Cerita Yesus dalam Injil hari ini tidak dialami Lazarus dan orang kaya secara duniawi. Sebab Lazarus dalam hidupnya di dunia hingga kematian tetap miskin. Kekayaan baru didapatkannya sesudah jiwanya diselamatkan dan hidup bersama Abraham dalam surga. Demikian juga si kaya itu selama hidupnya tetap kaya sampai mati. Kemiskinan baru dialaminya setelah kematian, sebab Ia mendapat ganjaran yang mengenaskan hidup dalam derita abadi.
Cerita Yesus ini sangat jelas, tertuju pada ganjaran kehidupan. Yesus melihat banyak orang kaya dan bangsawan Israel hidup dalam kemewahan dan tidak berpihak pada orang miskin. Mereka hidup dalam kemewahan dan kesenangan pribadi dan keluarga. Orang miskin yang berada depan mata hanya dilirik sebelah mata. Karena itu Dia mulai bercerita tentang si kaya dan si miskin Lazarus. Lazarus miskin tetapi menjadi kaya dalam hidup abadi. Hal ini mau menggambarkan belaskasih Allah yang berpihak pada "orang-orang miskin tak berdaya, orang-orang kecil yang terbuang, orang-orang pinggiran yang tersingkirkan, menggambarkan sikap Allah yang sangat " option for the poor". Sesudah mati si miskin hidup dalam kekayaan berlimpah. Sebaliknya yang kaya jadi miskin menggambarkan efek dari cara hidup manusia yang tak peduli pada penderitaan sesama yang berada dalam lingkungan hidupnya. Ketika mati si kaya hidup dalam kemiskinan abadi (bdk Luk 16:19-31). Cerita ini diceritakan sebagai peringatan bagi manusia yang egois dan tak peduli pada sesama, yang tak punya semangat dedikasi dan belaskasih.
Apa yang digambarkan Yesus dalam cerita Lasarus yang miskin ini telah diwartakan secara tegas bahkan keras oleh nabi Yeremia. Ia memakai kata yang tajam: terkutuklah! Di akhir wejangannya Yeremia menegaskan :
"Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya." (Yer 17:9-10).
Orang yang miskin hatinya, meski kaya secara materi, bakal mengalami kemiskinan abadi. Sebaliknya orang yang kaya hatinya walaupun ia miskin secara materi akan mengalami kekayaan abadi.
Written by RD. Laurensius Sopang

