Pada zaman hidupnya nabi Yesaya bangsa Israel sudah mempunyai aturan puasa dalam agamanya. Namun mereka terjerumus dalam puasa basa basi, asal puasa tetapi masih melakukan perbuatan tidak adil, "membelenggu sesama dengan mendesak-desak kaum buruh, berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi" (Yes 58:3-4). Karena itu Tuhan mendesak Yesaya dengan berkata: "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk" (Yes 58:6).
Pada hari Rabu Abu saya pernah menulis bahwa puasa yang sesungguhnya adalab merubah sikap hidup, bertobat dari dosa, menyingkirkan segala bentuk ketidakadilan yang kita lakukan terhadap sesama, membebaskan diri dari belenggu-belenggu dosa dan kejahatan, lalu berbalik ke jalan benar, jalan Tuhan. Tobat lebih penting dari puasa, berbuat baik lebih penting dari pantang. Nilai dari tobat dan berbuat baik ganjarannya surga. Puasa dan pantang tanpa tobat adalah kemunafikan.
Mengapa para murid tidak berpuasa ketika orang lain berpuasa. Yesus menjawab: "selagi mereka masih melayani pengantin (Yesus) mereka tak perlu berpuasa". Dalam hidup beriman menjalin hubungan baik dengan Tuhan dan sesama dalam sikap rendah hati itu jauh lebih penting dari pada berpuasa dan berpantang hanya untuk mencari pujian dan dilihat orang. Murid-murid ingin belajar lebih banyak dari guru-Nya yakni Yesus sendiri. Dalam proses ini mereka sudah menemukan kebahagiaan untuk melayani-Nya. Sesudah proses pembelajaran itu berlalu mereka akan menjalankan puasa (bdk Mat 9:14-15).
Puasa yang baik selama 40 hari ini adalah ada bersama Yesus, belajar dari Yesus dan berusaha membongkar segala belenggu yang mendera diri dan sesama lalu memasuki kemenangan Paska dengan sorak Alleluya…!
Written by RD. Laurensius Sopang