Ketika masih remaja SD dan SMP saya merasa sangat tertarik melihat
beberapa missionaris Jerman yang menjadi pastor paroki kami. Pada masa
itu kunjungan dari kampung ke kampung atau dari stasi ke stasi hanya
bisa dengan berkuda atau berkaki. Tetapi kegiatan kunjungan itu mereka
lakukan secara berkala, menginap satu atau dua malam di setiap stasi
sambil melayani katakese umat, katakese sekolah, mendengar pengakuan
dosa, merayakan Ekaristi, baptisan anak dan pemberkatan nikah. Seperti
kata pepatah "sekali berdayung dua tiga pulau terjangkau". Tampaknya
mereka menikmati pelayanan itu tanpa pamrih, penuh dedikasi dan
pengorbanan, tetapi wajah mereka selalu menampakkan sukacita Injili.
Ketika menjadi pastor paroki di tahun 1985-an, saya coba meniru apa
yang pernah dihayati dan dilakukan para missionaris ini. Ternyata saya
juga menikmati pelayanan itu dengan sukacita. Sebab umat yang sederhana
di kampung, desa dan stasi sangat bergembira ketika kebutuhan rohani
mereka dilayani dengan baik. Ketika umat Allah merasakan pengalaman
perjumpaan dengan Tuhan dalam cara itu, partisipasi umat menjadi sangat
aktip dan mereka terpacu ke arah pertumbuhan iman yang positip. Saya
berkesimpulan: kunci kemajuan dalam hidup menggereja sangat ditentukan
oleh semangat para gembalanya. Pelayanan yang baik dari para gembala
mendorong partisipasi yang baik dari umatnya. Berkeliling sambil
mengajar dan berbuat baik adalah kuncinya.
Tuhan Yesus tidak
belajar ilmu manajemen dengan segala metodenya, Dia juga tidak
merumuskan peluang serta menentukan indikator-indikator. Jika membaca
cerita para penginjil Dia hanya berkeliling sampai ke kampung-kampung
berada di tengah-tengah umat, mengajar sambil berbuat baik, menyembuhkan
yang sakit dst. Kuncinya adalah berkeliling sambil mengajar dan berbuat
baik (Mrk 6:1-6). Walaupun kegiatan pastoralnya selalu dipantau para
intel dari kaum Farisi dan ahli Taurat serta imam-imam Yahudi, Yesus
tetap saja berkeliling dan mengajar hingga Dia ditangkap, didera dan
dihukum mati. Tuhan Yesus melakukan itu tanpa mengenal lelah demi
keselamatan umat pilihan Allah.
Akibat dari hiruk-pikuk yang
mendera istananya, Daud selalu merasa tidak nyaman. Ia mulai membuat
sensus atas rakyatnya untuk mengetahui kekuatan, peluang dan prediksi
indikator-indikator kekuatan dalam membangun strategi perang melawan
musuh-musuhnya. Hal itu dipicu oleh kekuatiran akan kekalahan yang bakal
menimpanya. Tampaknya ia tidak lagi mengandalkan kuasa Ilahi yang
menyertainya seperti dahulu ketika melawan tentara Filistin dan tentara
negeri sekitarnya. Ia lupa akan semua kemenangan yang dialaminya ketika
ia hanya mengandalkan pertolongan dari surga. Dosa telah merusak iman
dan harapan Daud pada Tuhan. Efeknya ia tidak tahan terhadap serangan
penyakit dan menjadi lemah (bdk 2 Sam 24:2.9-17).
Berkeliling
sambil mengajar dan berbuat baik adalah cara pastoral Yesus Kristus.
Dibanding dengan metode zaman ini mungkin metode Yesus dianggap sebagai
metode klasik. Namun ketika para missionaris dan banyak gembala lain
sesudahnya hingga sekarang mencoba melakukannya justru menyemangati umat
yang mereka layani. Belajar dari Yesus, berguru pada cara pastoralnya,
sambil mengandalkan penyertaan dan pertolongan-Nya juga menjadi
primadona dalam pelayanan para rasul-Nya. Semakin tekun berkeliling dan
mengajar, semakin banyak benih kebaikan yang ditabur; semakin banyak
benih kebaikan yang ditabur semakin banyak buah kebaikan yang dipetik.
Roh Tuhan bekerja melalui kebaikan yang ditabur. Selamat melayani…!
Written by RD. Laurensius Sopang