Dalam
sebuah acara Kebangunan Rohani Katolik seorang pengkotbah dengan yakin
mengatakan bahwa mujizat masih terjadi, karena Tuhan itu sama, baik dahulu,
sekarang dan maupun pada masa yang akan datang. Ia Allah yang hidup. Ia tak
pernah berubah dalam kasih-Nya. Jika dahulu Ia telah melakukan mujzat, hari ini
Ia akan melakukannya juga, selamanya akan terus dilakukan-Nya, asal saja Anda
percaya dengan penuh pengharapan..... Mendengar
kotbah yang meyakinkan itu seorang ibu, sebut saja namanya Shinta, yang buta
sejak lahirnya, maju dan meminta pengkotbah itu menjamah matanya dan memohon
doanya, agar matanya bisa sembuh dan melihat. Pengkotbah itu maju memenuhi
permintaan ibu Shinta, ia berdoa sejenak dan sesudah itu ia menjamah matanya
dan berseru: “Demi nama Yesus jadilah
matamu terbuka dan melihat”. Mata ibu Shinta pun terbuka dan dapat melihat
dengan terang. Semua orang yang menyaksikan peristiwa itu melompat-lompat dalam
sukacita sambil memuji Tuhan.
Yang
buta dicelikkan Yesus dalam cerita Injil hari ini sama dengan cerita di atas. Mujizat
masih terjadi dan itu terjadi menurut kehendak Allah sebab kasih Allah tak
pernah berubah. Ia mengajar kita untuk percaya dan berharap, sebab Ia tak
pernah mengecewakan siapa pun yang dengan tekun menantikan mujizat atas apa
yang mereka minta dalam doa-doanya, jikalau permintaan itu sesuai dengan rencana
dan kehendak-Nya. Jikalau penyembuhan fisik tidak terjadi, pasti Dia akan
memberikan penyembuhan dengan cara yang lain, yang tak pernah kita duga dan
mungkin hasilnya selalu lebih mulia dan lebih menyenangkan kita.
Permintaan
orang buta dan teman-teman yang menghantarnya tadi, terjadi pada saat yang
tepat ketika Yesus sedang berada di Betsaida, sebuah desa kecil dekat danau
Galilea. Di desa ini juga Yesus pernah mengadakan mujizat perbanyakan roti dan
menyembuhkan penyakit-penyakit. Peristiwa-peristiwa itu telah mengangkat iman
orang buta tadi untuk percaya bahwa permintaannya bakal dikabulkan Tuhan asal
dia yakin akan tindakan Tuhan yang ajaib, lalu datang pada-Nya dengan penuh
iman dan harapan. Benar, iman dan harapannya tidak sia-sia. Tuhan mengabulkan
permohonannya (bdk Mrk 8:22-26)
Selama
berada dalam bahtera, Nuh tak pernah berhenti berdoa dan berharap agar air bah
segera surut. Sesudah 40 hari ia coba mengirim buruk gagak dan merpati guna
memeriksa apakah air itu sudah surut. Ketika kedua burung itu kembali lagi ke
bahteranya, itu berkesimpulan air belum surut. Nuh tunggu 7 hari lagi dan dalam
kurun waktu menunggu itu ia terus menerus berdoa agar air dapat surut kembali. Harapannya
tidak sia-sia. Hujan berhenti dan air pelan-pelan surut. Pada akhirnya bumi
kering dan Nuh turun dari bahteranya, ia langsung bersyukur dengan mendirikan
sebuah mesbah sambil mempersembahkan kurban kepada Allah.
Ketika
kita mengalami bencana dalam kehidupan ini, kita seringkali merasa tak berdaya.
Dunia terasa gelap dan sempit. Kita merasa seperti terkurung dalam kegelapan,
ibarat orang buta dan Nuh dalam bahteranya. Dalam keadaan seperti itu, tak ada
jalan keluar terbaik selain dari pada bertekun dalam iman dan pengharapan
sambil memandang setiap pencobaan dengan cara pandang Tuhan. Tuhan yang kita
percaya bukanlah Tuhan tanpa daya dan kuasa yang besar. Ia mahakuasa, mahabesar
dan sanggup melakukan segala hal melampaui pikiran dan perasaan kita. Kalau
Tuhan bisa mencelikkan mata si buta dan menghentikan hujan dan air bah,
pencobaan-pencobaan yang kita hadapi juga tak ada arti bagi-Nya. Tuhan sanggup
dan sanggup !