yahudi yang lain, bahwa tak ada kuasa lain yang berani melawan mereka.
Saking iri, marah, benci dan dendamnya orang Farisi, ahli Taurat, para imam dan para tokoh lainnya di kalangan orang Yahudi, hukuman mati untuk Yesus tak terhindarkan. Meski kedapatan tak bersalah sedikit pun melalui pengadilan Pilatus, mereka tetap ngotot “Yesus harus dihukum mati, sebab Dia menghujat Allah”. Barabas si penjahat itu dibebaskan. Mereka semakin merasa puas ketika ada keputusan bahwa Yesus disalibkan di Golgotha, sebab dengan begitu Dia disamakan dengan para penjahat kelas berat. Mereka ingin nama-Nya dilenyapkan dari pembicaraan masyarakat atau juga dari para pengikut-Nya supaya tak ada orang lagi atau nabi yang selalu membuat mereka tak berdaya ketika berdebat. Dendam kesumat para tokoh agama dan masyarakat Yahudi terpenuhi. Mereka senang bukan kepalang. Hal ini sengaja dibuat supaya menunjukkan kepada masyarakat Yahudi yang lain, bahwa tak ada kuasa lain yang berani melawan mereka.
Akan tetapi sayangnya, kegembiraan
para pemuka agama Yahudi ini tidak berlangsung lama, karena keesokan harinya
sudah terdengar berita yang mengejutkan bahwa Yesus yang mereka bunuh sudah
bangkit lagi. Cerita dari saksi-saksi mata tersiar dengan cepat di antara para
pengikut-Nya. Mereka coba membendung cerita kebangkitan itu dengan membuat cerita
kamuflase “jenasah-Nya dicuri para murid ketika para serdadu sedang tidur”. Cerita
akal-akalan ini sesungguhnya membuat para serdadu harus malu karena dengan
cerita “sedang tidur” berarti mereka dicap tidak menjalankan tugas dengan baik,
tetapi karena uang sogok, mereka setuju saja, biar harga diri dipermalukan.
Upacara lilin Paska malam ini
melambangkan kebangkitan Kristus dari alam maut. Ia dilambangkan dengan cahaya,
karena kebangkitan-Nya telah bersinar menjadi cahaya yang terang benderang
menyinari dunia oleh pewartaan para rasul. Sinarnya menembus ke mana-mana ke
seluruh dunia, merasuki jiwa raga setiap orang yang mendengar cerita tentang kebangkitan
itu, apalagi kuasa Roh Kudus ikut membantu, maka terciptalah sebuah mazhab
baru, orang-orang kristen yang bersatu dalam iman akan Kristus. Mazhab ini
sedemikian berkembang tanpa bisa dibendung oleh kuasa mana pun. Contoh: kejayaan kekafiran Romawi takhluk di bawah
kekristenan. Roma justru menjadi pusat Gereja Kristus, gereja yang kokoh
perkasa di atas wadas, bernama Petrus. Dari situlah para pengganti Petrus terus
menerus hidup dan mewartakan Tuhan yang bangkit kepada segenap umat kristiani di
seluruh dunia. Walaupun pernah mengalami masa kegelapan tetapi kegelapan itu tidak
berhasil menghancurkan batu wadas itu, sebab Yesus Kristus sudah bernubuat:
kuasa neraka tak akan dapat mengalahkannya…!
Kristus bangkit, sinar kehidupan dan
karya-Nya akan senantiasa menerangi dunia hingga selamanya. Kabar gembira
kebangkitan-Nya telah hidup di dalam diri para pengikut-Nya sejak zaman para
rasul sampai dengan zaman ini dan akan terus menerus bersinar selama-lamanya.
Cahaya itu tak akan pernah pudar lagi karena Ia sudah hidup dan berakar dalam
diri setiap insan yang percaya kepada-Nya. Santu Paulus bersaksi kepada jemaat
Roma: “Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan
hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari
antara orang mati, tidak mati lagi: maut
tidak berkuasa lagi atas Dia” (Rom 6:9).
Santu Lukas menulis dalam Injilnya
tentang kesaksian malaikat yang datang menggulingkan pintu kubur. “Sementara mereka berdiri termangu-mangu
karena hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian
yang berkilau-kilauan. Mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala, tetapi
kedua orang itu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup,
di antara orang mati? (Luk
24:4-5).
Kesaksian-kesaksian ini mau meyakinkan
kita bahwa Yesus itu Tuhan dan Dia sudah
bangkit. Kebencian, iri, dendam, marah pun maut yang diperlihatkan orang Yahudi
terhadap Putera Manusia itu tak dapat membendung kebangkitan-Nya, demikian pun kuasa
manusia lain di dunia ini tidak akan dapat mematikan cahaya-Nya yang telah
disebarkan para pengikut-Nya. Cahaya itu telah bersinar dan akan bersinar terus
hingga selama-lamanya.
Jumat, Maret 25, 2016
PADA SALIB ITU CINTANYA MENJADI SEMPURNA…!
Dua sejoli sedang mabuk dalam cinta.
Setiap hari dalam perjumpaannya baik di tempat umum maupun di tempat yang
tersembunyi, keduanya dapat saling memandang tanpa berkedip lalu berkata: “Aku
cinta padamu sayang hingga dunia kiamat”. Ungkapan itu mengalir balas berbalas,
seperti pantun dan syair, dari hari ke hari serta berjanji sampai keduanya naik
ke pelaminan. Namun ketika gelombang pencobaan mendera mereka oleh harta dan
daya tarik yang lain, dunia cinta mereka terkadang menjadi kiamat sebelum
waktunya. Tentu tidak semuanya demikian. Mungkin ada satu di antara lima atau satu
di antara sepuluh…!
