Ketika hidup kita tertindih
oleh beban berat kita rindu untuk bertemu dengan seseorang yang bisa memberi
kita jalan keluar. Ketika kita jatuh cinta kita rindu sekali bertemu dengan
sang kekasih yang mencintai kita. Ketika kita sakit berat kita rindu bertemu
dengan seorang dokter atau perawat yang bisa membantu kita dapat sembuh dengan
segera dari penyakit yang mendera kita. Ketika kita tinggal jauh dari orang tua
atau sanak keluarga, kita rindu bertemu dengan mereka. Kerinduan itu akan terwujud
bila kita berjuang mencari atau menyediakan waktu untuk itu. Bila kerinduan-kerinduan
ini terwujud pasti akan menghasilkan sukacita yang besar.
Herodes mendengar banyak
cerita tentang Yesus dengan pelbagai tafsiran mereka. Herodes cemas mendengar
semua cerita itu, sebab yang satu bilang Yesus itu Mesias, yang lain bilang
Yohanes disebut itu mencemaskan hati Herodes, lalu menurut penginjil Lukas ia
berusaha untuk menjumpai Yesus. Tetapi kita tahu usahanya tak pernah berhasil. Mengapa?
Usaha Herodes bukan untuk mendengarkan kotbah Yesus, bukan juga lahir dari
sebuah kerinduan sebagai teman atau “fans”
dari Yesus, bukan juga karena dia susah atau sakit, tetapi hanya sekedar mau
mencari tahu seperti siapa itu Yesus. Apakah benar seperti cerita para informan
kepadanya? Keinginan yang disertai kecemasan seperti ini tak akan pernah
terkabul. Dalam keadaan biasa, Yesus tak pernah berjumpa dengan Herodes selain
hanya berjumpa ketika Pilatus menyuruh para tua-tua membawa Yesus kepadanya saat
Yesus dihukum mati Pilatus. Saat itu Herodes ingin agar Yesus melakukan
mujizat. Namun segala pertanyaannya tak satupun dijawab Yesus. Tak ada gunanya
dan akhirnya ia memuaskan dirinya dengan ikut mengolok-olok Yesus seperti para
tua yang lain (Luk 23:8-12).
Bagi Herodes perjumpaan itu adalah
perjumpaan yang sia-sia. Ia tak pernah mendengar kotbah atau pun menyaksikan
mujizat Yesus. Semua orang lain boleh mengagumi Yesus dan karya-karyaNya,
tetapi dia tidak. Sebab hati, pikiran dan perbuatan Herodes tak sejalan dengan
kehendak Tuhan. Bagi manusia seperti Herodes, apapun yang terjadi di bawah
kolong langit ini adalah sia-sia, seperti kata penulis Kitab Pengkotbah dalam
bacaan pertama hari ini. Segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak
Tuhan tak akan pernah membuat seseorang menikmati kebahagiaan dan kedamaian. Herodes,
meskipun ia sudah berusaha menyenangkan para sahabatnya, anaknya, istrinya
termasuk para konco-konconya, namun semua yang dilakukannya itu hanyalah
kesenangan semu. Hidup dan karyanya berlalu begitu saja seperti mengalirnya
waktu atau berlalunya angin, atau juga seperti mengalirnya air menuju laut. Baginya, segala masa lalu tak ada yang patut
dikenang dan masa datang tak ada yang perlu diharapkan (Pkh 1:2-11). Hidup di
luar kehendak Tuhan sungguh hidup yang sia-sia. Tak ada perjumpaan dengan Tuhan
yang membuatnya bertobat dan boleh mengalami kasih serta kebahagiaan. Hidup Herodes
itu sia-sia.
Jika seorang beriman tak
pernah merasakan apa artinya bahagia dalam Tuhan, karena tak adanya saat
perjumpaan yang menyenangkan, maka hidupnya sebagai seorang yang percaya akan
terasa sia-sia. Akan tetapi bila perjumpaan itu terjadi, sekali pun kita
berdosa, maka perjumpaan itu akan membawa kita ke jalan keselamatan.