Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!

Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!
❝ Your Word is A Lamp for My Feet, A Light for My Path. ❞     「Psalm 119:105  —  The New American Bible, Revised Edition (NABRE).」

Alkitab On-Line

 

Alkitab On-Line :

Ketik Kata atau Ayat :

Alkitab    Bahan

Amazon Associates Rotating Banner

Search Engines with English Only

Selasa, Januari 31, 2017

AKU DI SINI, JANGAN TAKUT !



Tuan Patrik ingin melatih anaknya Melki, berusia 5 tahun, untuk berenang di kolam renang yang dalamnya lebih dari 1,5 meter. Melki menangis ketakutan karena sebelumnya ia hanya dilatih untuk berenang di pinggiran kolam. Ia takut tenggelam. Tetapi ayahnya meyakinkan dia berulang-ulang dan mengatakan: “Aku di sini nak, jangan takut”. Setelah diyakinkan selama kurang lebih 15 menit, Melki mengumpulkan keberaniannya dan melompat ke dalam kolam itu. Ia tenggelam sedalam 1 meter lalu naik lagi ke atas, saat itu juga ayahnya melompat dan berenang di sampingnya lalu menuntun Melki terus berenang melintasi kolam itu hingga ke pinggiran yang lain. Sesudah istirahat 15 menit, ayahnya menyuruh Melki berenang sendirian tanpa dituntun. Tanpa rasa takut Melki berenang dan ayahnya hanya mengikuti anaknya di pinggir kolam hingga sampai ke tujuan yang ditentukan. Begitulah cara Tuan Patrik, 2 kali seminggu, melatih anaknya berenang dan semakin hari Melki semakin berani untuk berenang sendirian. “Aku di sini nak, jangan takut”. Kata-kata itulah yang meyakinkan Melki bahwa ayahnya selalu bersama dia, menjaganya dan melindunginya. Kalimat ayahnya itu dirasa Melki seperti kekuatan yang datang dari Tuhannya.

Setelah 12 tahun lelah mencari tabib abal-abal, wanita yang sakit pendarahan itu menemukan tabib Ilahi-nya. Meski Yesus berada di tengah kerumunan banyak orang, ia menerobos kerumunan itu dengan keyakinan yang dalam: “asal kujamah jumbai jubahnya, aku akan sembuh”. Tanpa rasa takut ia mengulurkan tangannya menjamah jumbai jubah Yesus dan seketika itu juga wanita itu merasa pendarahannya berhenti. Ia sembuh. Yesus pun melakukan konfirmasi untuk mengetahui siapa yang menjamah jumbai jubahnya, karena Yesus sendiri merasa ada kuasa penyembuhan yang mengalir dari dalam diri-Nya. Wanita itu ketakutan karena ia terpergok melakukan sesuatu tanpa izin Tuhannya. Ketika Yesus tahu tentang dirinya, Yesus balik memujinya dan berkata: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"! seolah-olah wanita itu merasa ucapan Yesus itu berbunyi: Nak, aku di sini, jangan takut.

Dari cerita Injil hari ini, sesungguhnya tujuan utama dari kehadiran Yesus di situ adalah rumah Yairus, kepala rumah ibadat, yang anaknya ditimpa sakit keras. Yairus memohon Yesus dengan sangat agar mau datang ke rumahnya untuk menyembuhkan anaknya. Akan tetapi sebelum Yesus tiba di rumah Yairus, seorang pembawa berita datang dari rumahnya dan mengatakan: “Anaknya sudah mati, karena itu Yesus tak perlu pergi lagi datang ke rumahnya”. Yairus tentu sangat sedih mendengar berita itu, karena hanya satu itulah anaknya. Reaksi Yesus luar biasa: "Jangan takut, percaya saja!". Yesus melanjutkan perjalanan-Nya ke rumah Yairus tanpa peduli dengan komentar-komentar miring dari orang-orang sekitarnya. Tiba di rumah Yairus, Yesus meminta supaya Ia hanya ditemani oleh kedua orang tua anak itu dan 3 orang murid-Nya sebagai saksi dari mujizat yang akan dilakukan-Nya. Yesus masuk bersama mereka ke dalam kamar anak itu dan berkata: "Talita kum! ("Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!"). Anak yang sudah mati itu mendadak bangun dan jalan. Lalu Yesus menyuruh orangtuanya untuk memberi makan kepada anaknya itu (Mrk 5:21-43). Peristiwa ini seolah-olah mengatakan kepada kita juga: Aku di sini, jangan takut! Semua orang takjub menyaksikan peristiwa itu.