Memang, seindah-indahnya kata dan
bahasa cinta yang diungkapkan manusia terhadap sesamanya, tidak akan pernah
melampaui kata dan bahasa cinta yang diungkapkan Yesus bagi Bapa-Nya dan
umat-Nya. Sebab Yesus bukan saja pandai berkata dan berbahasa cinta melainkan
telah menjadi cinta itu sendiri dalam tindakan-Nya dan tindakan cinta ini telah
menjadi simbol cinta abadi bagi segenap umat manusia. Dalam penyerahan diri
hingga wafat-Nya di kayu salib, hidup dan karya-Nya menjadi cinta yang sempurna
bagi keselamatan kita semua. Dunia terkagum pada cinta-Nya dan jutaan orang
terpana pada cinta-Nya itu hingga rela mati untuk mempertahankan imannya akan
Sang Raja Cinta ini serta melepaskan segalanya untuk menjadi pengikut-Nya.
Mereka berkata, cinta-Nya jauh lebih agung dan mulia dari cinta sesama manusia.
Dan Ia sendiri berkata:”Tidak ada kasih
yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Hari ini kita memperingati peristiwa agung
itu Ia memberikan nyawa-Nya bagi kita semua. Ia wafat di salib untuk menebus
dosa kita. Dengan wafat-Nya, Ia menjadi kurban pendamaian sempurna melampaui
semua kurban binatang dalam perjanjian lama. Dalam nubuatnya tentang Sang Raja Cinta
ini, nabi Yesaya mengatakan: “Sesungguhnya,
hamba-Ku akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan. Seperti
banyak orang akan tertegun melihat dia -- begitu buruk rupanya, bukan seperti
manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi --demikianlah ia
akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya
melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat,
dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami” (Yes 52:13-15).
Peristiwa penyaliban Yesus adalah
sebuah peristiwa besar dan sungguh tak masuk akal manusia, sebab Dia dihukum tanpa salah sedikitpun, namun hal
itulah yang membuat banyak bangsa tercengang dan para raja tak sanggup membuka
mulut untuk mengagumi-Nya. Karena itu penulis
Kitab Ibrani dalam bacaan kedua hari ini mengajak kita dengan bersaksi: “Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar
Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita
teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya,
bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita,
sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab
itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia,
supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat
pertolongan kita pada waktunya” (Ibr 4:14-16).
Jalan salib Yesus menuju Golgotha
sungguh suatu perjalanan yang amat berat dan tak satu pun dari antara manusia
biasa bisa mencapai kekuatan seperti, selain Dia yang berasal dari Allah.
Siksaan yang mereka lakukan atas Dia sungguh tak berperikemanusiaan. Jika
melihat tempat siksaan-Nya, Dia seharusnya sudah mati saat dirajam para serdadu
di ruang sempit bawah tanah. Tetapi karena Dia harus ditinggikan di salib maka
Allah memberi kekuatan luar biasa pada-Nya untuk bertahan. Dia harus memikul
sendiri salib-Nya menuju Golgotha. Di tempat itu Dia terhitung sebagai salah
seorang dari para penjahat, namun dari kehinaan itu Allah meninggikan Dia dan
semua orang yang memandang Dia pun mengagumi-Nya. Di tempat inilah Dia
mengungkapkan cinta-Nya secara sempurna untuk kita semua. Cinta itu tak akan
pernah tertandingi oleh manusia biasa mana pun di dunia ini, sehebat apapun
mereka, dan oleh korban mana pun.
Oleh kurban cinta yang sempurna ini,
Ia telah mengakhiri segala kurban yang tidak sempurna dari tata cara dan
ritus-ritus dari Hukum Lama, maka dalam segala hal, sejak saat itu secara
insani dan nyata kita hanya boleh dibimbing oleh Hukum Kristus dalam Gereja-Nya
dan yang telah dinyatakan syah oleh para abdi-Nya. Tetapi apabila seseorang
masih berpegang teguh pada tata cara dan ritus-ritus Hukum Lama, dia akan
berjalan sia-sia (bdk. St. Yohanes Salib, Mendaki Gunung Karmel, hal.196). Yesus
sendiri telah mengingatkan kita dengan bersabda: “hanya melalui Aku orang dapat sampai kepada Bapa” (Yoh 14:6).
Cinta yang sejati datang dari Allah,
dipersembahkan untuk Allah dan sesama. Cinta itu harus terjadi dengan
pengorbanan tanpa batas, bukan asal-asal, bukan juga basa basi, tidak juga
dengan sikap suam-suam kuku, tetapi hendaknya lahir dari hati yang hanya
terarah kepada Sang Cinta itu sendiri, seperti halnya kalau hati kita terarah
dalam cinta kepada seseorang yang kita cintai. Dalam hukum cinta kasih Tuhan
bersabda: "Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”.......dan
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:37.39).
