Ada sebuah
kalimat bijak berupa kebenaran sekaligus menjadi kebajikan yang sudah dihayati
dan dilakukan banyak penderma, sponsor, donatur, dalam hidup mereka yakni: “Jika engkau selalu memberi, engkau tidak
akan pernah berkekurangan”. Kebenaran ini selalu mendorong mereka untuk
berbagi atau memberikan sekian prosen dari hasil yang mereka terima setiap
bulan atau tahun entah dari gajinya atau dari penghasilan apa saja yang mereka
terima dalam hidup ini.
Kitab Sirakh
dalam bacaan pertama hari ini menulis banyak hal yang berhubungan dengan
kebajikan-kebajikan orang-orang yang beriman
kepada Tuhan. Dalam bab 35 ayat 7-9 ditulis demikian: “Muliakanlah Tuhan dengan kemurahan, dan buah bungaran di tanganmu
janganlah kausedikitkan. Sertakanlah muka yang riang dengan segala pemberianmu,
dan bagian sepersepuluh hendaklah kaukuduskan dengan suka hati. Berikanlah
kepada Yang Mahatinggi berpadanan dengan apa yang Ia berikan kepadamu, dengan
murah hati dan sesuai dengan hasil tanganmu”. Hemat saya bagi orang-orang
yang sudah biasa melakukan kebajikan memberi, firman ini selalu menjadi
kesukaan bagi mereka, entah ketika mereka berpenghasilan banyak, cukup atau
tidak sama sekali. Melalui kebiasaan memberi, mereka semua bersaksi: dengan memberi kebahagiaan mereka
disempurnakan Tuhan.
Jika kita kembali
kepada kehidupan jemaat perdana yang ditulis dalam Kisah Para Rasul, Gereja
awal ini justru berkembang pesat bukan
saja karena doa, sabda dan perjamuan bersama tetapi juga karena
kebajikan-kebajikan memberi. Apalagi kita tahu bahwa jemaat perdana pada
dasarnya sudah memiliki kebiasaan memberi 10% dari hasil yang mereka dapatkan
dalam hidup dan karya, karena hal itu sudah diatur dalam hukum taurat perjanjian
lama.
Sebaliknya kebajikan
bermurah hati (memberi) ini tentu sangat berat rasanya bagi mereka yang tidak memiliki
semangat berbagi karena kikir, takut kekurangan, merasa belum cukup, merasa
tidak perlu, atau karena egoisme sempit atau ingin menumpuk kekayaan untuk diri
sendiri. Kita lihat dalam hidup bernegara sangat banyak orang yang
menyembunyikan kekayaan mereka dan tidak mau melakukan “tax amnesty”; dalam
hidup menggereja masih ada sangat banyak orang yang memberi sambil mengeluh
atau memberi dengan muka muram. Karena itu penulis KItab Sirakh melanjutkan
nasihatnya dengan menulis: jika engkau murah hati, “Tuhan itu pembalas, dan engkau akan dibalas-Nya dengan tujuh kali lipat”
(Sir 35:10).
Sesudah mendengar
perkataan Yesus tentang betapa sukarnya orang kaya masuk Kerajaan Allah karena
tidak mau berbagi (injil kemarin). Petrus lalu bertanya kepada Yesus tentang
penyerahan diri mereka (para rasul) kepada-Nya, yang meninggalkan
segala-galanya dan mengikuti Dia. Dengan enteng Tuhan menjawab: jangan cemas,
kamu semua akan menerima 100 kali lipat, baik rumah, saudara-i, ibu, anak maupun
ladang termasuk hidup kekal, sekalipun disertai banyak cobaan dan penganiayaan
(Mrk 10:28-31). Pertanyaannya, apakah jawaban Tuhan Yesus sungguh nyata dalam
kehidupan para rasul?
Hemat saya kita
semua mengimani apa yang mereka imani. Mereka telah menjadi soko guru bagi berdirinya
Gereja Kristus hingga saat ini sampai selama-lamanya nanti. Tak satu pun nama
para rasul yang tidak dikenang, mereka semua telah menjadi teladan istimewa
bagi Gereja Kristus. Mereka semua telah mengalami apa yang dijanjikan dan
dinubuatkan Kristus kepada mereka. Bukankah Gereja sepanjang masa telah
mengalami hal yang sama dalam kehidupan kaum religius, kaum awam dan
orang-orang kudusnya?
Maka, “muliakanlah
TUHAN dengan kemurahan hatimu”.