Orang-orang yang tidak percaya, orang-orang yang
menolak ajaran tentang kebangkitan Yesus Kristus selalu saja mengatakan bahwa
iman kita akan Yesus adalah sia-sia. Menurut mereka mana mungkin Allah menjelma
menjadi manusia, mana mungkin Allah hidup, menderita, mati secara hina di salib
lalu bangkit kembali. Semua ajaran tentang Yesus Kristus hanyalah isapan
jempol. Argumentasi mereka lahir dari pikiran logis, manusaia yang sudah mati
tidak mungkin hidup kembali, atau juga berdasarkan kitab-kitab yang tidak
diakui Gereja Katolik sebagai tulisan suci, misalnya Injil Yudas, injil
Barnabas dan lain-lainnya. Namun kenyataan yang kita lihat, sejak peristiwa
Pentakosta, 50 hari sesudah kebangkitan Yesus Kristus, warta gembira tentang
Yesus Kristus tak pernah bisa terbendung perkembangannnya hingga ke pelosok
dunia. Alkitab yang menulis kesaksian tentang Yesus Kristus diperkirakan telah
terjual 5 miliar eksemplar, setiap tahunnya terjual 100 juta eksemplar dan
telah diterjemahkan ke puluhan ribu bahasa di dunia. Buku terlaris sepanjang
sejarah manusia. Tak terbilang juga banyaknya orang-orang kudus yang memberi
diri, hidup dan mati untuk Kristus. Menyaksikan struktur dan organisasi Gereja
Katolik yang demikian rapi, serta kesaksiannya di tengah dunia apakah iman akan
Kristus itu sia-sia? Jawabannya, hanya mereka yang tidak percaya atau yang
menolak tidak akan pernah mengakuinya, meskipun argumentasi mereka lemah.
Injil hari ini menceritakan perempuan-perempuan
yang melayani Yesus dan para murid dalam pelayanan keliling mereka di negerinya
sendiri. Perempuan-perempuan ini adalah orang-orang yang memiliki pengalaman
khusus akan kehadiran Yesus dalam hidup mereka, yakni pengalaman diselamatkan
dari dosa dan pelbagai penderitaan lahir batin. Tanpa pertolongan Yesus hidup
telah terasa sia-sia. Akibat dosa dan penderitaan sebenarnya mereka telah
kehilangan arah dan masa depan, kehilangan pegangan dan cinta akan Allah
menurut ajaran yang mereka terima dalam hukum Taurat. Pengalaman keselamatan
mengobarkan hati mereka untuk melayani Tuhan sesuai kekayaan mereka
masing-masing. Tindakan ini adalah tanda syukur atas pengalaman Allah yang
menyelamatkan (bdk Luk 8:1-3)
Pengalaman Allah yang menyelamatkan dirasakan
sendiri oleh Paulus dalam hidupnya. Setelah ia dibaptis oleh Ananias di Damsyik
sesudah pertobatannya, hati dan semangatnya untuk mewartakan Tuhan sungguh tak
terbendung. Bahkan ia berkata: celakalah aku, kalau aku tidak mewartakan Injil
! Ia merasa Tuhan memanggilnya bukan untuk suatu kesia-siaan tetapi untuk
menjadi rasul bagi bangsa-bangsa lain. Tuhan mengetahui potensi Paulus yang
ahli akan hukum Taurat, pandai dalam berbicara serta berdebat, berani untuk
membela kebenaran, rajin dan tekun untuk pergi kemana-mana. Ia tahu dan yakin
bahwa imannya akan Yesus Kristus bukanlah sesuatu yang sia-sia, tetapi
satu-satunya yang benar, karena itu juga ia berani meninggalkan praktek-praktek
penyembahan perjanjian lama dan hanya berpegang teguh pada kurban Yesus
Kristus. Ketika ia dikritik bahwa tidak ada kebangkitan orang mati, maka dengan
berani ia mengatakan: “kalau Kristus
tidak mati dan bangkit kembali, maka sia-sialah pewartaan kami dan sia-sia pula
kepercayaanmu, dan kamu masih hidup dalam dosamu” (bdk 1 Kor 15:12-20)
Meskipun hingga saat ini dosa masih bercokol dalam
hidup kita dan karenanya kita harus berjuang dalam jatuh bangunnya kita dalam hidup
ini, namun harapan akan hari esok yang lebih baik tak akan pernah sirna dari
iman kita, sebab kita tahu kepada siapa kita percaya dan berharap dan untuk
siapa kita hidup dan bekerja. Dunia ini cumalah sementara saja. Kalau Anda dan
saya bisa mengubahnya berbahagialah kita, jika kita tak dapat mengubahnya masih
ada orang lain yang bisa melakukannya. Lebih dari itu ada Tuhan yang
melakukannya. Kita lakukan apa yang menjadi bagian kita dan Tuhan akan
melakukan bagiannya !