Melalui jalan salib hingga ke
Golgotha, wujud cinta Yesus bagi Allah dan bagi umat manusia tak akan pernah
diragukan lagi oleh orang-orang yang percaya. Ia telah melakukan segalanya bagi Allah dalam ketaatan sempurna
dan melakukannya bagi manusia tanpa batas suku, bangsa, bahasa dan agama. Di salib
itu Ia telah menyatakan kepada kita: “Ya Abba, ya Bapa, ampunilah mereka sebab
mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Bila Anda dan saya harus memikul salib
berat demi tercapainya suatu tujuan yang mulia dan baik, Anda dan saya telah
mengambil bagian dalam kesempurnaan kurban Yesus Kristus untuk menyelamatkan dunia dari dosa dan untuk memuliakan nama Tuhan…!
Kamis, Maret 24, 2016
RAHMAT TAK BERHINGGA DARI EKARISTI DAN IMAMAT…!
Seorang imam tua, asal Belanda,
ditempatkan di sebuah paroki paling udik dalam keuskupannya. Usianya mendekati 80
tahun, tetapi ia masih giat bekerja melayani umat di beberapa stasi di sekitarnya,
sebagai pastor Kaplan. Ketika ia masih muda, parokinya meliputi beberapa
kecamatan dengan jumlah stasi lebih dari 100. Walau demikian luas ia melayani
semua stasi dengan tekun, setia dan tabah dengan mengendarai kuda. Ia
mengunjungi stasi-stasi itu secara teratur dan menginap sekurang-kurangnya dua
malam di setiap stasi. Pada saat ia ber-asistensi dari stasi ke stasi, ia
melayani semua sakramen yang dibutuhkan umatnya yaitu: pengakuan dosa,
ekaristi, baptis dan pernikahan, kadang-kadang juga perminyakan kudus untuk
mereka yang sakit. Selain itu sesekali ia juga masuk ke kelas di stasi-stasi
yang memiliki sekolah dasar untuk berkatakese dan mengajar agama, biar cuma 40
menit. Malam hari ia mengunjungi
kampung-kampung untuk berkatakese atau mengajar agama termasuk tentang hal-hal
yang berhubungan dengan kesehatan serta pertanian. Prioritas pastoralnya
adalah: pelayanan sakramen, pengajaran agama, kesehatan dan pertanian. Ia
melakukan semua itu dengan penuh sukacita.
Pada usia tuanya setelah menjalani
hidup imamat 50 tahun dalam syeringnya kepada imam-imam muda ia berkata: “Saya
bersyukur atas rahmat dari sakramen yang saya terima mulai dari baptis,
pengakuan dosa, ekaristi, krisma dan kemudian imamat. Berkat sakramen-sakramen
ini, saya sungguh menjadi katolik. Ketika saya berdosa saya boleh menerima
pengampunan, ketika saya merasa lapar dan haus akan rahmat surgawi saya bisa menerima
santapan dari surga, dan teristimewa dengan sakramen imamat saya sendiri diberi
kuasa untuk merayakan semuanya bagi keselamatan seluruh umat Allah yang saya
layani. Ketika saya merayakan ekaristi, saya bisa memberi makan begitu banyak
orang dengan santapan dari surga. Dengan pelayanan itu saya sungguh merasa
seperti Yesus yang berkeliling mengajar orang banyak sambil berbuat baik. Saya bahagia
dengan imamat saya dan tidak pernah menyesal telah meninggalkan segala-galanya
di tanah airku sendiri. Saya telah menjadi orang Indonesia dan semua orang
mencintai, mendukung serta berdoa untuk karya-karya saya selama ini. Saya mau
mati di sini”.
Sementara itu pada sisi lain, ada
begitu banyak umat masa kini, khususnya di Asia ini, yang sangat membutuhkan
pelayanan sakramen terutama ekaristi serta perminyakan kudus. Kebutuhan ini
didorong oleh kesadaran iman akan pentingnya sakramen-sakramen tersebut bagi pemeliharaan
rohani umat Allah. Di mana-mana umat mencari imam-imam untuk melayani mereka
dalam kebutuhan ini, hingga merasa kesal atau tidak nyaman bila tidak terlayani
karena ketiadaan tenaga pastoral bersangkutan.
Dalam perayaan kudus hari ini bacaan
pertama menyajikan cerita tentang penetapan perjamuan Paska Yahudi ketika
hendak keluar dari negeri Mesir (Kel 12:1-8.11-14), bacaan kedua tentang kesaksian
Paulus akan makna perjamuan kudus, yang ditetapkan Yesus menjadi sakramen
ekaristi terimplisit imamat (1 Kor 11:23-26) dan Injil menyajikan cerita
tentang pembasuhan kaki murid-murid sebagai contoh pelayanan tanpa pamrih bagi
semua orang dalam semangat kerendahan hati (Yoh 13:1-15).
Semua bacaan yang tersaji dalam firman
di atas mau menegaskan kepada kita bahwa apa yang terjadi dalam perjanjian lama
semuanya terpenuhi secara sempurna kini dalam perjanjian baru. Kemerdekaan yang
dialami orang Yahudi di negeri Mesir adalah kemerdekaan dari penjajahan dan
ketidakadilan. Kemederkaan ini perlu diperingati secara turun temurun sebagai
kenangan dan tanda syukur akan karya agung Tuhan yang telah membebaskan bangsa
Israel dari penjajahan itu. Sebagai orang Yahudi Yesus merayakannya juga, tetapi
dengan menambah makna baru dari perjamuan ini, yaitu dengan menetapkan peristiwa
itu sebagai perayaan syukur atas karya penyelamatan Allah untuk menebus dosa
manusia. Dengan kuasa Ilahi, Ia sendiri menetapkan bahwa roti dan anggur yang
disediakan pada perjamuan akhir itu menjadi tubuh dan darah-Nya. Itu semua akan
berubah oleh kata-kata konsekrasi yang diucapkan oleh para rasul serta
pengganti mereka yang menerima tahbisan imamat suci. Karena kuasa imamat itulah
maka di saat Paus, para Uskup dan imam-imam merayakan ekaristi, peringatan
wafat dan kebangkitan Tuhan itu dirayakan kembali secara sakramental. Perayaan ini
sifatnya sempurna seperti terjadi pada saat Yesus menderita, wafat dan bangkit
dari antara orang mati.
