Suatu
ketika tanpa memperhatikan catatan kedaluarsa ibu Leni membeli sebuah kotak
fermipan (berisi ragi) guna membuat roti pesanan tetangga. Saking mepetnya
waktu pesanan ia buru-buru membelinya. Setibanya di rumah ia langsung mengambil
terigu dengan ukuran yang pas untuk pesanan itu. Sambil bernyanyi kecil ia
membuat adonan dengan penuh semangat. Setelah semuanya selesai ia menutupnya,
membiarkan ragi bekerja kurang lebih dua jam sebelum ia memasukkannya ke dalam
pan-nya. Sesudah 2 jam ia kembali bernyanyi kecil, ia membuka adonannya. Betapa
terkejutnya dia ketika melihat bahwa adonan roti itu tidak mengembang. Ia
marah-marah lalu melihat tanggal kedaluarsa dari fermipan yang dibelinya. Ia
terkejut karena ternyata fermipan itu sudah kedaluarsa setahun. Ia kembali ke
kios yang menjual fermipan tersebut serta menuntut tuan kios mengganti fermipannya
dengan yang baru. Semua fermipan yang ada di situ sudah kedaluarsa! Ibu Leni
marah besar karena mereka menjual fermipan seperti itu.
Rupanya,
ketika Paulus masih hidup bersama ayah ibunya di Tarsus, ia sering melihat bagaimana
ibunya membuat adonan roti. Ia tahu cara membuat roti dan tahu juga bagaimana
hasilnya kalau tepung terigu dicampur dengan ragi yang kedaluarsa. Lalu dalam
suratnya kepada jemaat Korintus hari ini ia membuat analogi ragi yang lama
sebagai hal-hal buruk yang bertentangan dengan kehendak Allah. Ragi lama yang yang
tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, yaitu: percabulan, perselingkuhan, kesombongan.
Kejahatan-kejahatan ini adalah racun yang merusak persekutuan hidup dengan
Tuhan dan sesama manusia. Ia racun yang merusak kesucian hidup perkawinan. Racun
ini membuat kehidupan rohani setiap orang tidak bertumbuh dan berkembang serta menghasilkan
buah-buah kebaikan. Karena itu Paulus
menganjurkan supaya ragi yang lama itu (kejahatan-kejahatan) hendaknya dibuang
(bdk 1 Kor 5:1-8).
Ragi
lama yang meracuni kehidupan orang Farisi dan ahli Taurat adalah sikap tanpa
kasih ketika menghadapi orang-orang kecil dan menderita. Contohnya: penerapan hukum
Sabat yang keras tanpa peduli akan situasi konkrit yang mereka hadapi, misalnya
menolong orang sakit seperti kisah Injil hari ini. Mereka marah dan mengeritik
Yesus saat Yesus harus menolong menyembuhkan yang sakit, karena melanggar hukum
Sabat. Ragi lama seperti ini mereka pupuk demi kuasa, bukan lagi demi cinta
kasih. Yesus melawan mereka dan menunjukkan kuasa-Nya. Ia tetap menyembuhkan
orang sakit itu (bdk Luk 6:6-11).. Ragi baru yang Ia ajarkan adalah ragi cinta kasih, bukan hukum
yang kaku. Hukum yang kaku melanggar cinta kasih sama nilainya dengan kejahatan
seksual yang disebut St. Paulus dalam bacaan pertama tadi.
Maraknya
kejahatan pada zaman ini justru berhubungan dengan apa yang dikatakan Paulus
dalam suratnya dan apa yang dihadapi Yesus dengan mental yang kaku pada orang
Farisi dan ahli Taurat. Ragi lama itu membuat hidup rohani kita tidak
berkembang dan tidak berbuah. Karena itu Santu Paulus mengajak kita dan berkata:
“Anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. Karena itu
marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi
keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian
dan kebenaran” (1 Kor 5:7b-8).