Dalam suatu kesempatan retret, para orangtua murid
SD yang anak-anaknya dipersiapkan untuk menerima komuni pertama, diberi
kesempatan untuk syering tentang situasi anak-anak mereka di rumah. Dari 360
keluarga, sekitar 70% orangtua syeringnya bersifat keluhan-keluhan tentang anak
mereka masing-masing yang sulit dididik dan dinasihati karena anak-anaknya selalu
membuat perlawanan dan kepala batu. 20% orang tua yang syeringnya menceritakan
keadaan anak yang kadang-kadang baik tetapi juga kadang-kadang buruk dan hanya
10% yang baik dan penuh sukacita. Sesudah mendengar syering itu kami bertanya:
berapa keluarga yang selalu mengadakan doa atau ibadat bersama dalam
keluarganya? Yang mengangkat tangannya sekitar 10 keluarga dari 360. Berapa keluarga
yang doa bersamanya seminggu sekali? Yang angkat tangan sekitar 30 keluarga. Berapa
keluarga yang tidak pernah berdoa bersama dalam keluarga baik pagi maupun
malam? Semua yang sisanya yaitu 320 keluarga. Kesimpulan kami banyak keluarga
yang hatinya menyimpan tanah berbatu sehingga tidak heran kalau mereka
berhadapan dengan anaknya yang berhati batu! Meskipun masih banyak faktor lain yang
menjadi penyebab dari keadaan berbatu itu, namun kalau hati manusia tak pernah
menyediakan tempat bagi kehadiran Roh Kudus melalui doa, maka hati akan tetap
menjadi tanah berbatu yang menghambat pertumbuhan rahmat Tuhan dalam hidupnya.
Hari ini Tuhan Yesus menyampaikan perumpamaan
tentang penabur yang menaburkan benih. Ada yang jatuh di jalan, tanah berbatu,
berduri dan tanah subur. “Keadaan tanah ini menggambarkan keadaan hati manusia.
Benih itu sabda Allah”, demikian kata Yesus. Yang jatuh di tanah subur saja yang
akan menghasilkan banyak buah, sedangkan lainnya tidak. Maka sekuat apapun
usaha seseorang untuk memelihara rahmat Tuhan dalam hidup dan karyanya, jika ia
tidak mengubah keadaan hatinya melalui pertobatan dan pemeliharaan rohani yang
baik maka hidupnya tak akan pernah bisa menghasilkan buah-buah yang baik. Karena
itu menjaga, merawat, mengembangkan semangat dan hati yang baik pada level rohani
yang tinggi, ia sama dengan seorang petani yang menabur benihnya di atas tanah
yang subur. Hubungan hati dengan hati jauh lebih kuat pengaruhnya dari pada
hubungan lainnya. Dalam hati bertumbuh tiga kebajikan pokok yang menolong
manusia untuk meningkatkan hubungannya dengan Tuhan dan sesama. Iman harap dan
kasih bertumbuh dalam hati (bdk Luk 8:4-15). Hati yang penuh kasih adalah hati
yang akan menghasilkan buah-buah kebaikan.
Dalam bacaan pertama Paulus berbicara tentang
kebangkitan tubuh kita. Yang dimaksudkannya bukanlah kebangkitan tubuh lahiriah
tetapi tubuh rohaniah. “Demikianlah pula
halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan
dalam ketidakbinasaan. Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan.
Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah
tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah,
maka ada pula tubuh rohaniah” (1 Kor 15:42-44). Kita percaya ada
kebangkitan orang mati karena Yesus Kristus. Namun kebangkitan kita berbeda
dengan kebangkitan-Nya, sebab Dia dibangkitkan dengan jiwa raganya sedangkan
kita adalah tubuh rohaniah. Akan tetapi agar tubuh rohaniah kita bangkit dalam
keadaan baik maka “manajemen hati” selagi hidup dalam tubuh jasmani menjadi
penentu saat terjadinya kebangkitan rohaniah itu. Jika hati kita subur dengan
rahmat Allah maka kita akan bangkit dengan tubuh rohani yang mulia tetapi jika
hati kita subur dengan hal buruk maka kita akan bangkit dengan tubuh rohaniah
yang menakutkan.
Ya Tuhan, ambillah semua batu yang masih bercokol
dalam hati kami, jadikan hati kami subur seperti hati-Mu yang rendah hati dan
lemah lembut! Amin