Ditinjau dari pengertian dan ajaran
ini maka imamat dan ekaristi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam
diri seorang imam yang menerima tahbisan sakramen imamat. Dengan merayakan
ekaristi seorang imam diberi kuasa untuk memelihara jiwa-jiwa kaum beriman
dengan makanan surgawi, makanan dari Allah sendiri, yaitu tubuh dan darah
Yesus, yang telah mengorbankan diri-Nya dengan wafat di salib tetapi yang
kemudian bangkit lagi dari antara orang mati. “Tanpa imamat, tak ada ekaristi
atau dengan kata lain ekaristi tak mungkin dirayakan tanpa imam”. Dengan demikian
kita bersyukur kepada Tuhan yang telah memungkinkan semuanya ini terjadi oleh
rancangan-Nya yang mulia. Imamat perjanjian baru adalah imamat Kristus yang
ditugaskan untuk menghadirkan Kristus dalam kata dan tindakan-Nya. Di saat
merayakan sakramen-sakramen, para imam sungguh bertindak seperti Kristus, maka
imam disebut “alter Christus” – atau Kristus yang lain.
Imam tua di atas dapat meninggalkan
segalanya karena Kristus hadir dalam diri-Nya. Ia berbahagia karena imamat yang
ada di dalam dirinya telah dia hayati sebagaimana Kristus menghayatinya. Meskipun
dia sering merasa ada kerapuhan yang menggerogoti hidupnya tetapi di dalam
kerapuhan itu ia justru mengalami kekuatan Allah. Dalam seluruh aktivitas
pelayanannya ia telah menghadirkan Kristus yang hidup, Kristus yang menguduskan
umat Allah melalui sakramen pembaptisan; Kristus yang mengampuni dosa melalui
pelayanan sakramen tobat; Kristus yang
memberi diri-Nya sebagai makanan surgawi untuk menghidupkan seluruh umat Allah
melalui ekaristi; dan Kristus yang menguduskan perkawinan umat Allah dan
Kristus menyembuhkan melalui sakramen minyak suci.
Imam Belanda yang tua itu sungguh
merasa berbahagia karena hidupnya tidak pernah menjadi sia-sia, bahkan
sebaliknya ia telah menjadi berkat bagi banyak orang yang dilayaninya selama
hidup hingga akhirnya nanti. Semoga dalam perayaan suci malam ini kita boleh
merasakan agung-Nya cinta Tuhan bagi Gereja kudus-Nya melalui ekaristi dan
imamat yang dirayakan Paus, para Uskup dan para imam di seluruh dunia.
Rabu, Maret 23, 2016
AKU MAU MERAYAKAN PASKA DI RUMAHMU…!
Siapa yang tidak bergembira, jikalau
rumahnya dipakai oleh seseorang yang sangat terhormat untuk mengadakan sebuah
perjamuan besar, yaitu merayakan Pesta Paska. Tamu itu adalah Yesus sendiri
bersama para murid-Nya. Bagi tuan rumah peristiwa ini tentu terasa amat luar
biasa karena Yesus mengunjungi rumahnya, hendak mengadakan perjamuan Paska,
kenangan syukur kemerdekaan bangsa Israel yang keluar dari tanah Mesir. Suatu
perayaan yang bermakna: Allah datang dan lewat untuk menyelamatkan.
Meski tidak jelas rumah siapa yang dipakai
Yesus untuk merayakan Paska itu, tetapi yang pasti tuan rumahnya senang, sebab
ada tamu terhormat datang merayakan Paska di rumahnya (bdk Mat 26:14-25).
Menjelang karya puncak-Nya, Yesus
mempersiapkan segala sesuatu dengan baik menurut rencana dan kehendak Bapa-Nya.
Dia harus menyelesaikan tugas keselamatan bagi umat manusia bertepatan dengan
hari raya Paska Yahudi, yang kini kita rayakan dalam Trihari Suci. Paska Yahudi
adalah hari peringatan kemerdekaan. Paska yang dilakukan Yesus sendiri bersama
para murid-Nya saat itu selain merayakan kemerdekaan, juga dilakukan sebagai
kenangan akhir Yesus makan bersama para murid-Nya sekaligus mau menetapkan
sakramen ekaristi dan imamat sekaligus, agar melalui dua sakramen ini hidup dan
karya-Nya keselamatan-Nya dikenang sepanjang masa. Oleh wafat dan
kebangkitan-Nya dari antara orang mati, yang dirayakan imam dalam ekaristi, Yesus
merayakan kembali wafat dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati.