Apa kesimpulan penulis Kitab Ibrani tentang Yesus hari ini? Saya hanya mengutip kembali kalimatnya: “Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Lakukan segala sesuatu dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa” (Ibr 12:1-3).

Inti dari pesan Ibrani ini: tanggalkan semua beban dan dosa, tekunlah dalam perlombaan yang menjadi kewajiban kita dalam hidup ini, pandanglah Yesus yang selalu siap menolong kita dan jangan lemah dan putus asa dalam hidup, dalam doa dan karyamu! Ia berkata: Aku di sini, jangan takut! Sebagaimana tuan Patrik menyertai dan membimbing anaknya untuk bisa berenang bersamanya, demikianlah Tuhan membimbing kita agar memandang Dia dan mau berjalan bersama-Nya.


Senin, Januari 30, 2017

RENCANANYA SELALU LEBIH BAIK !

Dalam banyak hal ketika kita sudah bekerja, kita menyusun rencana-rencana, ada jangka panjang dan ada jangka pendek. Ketika semua rencana sudah matang, kita melaksanakannya dan kalau pelaksanaannya berjalan baik, maka hati senang dan bahagia. Jika berjalan baik atau berhasil kita katakan kita sukses dan mensyukurinya. Akan tetapi banyak juga peristiwa yang menceritakan kisah-kisah kegagalan baik dalam rencana maupun dalam pelaksanaannya. Kegagalan seringkali menimbulkan dampak negatip seperti kecewa, sakit hati, sakit pikiran, marah pada Tuhan atau juga marah pada orang atau pada hal-hal yang menimbulkan kegagalan itu.

Akan tetapi orang-orang yang optimis atau yang beriman teguh akan selalu mengatakan: hari ini boleh gagal, tetapi besok tidak, kita belajar dari kegagalan, sekarang belum saatnya Tuhan buka jalan, itu penyelenggaraan Ilahi dan rencana Tuhan selalu lebih baik. Penulis Kitab Ibrani hari ini mengingatkan kita akan banyaknya tokoh iman dalam Perjanjian Lama yang telah membuktikan bagaimana rencana Tuhan terjadi atas hidup mereka masing-masing. “Tentang tokoh-tokoh iman aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing” (bdk Ibr 11:32-40).  Semua tokoh yang disebut di atas adalah orang-orang pilihan Allah. Walaupun dalam hidupnya mereka berhasil menjalankan misi Tuhan namun tidak selamanya mereka hidup aman dan bahagia terus menerus. Ada juga kegagalan-kegagalannya. Akan tetapi di saat gagal mereka selalu melihat itu sebagai akibat dari dosa lalu mereka menyesalinya dan memperbaiki cara kerja dan cara hidup ke arah yang lebih baik, agar bisa kembali selaras dengan kehendak Tuhan lagi.

Dipandang dari iman kristiani, kegagalan adalah sebuah proses belajar beriman dan berharap kepada Tuhan. Semakin kita ditantang semakin kita menjadi kuat, sebab kita tidak bisa mengandalkan siapa-siapa selain Tuhan yang selalu lebih baik. TUHAN mahakuasa dan selalu membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Rencana-rencana-Nya selalu lebih baik dan mulia, menyelamatkan!

Tuhan Yesus sudah membuka jalan keselamatan bagi penduduk Gerasa, sebab orang yang kerasukan yang selama mengganggu mereka telah disembuhkan. Tetapi mereka takut pada Dia sehingga mereka meminta agar Dia segera pergi dari situ. Mereka tidak mau melihat dan mengalami yang lebih baik yang dikerjakan Tuhan atas hidup mereka, saking tidak mengerti dan takut. Reaksi seperti ini seringkali terjadi dalam hidup kita karena “mindset” yang salah dan tidak mau berubah. Semoga kita tidak demikian. Amin

Minggu, Januari 29, 2017

SEMUANYA DISAPA “BERBAHAGIA” !



Bahagia rasanya hati ini, ketika pada tanggal 25 Juni 1997, kami berada di lokasi Bukit Bahagia, bukit belakang reruntuhan kota Kapernaum, tepi danau Galilea. Kapel yang dibangun untuk mengabadikan tempat Yesus mengucapkan 8 sabda bahagia berdiri mungil di bukit itu. Di setiap jendelanya tertulis masing-masing satu sabda bahagia. Saking banyaknya wisatawan dari manca negara hari itu kami tidak bisa merayakan di dalam kapel itu, tetapi di luar kapel dengan view yang indah kea rah danau Galilea. Saat itu saya membayangkan bagaimana Yesus dikerumuni murid-murid dan banyak orang lain lalu mengajar mereka tentang bahagia.

