Seorang
pemain olahraga professional setiap hari hanya bercita-cita mau memenangkan
sebanyak mungkin pertandingan supaya pada akhir musim ia dan klubnya bisa
keluar sebagai pemenang. Seorang mahasiswa setiap hari belajar tiada henti agar
pada setiap semester ia dapat meraih nilai yang maximal sehingga tanpa hambatan
untuk menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi. Seorang petani setiap
hari tiada hentinya menanam tanaman perdagangan di kebunnya agar pada suatu
saat ia dapat memetik hasil berlimpah dan memperoleh banyak uang dari hasil
penjualannya. Begitulah kira-kira seorang anak manusia bekerja dan berjuang
guna mencapai prestasi yang tinggi dalam hidup dan karya mereka.
Namun
apa yang diusahakan oleh mereka yang saya sebutkan di atas berbeda jauh dengan
cita-cita dan perjuangan yang diusahakan oleh St. Paulus, ditinjau dari isi
surat kepada jemaat Korintus hari ini. Dalam karya pewartaan Injil ia ingin bekerja
bukan untuk meraih prestasi pribadi, mencari banyak uang dan keuntungan dari
pekerjaannya tetapi ia ingin memenangkan sebanyak mungkin orang untuk menjadi
pengikut Yesus Kristus. Dalam perjalanan mewartakan Injil, ia ingin merebut
hati setiap pendengar agar percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis menjadi
pengikut-Nya. Dalam semangatnya yang luar biasa ia mengatakan: “celakalah aku kalau aku tidak memberitakan
Injil, sebab bagiku itu adalah suatu keharusan, supaya aku memenangakan
sebanyak mungkin orang dan mendapat bagian di dalam kemenangan itu juga” (bdk
1 Kor 9:16-19.22b-27). Lebih jauh ia bersaksi: memberitakan Injil adalah sebuah
tugas yang diterimanya dari Tuhan sendiri agar dengan itu ia membawa banyak
orang kepada jalan keselamatan yang telah dirintis oleh Yesus sendiri sebagai
pemimpin kepada kebenaran.
Setiap
orang yang dipanggil untuk melaksanakan tugas ini dianggap sebagai guru yang mengajar
para murid untuk mengenal, memahami kebenaran sehingga dapat menuntun orang
lain ke jalan kebenaran itu. Kata Yesus: “tidak
bisa seorang buta memimpin orang buta yang lain dalam perjalanan menuju tempat
tertentu” (bdk Luk 6:39-42). Analogi ini Dia pakai pakai untuk mengatakan
bahwa harus ada orang lain yang telah mengenal Dia dan kebenaran-Nya agar dapat
diangkat menjadi guru bagi orang lain yang belum mengenal kebenaran itu. Paulus
diangkat Tuhan menjadi guru karena ia telah memahami hukum Taurat dan
pemenuhannya dalam perjanjian baru, di mana Yesus sendiri menjadi tokoh utamanya.
Atas
alasan itulah dan didorong oleh Roh Yesus sendiri serta pengalaman perjumpaan pribadi
dengan Yesus maka Paulus penuh semangat mewartakan Injil ke mana-mana sambil
bersaksi tentang perjumpaannya dengan Tuhan. Ia bukan hanya menjadi pewarta
tetapi ia adalah warta itu sendiri, sehingga ia sendiri merasakan: bukan aku lagi yang hidup melainkan Kristus
yang hidup dalam aku.