Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!

Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!
❝ Your Word is A Lamp for My Feet, A Light for My Path. ❞     「Psalm 119:105  —  The New American Bible, Revised Edition (NABRE).」

Alkitab On-Line

 

Alkitab On-Line :

Ketik Kata atau Ayat :

Alkitab    Bahan

Amazon Associates Rotating Banner

Search Engines with English Only

Jumat, Juni 10, 2016

KELUARGA YANG UTUH & SEHAT MELAHIRKAN BANGSA YANG SEHAT!



Ada sebuah adagium yang berbunyi: “Keluarga sehat masyarakat kuat, keluarga retak masyarakat rusak”. Adagium ini lahir dari kenyataan yang terjadi dalam hidup manusia. Maka untuk menjaga sehatnya hidup keluarga dan masyarakat, manusia menciptakan hukum sehingga muncul adagium lain yang tampaknya mendukung adagium di atas yaitu: “Ubi societas ibi justicia” – “di mana ada masyarakat di sana ada hukum”. Hukum diciptakan untuk memelihara keluarga-keluarga menjadi keluarga yang sehat rohani dan jasmaninya, sehingga bertumbuhlah juga masyarakat yang sehat dan kuat. Adagium yang mengandung cita-cita ini bukan saja cita-cita dari institusi agama tetapi juga dari negara agar segenap bangsa di dunia ini hidup sebagai suatu bangsa yang kuat dan yang ditopang oleh hidup keagamaan yang sehat dan kuat. Maka baik negara maupun agama menciptakan aturan untuk masyarakat dan umatnya guna memelihara keluarga-keluarga itu menjadi sehat, rukun dan damai.

Namun kini kita saksikan ada jutaan keluarga yang berantakan dan cerai karena setiap pribadi yang terikat dalam janji perkawinannya tidak ingin berdamai lagi, karena hati mereka telah dirampok oleh egoisme sempit dan membiarkan anak-anak mereka tercerai berai atau terpaksa dipelihara oleh “single parent”. Akibatnya luka kehidupan keluarga semakin hari semakin parah. Amat disayangkan jikalau warisan seperti ini terus menerus dibiarkan berkembang, lalu selanjutnya keluarga manusia akan hidup semakin jauh dari kebahagiaan yang mereka rindukan. Menyedihkan!

Dalam hubungan dengan hidup keluarga ini, bangsa Israel mempunyai hukum Taurat yang  menegaskan perkawinan yang utuh, kecuali kalau pasangannya berbuat zinah (bdk Mat 5:27-32). Akan tetapi bukan karena alasan itu para pejabat agama dengan mudah memberi izin terjadinya perceraian tanpa melakukan proses hukum. Prinsip peradilan yang berwibawa, jujur dengan bukti yang jelas harus menjadi dasar utama seorang laki-laki memberi surat cerai kepada istrinya. Lalu pertanyaannya bagaimana kalau perzinahan itu dilakukan oleh seorang laki-laki?  Walaupun dalam Kitab Suci tak pernah disebutkan kesalahan laki-laki, namun alangkah tidak adilnya kalau kesalahan zinah hanya dibebankan kepada kaum perempuan. Dalam hukum “azas praduga tak bersalah” selalu menjadi pertimbangan dalam peradilan sampai ada bukti yang dapat diterima.

Secara sepintas bacaan pertama tidak menyinggung apa pun dengan masalah perkawinan. Namun ia menulis tentang pengalaman Elia berhadapan dengan beberapa peristiwa alam, yaitu ada angin badai yang kuatnya bisa memecahkan batu-batu, ada gempa bumi, disusul api dan angin sepoi-sepoi. Dalam peristiwa alam yang dahsyat dan merusak tidak ada Tuhan, tetapi dalam peristiwa alam yang sejuk dan lembut Tuhan ada. Saat itu Elia mendengar suara Tuhan yang menyuruhnya pergi ke Damsyik supaya di sana ia mengurapi  Hazzel dan Yehu menjadi raja atas wilayah Aram dan Israel lalu mengurapi Elisa menjadi nabi (bdk 1 Raj 19:9a.11-16).

Kalau boleh menafsir, cerita ini menurut saya ingin menggambarkan kepada kita bahwa Tuhan tidak hadir dalam keluarga yang menciptakan badai dan prahara tetapi hadir dalam keluarga yang hidup dalam kasih dan kelembutan. Keluarga yang menciptakan prahara adalah keluarga yang mewariskan luka dosa dan luka batin yang mengakibatkan penderitaan.
Tetapi keluarga yang hidup dalam kasih dan damai akan mewariskan sukacita yang melahirkan anak-anak bangsa yang hebat dan kuat !

Adhitz Ads