Efek
cerita dari menara Babel, menara yang mangkrak dalam perjanjian lama, kini
berkonotasi negatif untuk menyebut semua proyek besar yang gagal, misalnya proyek
Hambalang dan proyek-proyek listrik yang gagal di Indonesia.
Menara
Babel dalam bacaan pertama hari ini adalah proyek ambisius dari manusia-manusia
yang sombong. Manusia ingin mencapai langit dengan membangun menara, sebab mau
hidup setinggi langit, suatu ambisi yang melampaui kemampuannya sebagai manusia
biasa. Cita-cita ambisius ini diketahui Tuhan lalu Tuhan menggagalkannya dengan
mengacaukan bahasa mereka (Kej 11:1-9). Adam dan Hawa jatuh dalam kesombongan
akibat tipu muslihat ular (setan), kini keturunannya jatuh dalam kesombongan
karena ambisi yang tidak masuk akal. Menara Babel adalah ambisi yang tidak
masuk akal, kini menjadi lambang kegagalan akibat kesombongan.
Menurut
Yesus sendiri, jika ingin mencapai surga tidak dengan ambisi menguasai dunia dengan
segala kekayaannya melainkan dengan penyangkalan diri, rela berkorban untuk kemuliaan
nama Tuhan dan kesejahteraan sesama (Mrk 8:34-9:1). Manusia diberi potensi yang
besar, dengan potensi ini manusia bisa memiliki banyak, namun kalau semua yang
banyak itu dipakai untuk kepentingan diri diri sendiri dan keluarga, demi nama besar
dan kekuasaan, tanpa peduli dengan kesejahteraan umum maka semua itu tidak akan
menghantar seseorang menuju surga. Kata Yesus: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan
nyawanya”. Ambisi besar tanpa partisipasi membangun kesejahteraan bersama
adalah ambisi yang konyol yang membuat seseorang kehilangan keselamatan.
Proyek
Hambalang dan proyek-proyek mangkrak lainnya adalah proyek yang bertujuan
membangun kesejahteraan umum. Namun ambisi kekayaan dan kuasa para koruptor membuat
semuanya menjadi menara Babel. Masyarakat Indonesia dirugikan. Triliunan rupiah
hilang tanpa bekas. Kita semua tahu bahwa kemajuan Indonesia dihambat dan dikacaukan
oleh ambisi para koruptor. Karena itu rakyat yang pintar kini tidak mau memilih
pemimpin yang berindikasi korup, yang hanya bekerja untuk memperkaya diri dan
merampok uang rakyat dengan cara mencurinya – atau dengan cara membuat anggaran
yang tidak masuk akal (mark up).
Dalam
konteks manusia zaman ini, utamanya Indonesia, para koruptor adalah pencipta
menara babel – pencipta proyek-proyek mangkrak serta proyek yang tidak bermutu.
Hanya Presiden serta para menteri dan pembantu lainnya yang jujur itu sajalah,
yang bisa mengacaukan ambisi para koruptor ini. Kalau korupsi hilang maka
menara babel itu akan hilang juga. Kalau korupsi hilang maka proyek-proyek akan
sangat bermutu dan rakyat menjadi sejahtera. Semoga segenap rakyat negeri ini
tahu membedakan siapa pemimpin yang korup dan siapa yang tidak, siapa yang suka
menciptakan menara babel dan siapa yang menara kesejahteraan umum. Waspada,
asesoris yang dipakai sering tidak melambangkan hati yang bersih. Memilih pemimpin
jangan lihat asesorisnya tetapi lihat hatinya !