Mereka yang disapa bahagia itu adalah: orang miskin, yang berdukacita, yang lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, mereka yang murah hati, suci hati, yang selalu membawa damai dan juga mereka yang dianiaya karena kebenaran (Mat 5:1-12a). Mereka ini tampaknya mewakili semua orang Israel yang pada masa itu mengalami penindasan orang Roma. Kelompok manusia tak berdaya ini memang tak berdaya menghadapi penjajah yang sangat represif yang telah bekerja sama dengan golongan menengah ke atas dari bangsa Israel sendiri. Mereka kehilangan pegangan, kehabisan doa pada Tuhan yang membiarkan itu terjadi, mungkin hampir kehilangan iman dan harapan pada Yahwe yang  orang yang berbahagia, karena sesungguhnya saat itu mereka berhadapan dengan Mesias, dengan seseorang yang tidak mereka kenal tetapi yang menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia. Dengan mengatakan bahagia, Allah, yang menjelma dalam diri Yesus, kini datang menyatakan sikap empatinya pada semua orang yang menderita dan tak berdaya namun masih hidup dalam pengharapan akan sesuatu yang lebih baik bagi Israel. Meski mereka miskin secara rohani dan jasmani, miskin akan kebenaran dan keadilan, toh mereka bisa berhadapan dengan Tuhan/Mesias yang dijanjikan Allah kepada para nabi dan nenek moyang mereka. Merasa bahagia dekat pada Tuhan jauh lebih besar dampak kegembiraannya daripada merasa bahagia karena banyaknya harta dan kekayaan duniawi.

Karena itu nabi Zefanya dalam bacaan pertama mengatakan: “Carilah TUHAN, hai semua orang yang rendah hati di negeri, yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati; mungkin kamu akan terlindung pada hari kemurkaan TUHAN” (Zef 2:3). Kekayaan orang yang tinggal dalam kerendahan hati jauh lebih besar kuasanya dari pada kekayaan dari orang-orang yang selalu menyombongkan diri di hadapan Allah. Menurut St. Paulus: “barangsiapa ingin bermegah, hendaklah ia bermegah dalam Tuhan, sebab pada Tuhan kita mendapatkan bisa menemukan segala hal yang kita perlukan bagi hidup sekarang dan akan datang hingga masuk hidup abadi. Alhasil kita lihat gaya Yesus dalam pastoralnya. Ia selalu mendekatkan diri pada orang-orang yang menderita, orang berdosa, orang cacat, orang-orang yang disingkirkan. Dalam istilah modern sekarang ini Yesus selalu option for the poor. Dengan cara pendekatan ini, Yesus ingin mengangkat martabat orang-orang ini agar selalu merasa bahagia dalam hidup, bukannya tertekan dan terpinggirkan.

Sabtu, Januari 28, 2017

ANGIN DAN GELOMBANG TAAT PADANYA !



Selasa, 26 Oktober 2010, seorang yang biasa disebut Mbah Marijan, 83 tahun, juru junci gunung Merapi, yang berdomisili dekat gunung Merapi, Jawa Tengah coba-coba bertahan di tempat ketika gunung itu dinyatakan akan meletus. Dia lebih yakin pada nakurinya yang merujuk pada kebiasaan niteni (memerhatikan) bahwa bahaya letusan gunung itu tidak pernah merambah Dukuh Kinarejo (Kompas.com 27.10.2010), maka sekalipun dibujuk untuk pergi tetapi dia tidak mau pergi dari rumahnya. Saat evakuasi korban oleh tim SAR, jasad Mbah Marijan ditemukan dalam keadaan telungkup di kamar mandinya.

Dalam sejarah bangsa-bangsa sejak dunia diciptakan, salah satu ketakutan utama manusia yaitu pada kekuatan alam, jikalau alam itu bergelora. Tak pernah terdengar cerita bahwa ada seorang pahlawan atau manusia, yang mampu menghentikan gempa bumi, badai hujan dan angin, puting beliung, guntur dan kilat, banjir, letusan gunung api dsb. Semua manusia takut dan takhluk pada kuasa alam.

Namun cerita Injil hari ini mengisahkan pada kita tentang seseorang yang memiliki kuasa melampui angin dan gelora laut yang hampir menenggelamkan perahu para murid. Bersama Yesus yang sedang tidur lelap di buritan perahu melaju di tengah danau. Namun tiba-tiba badai disertai gelombang yang tinggi menerjang perahu itu dan para murid sangat takut dan panik, sebab seluruh lambung perahu sudah penuh dengan air dan bahaya tenggelam mengancam mereka semua. Mereka segera membangunkan Yesus dan berkata: Guru, Engkau tak peduli kalau kita binasa? Yesus segera bangun dan menghardik angin dan gelombang dengan dua kata perintah: Diam, tenanglah !

