(Rabu Abu)
Pak Tono dengan bangganya bercerita tentang kiat-kiat puasanya di 
bulan puasa. Rabu Abu dan Jumat Agung, ia berpuasa dan pantang, ia 
berhenti merokok sepanjang puasa, memberi bantuan untuk panti asuhan, 
dan memasukkan kewajiban APP 10% dari gaji setahun. Ketika mendengar 
ceritanya itu, teman-teman pada senyum simpul karena mereka tahu Pak 
Tono itu termasuk penjudi kelas berat di lingkungannya, punya banyak 
utang dan telah menjual beberapa bidang tanah untuk membayar utang, 
pendidikan anak hanya berharap pada gaji istrinya, sering tidak pulang 
ke rumah hingga pagi hari. Jika ada jaga malam untuk orang mati dia 
selalu ada di sana. Pak Tono menjalankan puasa lahiriah, tidak disertai 
dengan sikap tobat atau puasa batiniah. Ia hanya mengoyak pakaiannya 
bukan mengoyak hatinya. Ini puasa yang mubazir.
Nabi Yoel 
mengingatkan umat Israel bahwa puasa yang benar itu bukan mengoyakkan 
pakaian tetapi mengoyakkan hati. Puasa itu bukan pamer hal-hal lahiriah 
tetapi usaha tobat yang sungguh untuk merubah sikap hidup yang buruk 
menjadi baik. Tuhan tidak minta kita untuk pamer kebaikan lahiriah, 
walaupun hal itu juga penting, namun yang lebih penting adalah bertobat 
dan membaharui hidup, dari manusia lama menjadi manusia baru (Yoel 
2:12-18). Hidup di bawah bimbingan Roh Tuhan, yang mencintai kebenaran 
dan hukum-hukumnya. Kasih yang benar lahir dari hati yang bersih bukan 
dari kemunafikan. 
Hidup dalam dosa itu hidup terpisah dari cinta
 Allah. Hidup dalam kebenaran dan kesalehan adalah buah dari sukacita 
dalam Roh. Karena itu St. Paulus menulis: "dalam nama Kristus kami 
meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak
 mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam 
Dia kita dibenarkan oleh Allah. Sebagai teman-teman sekerja, kami 
menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih 
karunia Allah, yang telah kamu terima". (2Kor 5:20-21;6:1). Hidup benar 
dan baik adalah hidup dalam Allah sambil menghayati kejujuran dan 
keadilan dan suka akan buah-buah roh yaitu kasih, sukacita, damai 
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, 
dan penguasaan diri" (Gal 5:22-23).
Yesus sendiri dalam 
wejangan-Nya terhadap para murid mengatakan: "Ingatlah, jangan kamu 
melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, 
karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.
 Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal 
itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di 
lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: 
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya" (Mat 6:1-2) Dalam 
wejangan-Nya secara implisit Yesus ingin mengatakan bahwa puasa yang 
benar adalah berusaha hidup damai dengan Tuhan (tobat) dan hidup dalam 
kasih dengan sesama (berbuat baik). Kalau puasa kita hanya terbatas pada
 hal-hal lahiriah maka tak ada faedahnya untuk dibanggakan. Sesungguhnya
 kita gagal dalam menjalankan puasa. 
Berpuasa tanpa merubah sikap hati, tanpa belaskasih dan damai hanyalah sebuah bentuk kemunafikan dalam hidup beragama.
Written by RD. Laurensius Sopang

