Sejak
tahun 1980-an semangat kemandirian dalam hidup menggereja disosialisasikan
terus menerus di tengah umat dan tekanan utamanya terjadi pada hal-hal ini:
kemandirian dalam bidang personal, iman dan keuangan. Personal: menggerakkan
seluruh komponen umat agar bersedia memberi diri (waktu) untuk melayani Tuhan
dan Gereja-Nya sesuai dengan talenta masing-masing. Iman: setiap orang
berusaha memperdalam imannya dengan belajar lebih dalam tentang pengetahuan
agamanya, belajar berdoa dengan baik dan benar, memberi waktu untuk mengikuti
rekoleksi bulanan dan retret tahunan, mengikuti kursus evangelisasi, melibatkan
diri dalam organisasi rohani yang syah dan yang diakui Gereja, melibatkan diri
dalam karya-karya sosial membantu yang menderita, melibatkan diri kegiatan
dalam seksi-seksi dewan paroki dll. Keuangan: rela memberi sebahagian
dari penghasilan bulanan atau tahunan untuk didermakan kepada Gereja dan
kegiatan-kegiatan karitatif.
Di
banyak tempat entah itu keuskupan ataupun paroki visi misi Gereja di atas
diusahakan agar berjalan seimbang. Namun di tempat lainnya berbicara tentang
kemandirian sudah berkonotasi pada masalah keuangan saja. Sebagai contoh dapat
kita lihat dalam hal-hal berikut ini: Kolekte
dalam ekaristi harus dihantar sendiri ke depan dan dimasukkan sendiri ke dalam
peti kolekte supaya memaksa umat membawa kolekte, semua pelayanan sakramen
dibayar dengan memasang tarif tertentu, ada aksi puasa dan natal, ada uang
gereja mandiri, ada uang untuk pelayanan administrasi Gereja, ada GESER
(Gerakan Seribu Rupiah) setiap hari, ada kios rohani dll. Kita menyaksikan
bahwa seolah-olah mengumpulkan uang itu hal yang paling utama atau terpenting
dari pada dua kemandirian lain di atas. Para ketua kelompok hingga pengurus DPP
sangat sibuk memperhatikan uang ketimbang membuat program pendalaman iman.
Semua pelayanan Gereja harus menjadi sumber untuk mendatangkan uang. Kotbah
pastor di gereja tidak ketinggalan berbicara tentang uang. Saking terlalu
banyaknya usaha untuk kemandirian keuangan, tidak mengherankan kalau umat
secara kritis mempertanyakan visi misi Gereja ini.
Yesus
datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Dalam perjalanan keliling
di Kapernaum ia berjumpa dengan Matius, si pemungut cukai sedang duduk menunggu
pembayaran cukai. Yesus tidak minta uangnya untuk keperluan pelayanan-Nya,
tetapi Ia minta Matius mengikuti Dia kemana saja. Melihat ini semua pemungut
cukai lainnya dan orang-orang yang dianggap berdosa oleh orang Farisi dan
Taurat berkumpul makan bersama Yesus. Ketika kedekatan-Nya dengan orang-orang
ini dilihat oleh orang Farisi dan ahli Taurat itu, mereka mengeritik Yesus.
Jawaban Yesus menghentikan komentar mereka: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi
pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan
dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar,
melainkan orang berdosa." (Mat 9:12-13). Misi Yesus ke dunia adalah misi belaskasih, misi keselamatan,
misi untuk mengumpulkan semakin banyak orang untuk mencintai Tuhan dan
sesamanya. Inilah hukum utama dan terutama dari perjuangan-Nya di bumi ini.
Misi
ini adalah misi untuk mengubah hati orang agar merasakan kebaikan dan
belaskasih Allah. Kalau aspek kebaikan dan belaskasih ini ini telah menyentuh
hati banyak orang maka dengan sendirinya gerakan kemandirian di bidang keuangan
akan berjalan otomatis tanpa dijerat dengan usaha-usaha seperti yang saya sebut
di atas. Kata Yesus: “Carilah dahulu
Kerajaan Allah maka yang lain akan ditambahkan kepadamu”. Bawalah orang
masuk untuk merasakan kedamaian dalam kerajaan Allah, maka segala keperluan
lain akan mengalir dengan sendirinya melalui uluran tangan mereka yang sudah
merasakan kedamaian Allah dalam hidupnya.
Manusia
diciptakan untuk merasakan firdaus: kedamaian, kebahagiaan, ketentraman,
kenyamanan, kekuatan bila menderita serta sukacita. Jika hal-hal ini tidak
dirasakan dalam pewartaan dan pelayanan kita maka hati orang akan semakin
terasa jauh dari sumber kasih Tuhan. Bagi mereka kehidupan agama yang
seharusnya menjadi jalan kepada keselamatan akan berubah menjadi jalan
kesesatan. Nasihat Santu Paulus dalam bacaan pertama hari ini (Ef 4:1-7.11-13)
kiranya dapat mengembalikan kesadaran kita akan visi dan misi Yesus yang
sebenarnya!