Perintah “diam” dimaksud supaya angin ribut itu berhenti dan perintah “tenanglah” dimaksud supaya gelombangnya reda. Pada saat angin berhenti dan danau tenang para murid bisa bekerja mengeluarkan air dari dalam perahu dan sesudah itu mereka bisa berlayar terus menuju seberang dengan tenang. Saat itu semua murid pada heran dan tidak mengerti, lalu dalam hati mereka bertanya: Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau taat kepada-Nya? Pertanyaan dalam hati ini muncul karena mereka belum pernah mendengar ataupun melihat bahwa ada seorang manusia yang berkuasa atas gelora alam seperti ini. Yesus juga tidak pernah memberitahu tentang siapa Dia selain hanya menegur mereka dengan berkata: Mengapa kamu tidak percaya? Dengan menyaksikan peristiwa itu para rasul diajar untuk percaya dan membuat kesimpulan sendiri bahwa Yesus bukanlah manusia biasa. Setelah Pentekosta barulah segalanya terungkap.

Ketika mengikuti suara panggilan Tuhan, Abraham tidak pernah bertanya, siapa Engkau yang memanggil aku? Ia hanya mengimani suara panggilan itu dan pergi. Dalam perjalanan ke tanah terjanji Abraham hanya berharap bahwa segala sesuatu yang telah dijanjikan terpenuhi. Harapan itu menguatkan hati Abraham dan istrinya, sehingga keduanya sepakat meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke negeri asing. Dalam hati mereka berharap bahwa Dia yang berjanji itu setia dan mereka akan menemukan suatu tempat diam yang dirancang dan dibangun oleh Allah sendiri. Karena iman dan harapan mereka demikian kokoh maka segala perintah Tuhan mereka lakukan tanpa ragu. Iman mereka pada janji Tuhan tidak pernah melunturkan semangat mereka untuk melintasi padang gurun menuju tanah terjanji, juga tidak membuat mereka takut dan gelisah dan bertanya apakah perjalanan itu bakal selamat atau tidak. Keduanya hanya percaya Allah yang memanggil mereka itu mahakuasa, mahacinta dan setia (bdk Ibr 11:1-2.8-19). Karena itu penulis KItab Ibrani mendefinisikan iman itu demikian: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Iman itu dasar untuk berharap dan bertindak dalam Tuhan.

Kalau badai dan gelora laut itu sudah takhluk pada kuasa-Nya, maka segala yang hal lain yang berada di bawah kuasa itu tak ada apa-apanya bagi Tuhan. Kuasa Tuhan berada di atas segalanya, kuasa itu telah diserahkan kepada Yesus. Bersama Yesus semua yang percaya pasti selamat. Amin




Jumat, Januari 27, 2017

JANGAN LEPAS IMANMU !



Melepaskan iman akan Yesus Kristus, atas dasar pelbagai alasasan, semakin tahun makin menjadi. Kalau ditanya mengapa? Mereka akan menjawab: ini kebebasan dan hak azasi, pasangan hidup saya berbeda dari saya, maka saya memilih agamanya, mereka membiayai pendidikan saya, mereka berjasa atas hidup saya, mereka telah menyelamatkan saya dari kematian. Litani alasan lainnya bisa ditambah sesuai pengalaman yang Anda dengar dan lihat. Tuhan tidak memaksa manusia untuk setia dan taat hidup dalam satu agama saja. Ia hanya menganjurkan kita agar taat dan setia pada satu pilihan saja. Di tempat lain dalam Kitab Suci, Ia bersabda: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga." (Mat 10:32-33). Melepaskan iman kristiani dan masuk agama lain, adalah bagian dari penyangkalan.

