Jika
ada dari antara kita menyongsong Hari Raya Natal tanpa sukacita atau perasaan
gembira, keadaannya patut dipertanyakan: ada apa gerangan? Apakah karena
perayaan itu sudah terlampau biasa dirayakan ataukah karena ada sesuatu yang
tidak beres masih tersandung dalam hati sanubari dalam hubungan dengan Tuhan
dan sesama. Nuansa seputar hari raya Natal sejak perayaan ini dirayakan secara
liturgis entah meriah atau sederhana sesungguhnya mengandung makna sukacita dan
damai. Sebagaimana jika kita merayakan hari ulang tahun kita sendiri dengan
penuh sukacita demikian pun hari raya kelahiran Tuhan ini sejak dahulu selalu
disambut dengan suasana riang gembira.
Bunda
Maria ibu Yesus menyambut kegembiraan ini dengan cara apa? Injil hari ini
menceritakan bahwa sesudah mengalami perjumpaan yang menggembirakan antara dia
dan Elsabeth, Maria mengucapkan kidung magnificat, yang antara lain berbunyi: “Hatiku
bergembira karena Allah Juru Selamatku!” (Luk 1:46-56). Kegembiraan yang
bersumber dari rahmat Ilahi yang diterima oleh seseorang tampaknya jauh lebih
bernilai, lebih dalam, lebih berkualitas rasanya dalam hati jika dibandingkan
dengan kegembiraan jasmani yang kadarnya sementara. Kehadiran Roh Kudus yang
telah membuat diri-nya mengandung kebesaran Tuhan, membuat Maria tak tahan jika
tidak mengucapkan doa magnificat. Doa ini
menunjukkan kepada kita beberapa prinsip bagi doa-doa yang kita panjatkan: dalamnya
ada prinsip kerendahan hati sebagai dasar utama dari doa, terkandung juga iman
kepercayaan seseorang yang sangat mendalam, sebab Maria percaya pada tindakan
Allah atas dirinya, doa ini juga menjadi contoh tentang kenyataan bahwa Allah
senang jika kita sungguh bertanggung jawab dalam menjalankan tugas kita
masing-masing biarpun itu sesuatu yang sangat sederhana.
Dalam
perjanjian lama syukur dan pujian kepada Tuhan tidak diucapkan dengan kidung
seperti yang dilakukan Bunda Maria, Hana ibu Samuel mempersembahkan anaknya itu
kepada Tuhan melalui imam Eli di kenisah (bdk 1 Sam 1:1:24-28). Hana bersyukur
karena permohonannya dikabulkan Tuhan, namun ia tidak menjadikan anak itu
sebagai miliknya, tetapi ia mempersembahkannya kepada Tuhan menjadi pelayan
imam Eli. Kegembiraan Hana meluap-luap karena doanya terkabul maka guna
memenuhi nazarnya kepada Tuhan, ia mengembalikan anak itu menjadi persembahan
bagi Tuhan.
Kegembiraan
yang bersumber pada pengalaman kasih Allah akan menolong kita untuk berbuat
lebih banyak, lebih giat disertai dengan semangat pengorbanan untuk memuliakan
nama Tuhan dalam seluruh hidup kita. Jagalah hati untuk selalu bergembira
menyongsong kedatangan-Nya. Amin