Kita tahu proses karya penebusan ini berjalan
demikian ngeri, Yesus harus melewati jalan pengkhianatan oleh murid-Nya
sendiri, Ia disangkal oleh rasul paling terkemuka, Ia didera dan dianiaya para serdadu,
dihukum mati dengan cara tak adil oleh pemuka agama Yahudi, Ia memikul salib ke
Golgotha, di sana Ia ditelanjangi, dipaku dan tergantung pada salib selama 3
jam lalu wafat. Hukuman yang mengerikan ini seolah-olah Dia termasuk penjahat
kelas kakap. Tetapi sesungguhnya inilah jalan yang dipilih Allah untuk menebus
umat-Nya. Inilah perjanjian baru, perjanjian yang mengatakan kepada kita semua:
Allah mencintai umat-Nya tanpa batas.
Makhota dari penderitaan dan wafat-Nya adalah kebangkitan-Nya dari alam maut.
Luar biasa. Paska Yesus bukan saja menjadi perjamuan peringatan kemerdekaan
orang Yahudi melainkan menjadi kemerdekaan semua orang yang percaya kepada-Nya.
Paska menjadi milik siapa saja yang percaya kepada-Nya sepanjang masa.
Paska dan korban Yesus bukan dilakukan
karena Ia adalah penjahat atau orang berdosa tetapi karena Ia mencintai manusia
berdosa dan ingin menebus-Nya. Maka, dengan rela Ia memberi punggung-Nya untuk
didera dan menyerahkan pipi-Nya kepada mereka yang mencabut janggut-Nya (Yes
50:6).
Melalui ekaristi, Paska Yesus
dirayakan secara sederhana tetapi sempurna, karena Ia mempersembahkan diri-Nya
sebagai korban keselamatan umat manusia. Pada saat perjamuan terakhir bersama
murid-Nya Ia memeterai ekaristi sebagai Paska baru. Dalam ekaristi tidak ada
lagi kurban darah binatang, yang ada hanyalah kurban salib, kurban-Nya sendiri
yang telah dimeteraikan oleh-Nya pada perjamuan terakhir itu. Dalam ekaristi
yang dirayakan kapan dan di mana saja, Yesus hadir kembali untuk merayakan
korban Paska; Ia telah memberi perintah kepada para murid-Nya dengan berkata:
“lakukan ini sebagai kenangan akan Daku”. Walau korban itu tampak sederhana,
namun makna-Nya mulia, disebut sebagai kurban surgawi. Karenanya ekaristi
menjadi pusat dari kehidupan umat beriman dan Gereja-Nya.
Dengan menghadiri ekaristi harian,
mingguan dan hari raya atau hari lainnya, sesungguhnya Allah hadir dengan segala
kepenuhan-Nya untuk merayakan Paska bersama kita dan ingin memberi kita makanan
surgawi, yakni segala rahmat yang kita perlukan dalam perjalanan menunju tanah
air surgawi. Saat ini Yesus mungkin mengatakan kepada kita juga, Aku ingin
merayakan Paska di rumah-mu! Paska Yesus merupakan sebuah bentuk kehadiran
istimewa diri-Nya dalam hidup kita yaitu bahwa “Yesus ingin berada bersamamu, dalam keluargamu dan ingin membebaskan
hidupmu dari dosa, derita dan maut, agar kita boleh menikmati hidup bersama-Nya
dalam perjalanan menuju ke rumah abadi”.
Selasa, Maret 22, 2016
SIAPA AKTOR BERMASALAH…?
Jika kita menonton drama atau film,
kita biasanya senang bila menyaksikan para aktor utama (protagonis) yang memainkan
peran sebagai pahlawan atau penyelamat yang membela kehidupan orang lain.
Sebaliknya marah atau jengkel bila melihat para aktor antagonis yang memainkan
peran sebagai pecundang atau penjahat, yang merugikan hidup aktor utama dan sesamanya
yang baik.
Bacaan pertama hari ini Yesaya, dalam
nubuatnya, merasa seolah-olah diminta Tuhan untuk memainkan peran sebagai aktor
utama, pembawa terang bagi bangsa-bangsa. Ia mengatakan: “Aku akan membuat engkau menjadi
terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung
bumi." (Yes 49:6). Nubuat ini sesungguhnya berbicara tentang Yesus, yang diutus
bukan saja untuk menyelamatkan bangsa Israel (suku-suku Yakub) tetapi
menyelamatkan segenap bangsa di bumi ini. Yesus adalah aktor utama yang
bertindak selaku pembawa terang bagi seluruh bangsa manusia. Semua penulis
Injil memberi kesaksian tentang peran utama itu. Semua berkesimpulan Yesus
adalah Tuhan dan Juru Selamat umat manusia.
Akan tetapi aktor utama ini dalam
karya-Nya berhadapan dengan aktor-aktor antagonis. Dalam Injil hari ini ada dua orang aktor antagonis yang membuat masalah :
Yang Pertama adalah Yudas, yang mengkianati Yesus. Tentang Yudas, Yesus mengatakan: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku. Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya." Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot (Yoh 13:21.26).
Yang Pertama adalah Yudas, yang mengkianati Yesus. Tentang Yudas, Yesus mengatakan: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku. Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya." Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot (Yoh 13:21.26).
Yang Kedua
adalah Petrus, yang akan menyangkal Yesus hingga 3 kali. Ketika Yesus berbicara
tentang situasi yang bakal dihadapi-Nya, Petrus, dalam dialog yang bagus dengan
gagah berani mengatakan: "Tuhan, ke manakah Engkau pergi?" Jawab
Yesus: "Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang,
tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan,
mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku
bagi-Mu!" Jawab Yesus: "Nyawamu akan kau berikan bagi-Ku? Sesungguhnya
Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga
kali." (Yoh 13:36-38).
