Tak
ada yang abadi atau tak ada yang kekal, sebab semuanya sementara. Sekuat apapun
tenaga dan keinginan kita untuk mempertahankan segala sesuatu yang ada, sebelum
dunia ini berlalu, semua yang ada pada kita yakni, tubuh dan perlengkapannya
akan berlalu, semua yang menjadi milik kita, harta benda dengan segala kekayaan
lainnya juga akan kita tinggalkan.
Menyadari
hal ini Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus hari ini menyinggung
tentang singkatnya waktu atau masa depan yang tersisa dari kehidupan saat itu
sebab ia merasa seolah-olah dunia akan segera kiamat. Karena itu ia memberi
nasihat: “Mengingat waktu darurat
sekarang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya....yang
kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat! Karena itu dalam waktu yang masih sisa
ini orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak
beristeri; dan orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis; dan
orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak bergembira; dan orang-orang yang
membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang mereka beli; pendeknya orang-orang
yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak
mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu” (1
Kor 7:25-31).
Atas
dasar pandangan ini ia mengajak jemaat Korintus agar mengarahkan perhatian dan
pikiran mereka bukan lagi kepada hal-hal duniawi ini melainkan kepada hal-hal
surgawi yang menjadi tujuan utama hidup sesudah kematian. Mengapa ia merasa
seolah-olah dunia seperti berada pada zaman akhir? Mungkin saja pada saat itu
ia melihat jemaat Korintus terlalu tenggelam dalam perkara-perkara duniawi
sampai melupakan perkara-perkara surgawi, yang membuat hidup mereka menjadi
tidak seimbang.
Mengejar
dan memiliki harta dunia secara berkelimpahan sampai mengabaikan cinta kasih
kepada sesama adalah sebuah bentuk egoisme sempit yang patut dikoreksi dalam
penghayatan iman kristiani. Yesus mengecam para pemilik kekayaan, yang selalu
merasa kenyang dan tertawa tanpa peduli dengan kemiskinan sesama yang terdapat
dalam lingkungan hidup mereka; tetapi memuji bahagia orang miskin, orang lapar
dan menangis, orang yang dibenci demi Kerajaan Allah, sebab mereka akan
memiliki segalanya yang mereka harapkan dari Tuhan dalam Kerajaan-Nya (Luk 6:20-26). Masuk
dalam Kerajaan-Nya tidak ditentukan keadaan kaya miskin tetapi ditentukan oleh
penghayatan iman akan Tuhan yang terwujud dalam sikap cinta kasih baik terhadap
Allah sendiri maupun terhadap sesama.
Dunia
ini akan berlalu dan semua yang dimiliki manusia pada akhirnya sia-sia atau
tidak berguna. Memiliki banyak dari kekayaan yang diberikan Tuhan memang tidak
salah, tetapi memiliki banyak tanpa peduli pada kemiskinan sesama adalah sebuah
sikap yang perlu dikoreksi dan diperbaiki dalam hidup bersama.