Pada tahun 1989 Paus Yohanes Paulus II,
yang kini sudah digelar kudus, mengunjungi beberapa kota di Indonesia: Jakarta,
Medan, Yogyakarta, Dili (Timor Leste sekarang) dan Maumere di Flores. Kunjungan
ini demikian meriah dan dihadiri oleh ribuan umat di mana-mana. Semua orang
yang menyaksikan dari dekat kunjungan ini memberi kesaksian yang hampir sama,
kehadiran Paus Yohanes Paulus II ini terasa seperti kehadiran Tuhan di tengah
umat-Nya. Banyak orang menangis karena sukacita, merinding karena merasakan
kesalehannya merasuki hati dan jiwa setiap orang, dan pelbagai perasaan
sukacita lainnya yang tak dapat dilukiskan. Dengan kata lain ada pengalaman
“tremendum et fascinosum” – kegentaran dan kekaguman pada yang Ilahi, seperti
rasa gentar dan kagum yang dialami oleh rakyat kecil di kampung, desa dan kota
di mana Yesus lewat.
Pengalaman yang sama dialami juga oleh
janda Sarfat yang anaknya meninggal saat ia menerima dan menjamu nabi Elia di
rumahnya. Mulanya janda ini sangat kecewa karena ia merasa sudah berbuat baik
terhadap nabi ini, memberinya makan tetapi sesudah itu anaknya mati. Uangkapan
kekecewaaannya bisa kita lihat dari ungkapannya berikut ini: "Apakah maksudmu datang ke mari, ya
abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk
menyebabkan anakku mati?" (1 Raj 17:18). Namun kemudian sesudah
anaknya hidup kembali ia lalu berkata: : "Sekarang
aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah
benar." ((1 Raj 17:24). Dari ungkapan terakhir ini ia akhirnya
mengagumi kehadiran Tuhan di dalam diri nabi Elia dan percaya bahwa Tuhan
menepati janji-Nya kepada semua orang yang memohon pertolongan-Nya. Janda
Sarfat itu kemudian mendapatkan segala rahmat yang dia perlukan selama musim
kemerau berjalan. Ia tak pernah berkekurangan karena perbuatan baiknya kepada
sang nabi Tuhan.
Pengalaman janda Sarfat ini mengingatkan
saya akan pengalaman dari begitu banyak orang yang melayani sesamanya dengan
perbuatan baik. Ketika mereka memberi dan melayani sesamanya dengan sukarela,
Tuhan mencukupkan kebutuhan harian mereka secara berlimpah-limpah. Mengapa? Di dalam
perbuatan baik ada kemurahan Allah yang dibagi-bagikan secara cuma-cuma maka
secara cuma-cuma juga Allah menggantikan semua kemurahan itu kepada siapa pun
yang telah melakukan perbuatan baik itu. Di dalam perbuatan baik orang percaya
bahwa Allah akan selalu memelihara mereka seperti burung pipit yang tak
berkekurangan meskipun tidak memiliki ladang atau kebun, seperti bunga bakung
yang didandan Allah sedemikian cantik melebihi keindahan pakaian raja Salomo.
Dalam Injil Lukas hari ini kita juga
mendengar cerita tentang putera seorang janda dari Nain, yang dibangkitkan
Yesus dari kematiannya. Jenasah pemuda itu sudah diusung ke tempat pemakaman. Perjumpaan
dengan Yesus di pintu gerbang kota sungguh tak terduga. Melihat begitu banyak
orang yang menangis Yesus jatuh belaskasihan. Ia menghentikan para pengusung
jenasah dan melakukan mujizat kebangkitan. Pemuda yang sudah tidak bernyawa itu
bangkit kembali. Semua orang yang menyaksikan peristiwa itu kagum dan berkata: Allah mengunjungi
umat-Nya. Kehadiran Allah dalam diri Yesus sungguh membawa berkat berlimpah. Allah
prihatin dengan penderitaan umat-Nya dan selalu mau menolong mereka yang
percaya dan berharap (Luk 17:11-17).
Mengapa kemudian Paulus begitu teguh
pendiriannya dalam perutusan menjadi rasul bangsa-bangsa? Pengalaman perjumpaan
dengan Yesus yang telah bangkit itu telah mengobarkan semangatnya untuk
bersaksi. Ia yakin kesaksiannya itu benar sebab ia menerima tugas itu dari Yesus
Kristus sendiri. Paulus menulis: “Di
dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku
di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat
nenek moyangku. Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku
dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam
aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka
sesaat pun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia” (Gal 1:14-16). Paulus
tahu bahwa ia lahir di tengah adat istiadat Yahudi dan juga telah memelihara
adat itu dengan teguh, namun pengalaman perjumpaan dengan Tuhan terasa lebih
berharga dari semua kemuliaan dalam adat istiadatnya, sehingga ia tidak meminta
nasihat kepada siapa pun untuk meninggalkan semua itu. Dia meninggalkan semuanya demi kemuliaan yang lebih
tinggi, yang diterimanya dari Allah dalam diri Yesus Kristus. Sebab melalui Yesus
Kristus, Allah secara langsung mengunjungi dan menyelamatkan umat-Nya. Dalam adat
istiadat semua kebenaran yang dia junjung tinggi itu hanyalah semu atau
bayang-bayang saja, tetapi dalam Yesus Kristus semua kebenaran itu menjadi
nyata dan mutlak tak terbantahkan.
Maka berbahagialah mereka yang selalu
membawa dan memperkenalkan Yesus ke mana-mana dalam hidup dan karya mereka. Di dalam
Yesus, Allah telah mengunjungi umat-Nya. Amin