Kitab Ibrani mengingatkan kita hari ini tentang penderitaan. Penderitaan adalah bagian dari kehidupan. Dilihat dari iman, penderitaan adalah bagian dari partisipasi kita untuk mengambil bagian dalam kesengsaraan Tuhan bagi keselamatan manusia. Karena itu penderitaan adalah rahmat. Namun apabila karena menderita atau takut menderita kita melepaskan iman kita, maka akibatnya akan sangat menyedihkan, yakni: “Aku tidak berkenan lagi kepadanya”. ------- “Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya”, sebab “kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup” (Ibr 10:38-39). Pilihan iman kita bukan salah pilih, bukan juga salah Gereja dan siapa-siapa yang membuat kita memilih Kristus, tetapi pilihan kita adalah rahmat yang dikerjakan oleh Roh Kudus atas diri para rasul lalu mewariskannya kepada kita dalam Gereja hingga di abad ke 21 ini, bahkan akan berlangsung selama-lamanya.
Pilihan kita memang bukan pilihan yang menyenangkan tetapi sebuah kepastian yang tak terbantahkan. Meskipun pilihan ini sukar, harus memikul salib, namun pilihan ini merupakan terbaik. Dia yang kita pilih telah menjamin keselamatan kita. Walau kita merasa tidak berdaya dan tidak sempurna, namun Ia yang akan menyanggupkan kita untuk melakukan segala yang dikehendaki-Nya. Walau kita merasa seperti biji sesawi yang kecil, namun bila tumbuh menjadi besar, pohon sesawi itu akan menjadi sarang bagi burung-burung (Mrk 4:26-34)

Sering kita mendengar dan mengalami bahwa iman kita akan Kristus dilecehkan, dicap kafir dan tak berguna, bohong dan sebagainya, namun sejarah telah membuktikan bahwa kerajaan Romawi yang kafir dahulu telah hancur tak berdaya. Marilah kita bertahan dan berjalan dalam iman kita akan Dia, dan yakinlah bahwa Dia akan melakukan pekerjaan-Nya untuk membungkam para musuh dan lawan kita. Jaminan kita telah tersedia yaitu hidup kekal sekarang dan selamanya.

Kamis, Januari 26, 2017

IA MEMBUKA JALAN DAN HIDUP BARU !



Salah satu kegembiraan khusus di tahun 1990-an, ketika bertugas di paroki Benteng Jawa, Manggarai Timur, yaitu membuat jalan raya, guna membuka isolasi antara wilayah stasi yang satu ke stasi yang lain termasuk ke paroki lain di utara. Pekerjaan ini dilakukan bersama dengan pemerintah kecamatan, desa dan rakyat dari desa masing-masing. Kerja sama ini sungguh mendatangkan kegembiraan tersendiri karena sudah ada jalan raya dan kunjungan pastoral ke stasi-stasi dapat dilakukan dengan sepeda motor atau mobil. Sebelumnya semua jadwal kunjungan pastoral ke stasi hanya dilakukan dengan berjalan kaki atau berkuda. Adanya jalan raya ini serasa adanya hidup baru. Masyarakat atau umat pun merasakan kegembiraan itu. Jika jalan baru ini ditarik lurus atau disambung-sambung, maka  panjangnya sekitar lebih dari 100 km.

Sehubungan dengan karya keselamatan Yesus Kristus, surat kepada umat Ibrani hari ini mencatat sebuah keyakinan bahwa “darah Yesus” yang tertumpah di kayu salib telah membuka jalan dan hidup baru kepada setiap orang yang percaya. Sebab Ia sendiri, berkat darah-Nya, telah membuka tabir kegelapan dosa, membersihkan hati kita dari segala macam kejahatan dan menempatkan kita di jalan keselamatan, jalan-Nya sendiri. Ia diangkat menjadi Imam Agung Abadi untuk memimpin kita selamanya. Dengan ini Ia mendorong kita agar kita hidup dalam kasih, sebagaimana Ia telah mengasihi kita secara sempurna (bdk Ibr 10:19-25).

Jika kita hidup dalam kasih Kristus, maka hidup kita itu ibarat sebuah pelita bernyala yang harus diletakkan di atas kaki dian guna menerangi seluruh ruangan. Pelita yang bernyala itu lambang Kristus yang mengasihi. Kasih itu menjadikan hidup kita bukan lagi sebagai milik kita sendiri, melainkan milik Tuhan dan sesama, yang harus dipancarkan kepada semua orang di sekitar kita. Karena itulah Tuhan Yesus bersabda: "Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian”, guna memberi terang kepada semua orang di sekitar kita (bdk Mrk 4:21-25)

Dengan percaya kepada Yesus Kristus, hidup kita dipenuhi oleh sinar Ilahi-Nya, bukan untuk kepentingan diri kita saja melainkan supaya kita memancarkan terang itu kepada sesama kita. Oleh karya keselamatan-Nya, Yesus sudah membuka jalan dan hidup baru bagi setiap pengikut-Nya, maka adalah hak dan kewajiban kita untuk membuka jalan dan hidup baru bagi sesama kita juga, sehingga semakin banyak orang yang dapat menemukan jalan dan hidup baru itu, yakni keselamatan sekarang dan selamanya.  

Adhitz Ads