Yudas, sungguh-sungguh bermasalah,
pecundang. Sejak menerima roti dari Yesus, setan menguasai hidupnya dan mulai
saat itu ia berniat menjual gurunya. Kita tahu kemudian, hidupnya berakhir dengan
tragis, Yudas tidak bertobat melainkan gantung diri. Sebaliknya Petrus, meskipun
sempat menjadi pecundang, namun sesudah itu ia menyesali perbuatannya. Petrus
bertobat dan hidupnya dipulihkan Yesus. Kemudian ia diangkat menjadi pemimpin atas
para rasul dan Gereja pertama.
Dalam hidup ini manusia sering
berperan pada dua sisi, baik sebagai pemain utama, protagonis, maupun sebagai
pemain lawan, antagonis. Kita bisa menjadi penyelamat bagi sesama dan bisa juga
menjadi pecundang yang merugikan orang lain. Kita memang sadar bahwa kita
manusia lemah, rapuh dan mudah jatuh ke dalam dosa. Akan tetapi kita bersyukur
karena Tuhan selalu memberi kita kesempatan untuk bertobat agar hidup kita bisa
dipulihkan lalu kita diutus menjadi terang bagi bangsa-bangsa, seperti halnya rasul
Petrus. Karena itu apapun masalahnya hidup ini, jika ada salah, jalan kita masih
selalu terbuka. Tuhan selalu membuka pintu hati-Nya untuk memulihkan hidup
kita. Darah-Nya telah dikorbankan di kayu salib, telah jatuh ke tanah guna
memulihkan kita. Ia menunggu kita seperti menunggu anak-Nya yang hilang itu
pulang…!
Senin, Maret 21, 2016
MENCIPTAKAN BETHANIA…!
Di tengah kerisauan hati jika mau menghadapi
tugas berat, suasana hati kita semakin terasa tidak nyaman. Pada saat seperti
itu sering kita terdorong untuk mencari penghiburan dengan menciptakan suasana gembira,
misalnya dengan mengadakan rekreasi dan makan bersama, sambil berbasa basi dan
bersenda gurau dalam cerita-cerita dan humor-humor yang menyenangkan. Dengan suasana
ini hati yang risau pasti terobati walaupun tidak selamanya hilang.
Sebagai manusia, Yesus membutuhkan
suasana kebersamaan seperti itu, sebab sedikit waktu lagi Ia akan menghadapi
tugas yang amat berat dalam hidup-Nya. Tinggal seminggu lagi orang Yahudi
merayakan Paska, dan Paska itu adalah yang terakhir bagi-Nya. Karena itu Ia
coba menciptakan kebersamaan dengan para sahabat-Nya, yaitu murid-muridNya
sendiri dengan Lazarus, Marta dan Maria. Kebetulan seminggu sebelumnya Ia
membangkitkan Lazarus dari kematiannya. Ia ingin menengoknya sekali lagi guna
memastikan perkembangan kesehatan yang dialami sahabat-Nya itu. Apakah Lazarus
sungguh-sungguh sehat ataukah masih perlu perawatan lanjutan…?
Ketika tiba di rumah ketiga bersaudara
ini tampaknya Lazarus sehat dan mereka pun sibuk dalam cerita-cerita. Pada saat
istimewa itu saudari Lazarus yang bernama Maria mengambil minyak narwastu lalu
mengurapi Yesus hingga seluruh ruangan diliputi keharuman wangi-wangian yang
semerbak baunya. Suasana itu tentu terasa nyaman dan menyenangkan. Perbuatan Maria
ini dinilai Yesus sebagai persiapan untuk kematian-Nya. Kehadiran Yesus di
tengah ketiga bersaudara ini berhasil membuat Bethany menjadi tempat yang
menyenangkan (Yoh 12:1-11). Atas dasar itulah saya boleh mengatakan mari MENCIPTAKAN BETHANIA.
Nabi Yesaya, tujuh abad sebelum
kedatangan Yesus ke dunia sudah bernubuat bahwa “Lihat, itu hamba-Ku yang
Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh
Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak
akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh
yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya
tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. Ia
sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia
menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya” (Yes 42:1-4).
Nubuat ini mau menyatakan kepada kita bahwa Putera Manusia yang dipenuhi Roh Allah
itu akan mengalami tugas berat, menjadi seperti buluh yang patah terkulai dan
seperti sumbu yang pudar nyalanya, namun Ia tak akan patah atau tak akan pudar
nyalanya. Sebab Ia datang atas nama diri-Nya sendiri melainkan atas perintah
Bapa-Nya.
Yesus tahu akan semua yang akan
terjadi atas diri-Nya, karena itu dalam banyak kesempatan sebelum ke Bethany
itu Ia sendiri sudah seringkali mengatakan dengan terus terang bahwa Ia akan
ditangkap, diadili dan dihukum mati di salib. Meskipun Ia menerima tugas ini
dengan penuh penyerahan diri dan taat pada kehendak Allah, dengan menciptakan
persaudaraan Bethany ini Yesus siap menerima tugas berat itu dengan suatu
keyakinan bahwa Ia akan menyelesaikan tugas itu dengan sempurna dan Ia menang, dosa
manusia akan ditebus dengan wafat dan kebangkitan-Nya.
