Nabi
yang satu ini bukan hanya terkenal dalam hal kesalehan serta banyaknya mujizat
yang dikerjakan Tuhan baginya tetapi juga dalam hal keberaniannya untuk
meluruskan yang bengkok ketika melawan nabi-nabi palsu, para nabi Baal di
Israel serta menegur para raja yang jahat. Karena itu ia sangat disegani dan dihormati oleh bangsa Israel. Semua nubuat
dan perkataannya benar, sehingga janda di Sarfat itu terkagum-kagum padanya.
Sesudah
semua tugas kenabian itu diselesaikannya dengan sempurna, ia mendapat hadiah istimewa
dari Tuhan, sebuah kereta berapi dari surga datang menjemputnya. Dengan kereta
itu ia naik ke surga dengan jiwa raganya disaksikan oleh penggantinya nabi
Elisa (2 Raja 2:1.6-14). Naik kereta berapi ke surga adalah lanjutan dari
perjalanannya di dunia dalam tugas sebagai nabi. Perjalanan ini adalah sebuah
perjalanan baru, hadiah istimewa yang diberikan Tuhan kepada sang nabi yang
saleh, setia dan taat kepada hukum-hukum Tuhan. Hadiah atas keberanian membela
kebenaran sekaligus memberantas kepalsuan dan semua bentuk kemunafikan yang
dilakukan oleh bangsa Israel, mulai dari rajanya, para nabi palsunya hingga ke
rakyat jelata yang hidupnya telah menyimpang dari kebenaran. Kesalehan dan
keberanian sang nabi sungguh menyelamatkan bangsa terpilih dari kesesatan yang
melanda mereka pada zaman raja-raja yang murtad dari kebenaran dan yang berlaku
jahat terhadap rakyatnya sendiri.
Perjalanan
baru nabi Elia, naik kereta berapi menuju surga, hanyalah lanjutan dari
perjalanan suci yang telah dipeliharanya di dunia ini, baik di hadapan Tuhan maupun
di hadapan sesama bangsanya sendiri serta bangsa lain di sekitarnya. Elia adalah
seorang nabi besar dalam Perjanjian Lama, tak ada nabi seperti dia pada
zamannya.
Perjalanan
baru manusia pada zaman Perjanjian Baru adalah perjalanan bersama Yesus
Kristus, yang adalah Tuhan dan Juru Selamat. Tuhan Yesus datang ke dunia ini
untuk menegakkan kebenaran yang telah disampaikan para nabi Perjanjian Lama,
sekaligus memenuhi semua nubuat yang mereka ucapkan atas nama Tuhan sendiri. Seluruh
warta Perjanjian Lama terarah kepada satu fokus yang puncak pemenuhannya pada
salib dan kebangkitan Kristus sendiri. Sejak kebangkitan Kristus itu hingga
akhir dunia nanti, perjalanan baru umat Allah bukan lagi berlandaskan pada semangat
Perjanjian Lama tetapi berlandaskan pada semangat Perjanjian Baru, korban Kristus di
kayu salib. Korban ini menjadi sumber pendamaian hidup kita dengan Allah dan
dengan sesama.
Tuhan
Yesus dalam Inji hari ini meminta para murid-Nya untuk berpegang teguh pada
kebenaran yang berasal dari Tuhan sendiri bukan pada kemunafikan dan kepalsuan
manusia yang suka membanggakan diri. Doa, puasa, memberi sedekah adalah
kewajiban agama yang fungsinya membantu kita untuk mencapai kesucian dalam
hidup. Kewajiban agama bukan tujuan tetapi hanya sarana. Tujuan hidup kita
adalah persatuan mesra dengan Tuhan dan mengalami kasih-Nya yang menyelamatkan.
Tuhan menyelamatkan kita bukan karena banyak berdoa, berpuasa dan memberi
sedekah tetapi pada tercapainya tujuan persatuan dengan Allah, di mana kita mengalami
kasih-Nya, hidup dalam persatuan dengan-Nya melalui sarana-sarana itu sehingga segala yang duniawi tak
ada artinya lagi bagi hidup kita (Mat 6:1-6.16-18) Seperti Elia yang melepaskan
jubahnya bagi Elisa kita, demikian kita berani melepaskan segala yang duniawi untuk hidup
bersatu dengan Tuhan.
Setiap
hari kita bisa melakukan perjalanan baru bersama-Nya ketika kita selalu
bersedia membangun komitmen baru untuk setia, taat dan mengasihi dan mengutamakan
Dia di atas segalanya dalam menjalani panggilan hidup kita masing-masing. Jalan
ini akan menghantar kita masuk dalam kasih-Nya yang kekal bersama para
kudus-Nya.