Ada
banyak contoh dalam hidup kita yang mengisahkan tentang saudara-saudari yang
dengan sengaja melawan – menghojat Tuhan dan karya-karyaNya di bumi ini dan
dalam kehidupan mereka.
Misalnya:
seorang penyanyi terkenal di Amerika,
saat interview dengan “American Magazine”, ia berkata: “Kekristenan akan berakhir dan hilang. Aku tidak perlu menjelaskannya.
Yesus sih OK, namun pengajaran-Nya terlalu sederhana. Hari ini kami jauh
lebbih tenar daripada-Nya”. Setelah mengatakan itu, ia tewas ditembak
penggemarnya sendiri.
Seorang
Presiden di Amerika Selatan, saat kampanye, ia berkata: “Bila saya mendapat 500.000 suara dari anggota partai, maka tidak ada
yang dapat mendepak saya dari posisi presiden, bahkan TUHAN SENDIRI PUN TIDAK”.
Ia dapat lebih dari 500.000 suara, tetapi sehari sebelum peresmian
jabatannya, ia sakit dan mati.
Masih
ada banyak contoh lain bagaimana nasib orang-orang yang dengan tahu dan mau
menghujat peran Tuhan dalam hidup mereka. Pertanyaannya, apakah Tuhan marah
pada mereka itu sehingga mereka mengalami nasib seperti itu? Tidak, sebab Allah
itu mahabaik. Hemat saya mereka sendiri yang memutuskan hubungan kebaikan itu
sehingga membiarkan kejahatan dan kematian yang tragis masuk dalam hidup mereka
sendiri.
Sahabat
Ayub dalam bacaan pertama hari ini mengakui kebesaran Allah. Ia mengatakan: “Allah itu bijak dan kuat, siapakah dapat
berkeras melawan Dia, dan tetap selamat? Dialah yang memindahkan gunung-gunung
dengan tidak diketahui orang, yang membongkar-bangkirkannya dalam murka-Nya;
yang menggeserkan bumi dari tempatnya, sehingga tiangnya bergoyang-goyang; yang
memberi perintah kepada matahari, sehingga tidak terbit, dan mengurung
bintang-bintang dengan meterai.....” (bdk Ayb 9:1-12.14-16). Allah itu
Pencipta segala sesuatu, Pemberi serta
Pengambil kehidupan. Segala makhluk takhluk di bawah kaki-Nya. Menyombongkan
diri di hadapan Allah adalah kesia-siaan yang menyusahkan hidup makhluk itu
sendiri. Pernyataan teman Ayub di atas sesungguhnya ingin menuduh Ayub bahwa
Ayub itu sombong, sehingga ia harus menderita seperti, tetapi sesungguhnya
tidak. Ayub tidak sombong.
Tuhan
memang tampaknya sederhana. Kehadiran-Nya dalam diri Yesus Kristus berbeda jauh dari penampilan para raja duniawi (yang gemerlap,
meriah, heboh). Bahkan Ia mengatakan: "Serigala
mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak
mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." (bdk Luk 9:57-62) Tuhan
lebih miskin daripada serigala dan burung, tidak mempunyai siapa-siapa, sebab
Ia telah meninggalkan segala kemuliaan-Nya di surga dan menyatu dengan
kemiskinan manusia yang paling miskin, menyatu dengan Ayub yang tidak mempunyai
apa-apa lagi. Yesus tidak membutuhkan gaya duniawi yang gemerlap, Ia
membutuhkan kembalinya jiwa-jiwa malang, yang sakit, yang menderita, yang
berdosa agar boleh merasakan kembali kasih Allah, kasih yang melampaui segala
kegemerlapan dunia yang sementara ini.
Semua
bahasa manusia yang meremehkan kebaikan dan kemuliaan Allah adalah bahasa yang
merugikan manusia itu sendiri. Ayub dalam penderitaannya sangat menjaga bahasa
dan hubungannya dengan Tuhan. Ia tidak mau menghujat Tuhan meskipun ia harus
menderita seperti itu. Ia tahu Tuhan melampaui semuanya. Ia tetap memelihara
imannya akan Tuhan. Ia tahu dan percaya, saat ia kaya, ia milik Tuhan dan kini
ia miskin ia akan tetap jadi milik Tuhan. Sekaya-kayanya manusia ia tak akan
bisa melawan Tuhannya, sebaliknya semiskin-miskinnya manusia ia tidak dapat
mempersalahkan Tuhan karena kemiskinannya! Dalam Yesus, Tuhan sangat kaya dan
dalam Yesus juga, Tuhan sangat miskin.