Di tengah dunia yang penuh pencobaan
dan godaan ini, banyak orang risau, galau, takut dan jika tak teratasi mereka
tenggelam dalam keputusasaan. Yang dicari di tengah suasana seperti ini adalah
hiburan-hiburan semu yang tidak membebaskan. Hari ini Yesus menunjukkan kepada kita
satu jalan yang menyenangkan dalam mengatasi tantangan-tantangan hidup yakni menciptakan
persaudaraan Bethania…! Di sana ada perjumpaan dengan Tuhan, ada cerita-cerita
bersama-Nya, ada syering-syering iman tentang-Nya, ada doa dan dan ekaristi, ada
urapan wewangian rahmat yang ditimbulkan olehnya, maka segala kerisauan hati
pun lenyap dan pergi bersama berlalunya waktu…!
Minggu, Maret 20, 2016
PERARAKAN KEMENANGAN SANG RAJA…!
(Minggu Palma)
Dalam ajang pemilukada serentak yang telah
berlangsung pada tengah tahun 2015 hingga hari Pemilu 9 Desember 2015 itu, kita
telah melihat pelbagai macam atraksi kegiatan yang dilakukan para calon bupati
dan gubernur bersama tim suksesnya untuk memenangkan pemilu pada hari pemilihan.
Ada atraksi arak-arakan saat pendaftaran dan sesudah pendaftaran calon, ada
arakan disertai slogan-slogan saat kampanye, baik waktu kampanye biasa maupun saat
kampanye akbarnya. Setiap tim sukses dan para pendukungnya mengelu-elukan
calonnya dengan berbagai slogan untuk meyakinkan masyarakat bahwa calonnya itu
yang terhebat dari antara calon yang lain. Kita menyebut ajang ini sebagai
pesta demokrasi, di mana rakyat berpesta, bereforia untuk memilih pemimpin yang
tepat bagi daerah atau provinsinya.
Pesta demokrasi ini adalah kegiatan
politik yang melibatkan seluruh rakyat untuk memilih pemimpin pemerintahan
duniawi. Memang hal ini amat perlu dilakukan supaya terpilih seorang pemimpin
yang bisa mengatur pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab dalam
membangun daerah – provinsi sehingga seluruh rakyat boleh menikmati kemakmuran
sebagaimana tertulis dalam cita-cita kita bersama yang termuat dalam dasar negara
kita: Pancasila dan UUD ’45. Sesudah pelantikan para pemimpin yang terpilih ini
kita tunggu apakah mereka akan mewujudkan visi misinya…?
Tuhan Yesus yang diarak orang banyak hari
ini menuju kota Yerusalem bukanlah sebuah ajang pesta demokrasi, bukan juga
sebuah eforia politik yang dilakukan partai-partai pendukungnya untuk
memenangkan pemilukada melainkan sebuah arakan kemenangan Allah atas dosa dan
derita yang dialami manusia, yang diperlihatkan Yesus kepada umat Israel. Ia memulainya
dengan sebuah aksi kegembiraan disertai sorak sorai tetapi menuju kesengsaraan-Nya,
agar kita mengerti bahwa kemuliaan Yesus bukan hanya terletak pada
kejayaan-Nya memasuki Yerusalem melainkan pada peristiwa kematian-Nya di kayu
salib, guna menebus manusia dari dosanya. Salib Yesus adalah lambang kemenangan
Allah atas dosa, penderitaan dan maut. Karena itu setiap orang yang percaya kepada-Nya
dan mau berjalan bersama-Nya di jalan ini akan menjadi pemenang dalam
perjuangan melawan dosa, penderitaan dan kematian.
Karena Yesus tahu tentang
tujuan ini maka Ia tidak gentar sedikit pun meskipun Dia tahu akan ada
perlawanan untuk menangkap-Nya dan mengadili-Nya dengan cara tak adil, atau Dia
tahu bahwa akan menghadapi siksaan kejam tanpa perikemanusiaan, walaupun Dia
tahu akan memikul salib berat menuju Golgotha dan di sana akan disalibkan, Ia
tetap maju dalam sorak sorai rakyat yang sama-sama berseru: Hosana Putera Daud…!
Yesus tidak takut akan
semuanya ini dan menurut nabi Yesaya dalam bacaan pertama: “Tuhan ALLAH telah
memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat
memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam
pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka
telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi
punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang
yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan
diludahi. Tetapi Tuhan ALLAH menolong
aku” (Yes 50:4-7). Allah sendiri yang merencanakan dan menolong-Nya.
Yesus tahu semua ini adalah
rencana Allah dan Ia harus taat kepada Allah yang mengutus-Nya, Ia tidak
memberontak dan juga tidak mau berpaling ke belakang untuk melarikan diri,
tetapi sebaliknya memberikan punggungnya untuk didera dan disiksa. Rencana Allah
ini bukan rencana kejahatan tetapi rencana kemenangan. Rencana untuk memulihkan
hubungan yang telah putus antara Allah yang mahakudus dan manusia yang berdosa.
Sebelum semuanya ini terjadi, dalam pewartaan-Nya, Yesus telah memperkenalkan sikap
Allah yang penuh belaskasih kepada semua orang. Maka arakan kemenangan ini
adalah arakan kemenangan kita, sebab Tuhan berpihak kepada kita dan
menyelamatkan kita. Kata St. Paulus:“dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan
mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada
di bawah bumi” (Fil 2:8-10).
