Setiap
kali siswa siswi SMP atau SMA menyelesaikan kegiatan retretnya di tempat itu,
pada hari terakhir mereka selalu mengatakan: “Maunya kami tinggal di sini dulu,
kami sangat menikmati kegiatan retret ini dan juga tempatnya”. Ketika kami
tanya: apa alasannya? Mereka menjawab, “kami menemukan Yesus yang mencintai
kami di tempat ini”. Tuhan Yesus yang dimaksud para siswa dan siswi ini tentu
tidak dijumpai secara fisik tetapi sangat menyentuh perasaan iman dan fisik
mereka akan kehadiran-Nya, mungkin melalui renungan, doa-doa, adorasi, ekaristi,
acara pencurahan Roh dan konselingnya dll.
Yesus
mengajak tiga murid-Nya, Petrus, Yakobus dan Yohanes mendaki sebuah bukit. Dari
bukit itu tampak view yang sangat
indah ke segala penjuru. Ketiganya mengagumi pemandangan itu. Namun yang paling
keren dan menyejukkan hati insani, menggugat rasa “fascinosum et tremendum” yaitu tiba-tiba mereka menyaksikan Yesus
berubah rupa, pakaiannya putih berkilauan sedang berdialog dengan Musa dan
Elia. Ketiganya terhanyut dalam kontemplasi yang dalam dan tanpa sadar Petrus
berkata: "Rabi, betapa bahagianya
kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau,
satu untuk Musa dan satu untuk Elia." Ia berkata demikian, sebab ia tidak
tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Pada saat
seperti itu tiba-tiba mereka mendengar suara yang berkata: “Inilah Anak-Ku yang terkasih,
dengarkanlah Dia”. Pengalaman tak terlupakan ini, bukanlah sebuah
pengalaman iman saja tetapi pengalaman nyata yang mengokohkan iman ketiga rasul
ini bahwa Yesus bukanlah manusia biasa tetapi manusia Ilahi. Meski demikian
Yesus melarang ketiganya untuk tidak menceritakan semua kejadian ini kepada
siapa pun (Mrk 9:2-13)
Melihat
Yesus berubah rupa itu adalah pengalaman nyata, sebab mereka setiap hari selalu
bersama-sama dengan Dia. Melihat Yesus berdialog dengan Musa dan Elia, itu
pengalaman nyata sekaligus iman, sebab kedua tokoh ini telah tiada namun saat
itu mereka datang berjumpa dengan Yesus, tanpa tahu apa thema dialog mereka
saat itu. Semua pengalaman itu kini kita sebut pengalaman iman para rasul sebab
sekarang disajikan dalam bentuk cerita kepada kita. Mereka menceritakan
pengalaman iman itu melalui tulisan Markus, perikope Injil hari ini. Lalu kita
bertanya apa itu iman? Penulis surat kepada jemaat Ibrani menjawabnya sebagai
berikut: “Iman adalah dasar dari segala
sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita
lihat. Sebab oleh imanlah telah
diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa
alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat
telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat” (bdk Ibr 11:1-7)
Karena
mengimani perjumpaan itu, Petrus meminta Yesus agar mereka bisa membuat kemah
di situ, karena ia ingin menikmati perjumpaan yang mulia itu selamanya. Tetapi Yesus
tidak membiarkan itu terjadi, mereka harus pulang dan merenungkan semua
pengalaman itu dalam hati sambil terus menerus berharap bahwa sekali waktu
mereka boleh mengalaminya. Peristiwa itu pasti menguatkan hati para murid itu
untuk tinggal terus bersama Yesus dan pada akhirnya mereka akan membuat
kemahnya di surga bersama Tuhannya.
Kami
ingin tinggal dan membangun kemah di sini. Kerinduan ini adalah kerinduan kita,
ingin tinggal bersama Yesus dalam suasana sukacita dan kebahagiaan. Sesungguhnya
tak ada hambatan bagi kita untuk membuat kemah kebahagiaan kita bersama. Tuhan ada
dalam diri kita dan sesama kita. Bagaimana kita mengimani kehadiran-Nya dalam
tindakan nyata itulah tugas kita yang paling berat. Menciptakan suasana bahagia
bagi sesama di sekitar kita sama dengan menghadirkan Yesus yang berubah rupa di
hadapan ketiga murid-Nya.