Dalam dunia politik dengan
azas demokrasi di atas orang bereforia demi jabatan, nama besar, kekuasaan,
harta dll karena itu orang bisa mengejarnya dengan menghalalkan segala cara, namun
dalam dunia Yesus, eforia itu dilakukan demi kemuliaan nama Bapa-Nya dan demi
keselamatan seluruh umat manusia. Ia merendahkan diri-Nya bukan demi jabatan,
nama besar serta kehormatan, kuasa atau pun harta melainkan demi keselamatan manusia
seutuhnya. Itulah kemenangan-Nya bagi kita hari ini. Maka kalau kita tahu bahwa
penderitaan kita akan menuju sebuah kemenangan iman agar bisa diselamatkan dari
dosa, Allah pasti menolong kita. Di balik
ketidakberdayaan kita, akan ada kuasa yang memberdayakannya, yakni kuasa dari
Yang Mahakuasa…!
Sabtu, Maret 19, 2016
KETULUSAN YOSEF ADALAH KEBAHAGIAAN MARIA…!
(Pesta St. Yosef)
Panggilan Tuhan untuk mengambil bagian
dalam karya keselamatan bagi manusia terjadi dengan pelbagai cara. Abraham didatangi
Allah sendiri dan mengajak dia pindah dari kampungnya menuju tanah terjanji,
tanah yang subur dan kaya dengan janji-janji yang hebat dan luar biasa. Abraham
percaya dan pergi, lalu setibanya di sana semua janji itu terpenuhi. Abraham dipuji
sebagai bapa bangsa yang beriman teguh. Maria didatangi malaikat Gabriel yang
menyampaikan pesan surgawi bahwa ia dipilih menjadi Bunda Yesus melalui peran Roh
Kudus. Maria menerima pilihan itu dalam iman dan ia pun mengandung Yesus, Sang
Juru Selamat. Panggilan Yosef terjadi dalam mimpi, ia diminta kesediaannya oleh
seorang malaikat agar menerima Maria sebagai istrinya di saat ia masih
berencana memutuskan tali pertunanganan karena dia sudah tahu bahwa Maria mengandung.
Yosef mengimani pesan itu dan menjadi suami Maria. Kesiapan Yosef menerima
Maria adalah sebuah ketulusan iman Yosef yang percaya dan taat Allah. Ketulusan
itu membuat Maria berbahagia, sebab dengan itu Maria bebas dari tuduhan
masyarakat banyak bahwa ia mempunyai anak tanpa suami. Jika tidak demikian ia bisa
dirajam dengan batu menurut hukum Musa (bdk. Mat 1:16.18-21.24a).
Abraham, Maria dan Yosef yang kita
sebut namanya di atas telah direncanakan Tuhan untuk mengambil bagian dalam
rencana penebusan manusia. Abraham dipanggil menjadi cikal bakal bangsa yang
baru, bangsa yang terberkati, bangsa terpilih. Abraham melahirkan Ishak dan
kemudian bangsa ini menamakan dirinya bangsa Israel, bangsa yang hidup dalam
iman akan Allah yang esa dan mahakuasa. 2000 tahun kemudian dari keturunan
Abraham yang terberkati ini lahirlah Maria, orang Nasareth. Ia dipertemukan
dengan Yosef, keturunan Daud. Pengalaman perjumpaan ketiga tokoh iman ini
dengan Allah, tampaknya sederhana atau biasa saja, tetapi peran mereka masing-masing
menghasilkan sesuatu yang luar biasa – penebusan bagi umat manusia.
Dalam hubungan dengan pesta hari ini,
Gereja memilih bacaan pertama tentang janji Allah kepada Daud. Janji itu berisi
mengenai rencana Allah untuk mengokohkan takhta kerajaan Daud selama-lamanya,
melalui keturunannya termasuk Yesus Kristus (2 Sam 7:4-5a.12-14a.16). Alur rencana
Allah dalam diri Abraham, Ishak, Yakub, dst hingga Maria dan Yosef bukan suatu
kebetulan, tetapi tanda kesetiaan Allah terhadap bangsa pilihan-Nya dan umat
manusia. Keunggulan tokoh-tokoh ini dipakai Tuhan untuk mewujudkan
rencana-rencana-Nya. Mereka telah mengimani panggilan Tuhan dan melalui mereka
terwujudlah keselamatan.
Setiap orang yang percaya dapat
dipakai Tuhan untuk mewujudkan rencana keselamatan-Nya atas dunia ini. Panggilan
itu bukan bergantung kepada layak tidaknya kita di hadapan Tuhan, tetapi itu
terjadi semata-mata atas kehendak dan rencana Tuhan sendiri, panggilan bisa
datang pada orang baik pun bisa terjadi pada orang berdosa. Yang pasti semua panggilan
Tuhan atas diri kita bertujuan untuk menyelamatkan kita sendiri dan sesama manusia
di dalam dunia ini. Jika ketulusan Yosef telah membahagiakan Maria dan
menyelamatkan manusia, maka ketulusan jawaban kita atas panggilan akan
menyenangkan Tuhan sendiri dan membahagiakan sesama yang ada di sekitar kita. Tuhan
bukan hanya memerlukan Abraham, Maria dan Yosef. Pada zaman ini Tuhan
memerlukan kita…!
Langganan:
Postingan (Atom)