Kemana
saja kita pergi dan di mana saja kita berada, sesungguhnya kita masing-masing
membawa balok (kelemahan) itu di mata kita. Sebab sejak berada di dalam
kandungan ibu kita sudah tercipta dengan menyimpan balok itu di mata kita. Balok
itu membuat kita tidak mampu melihat ke dalam diri kita sendiri, tetapi
sayangnya amat jeli melihat selumbar kayu di mata sesama, lalu menghakimi
mereka dengan ukuran kita sendiri sesuka hati kita.
Atas
dasar kelemahan suka menghakimi sesama, maka Tuhan Yesus dalam wejangan-Nya
hari ini menasihati para murid-Nya agar tidak menghakimi orang lain. Alasannya
amat sederhana: bila kita menghakimi
orang maka kita akan dihakimi juga dengan ukuran yang sama seperti yang kita
pakai terhadap sesama (bdk Mat 7:1-5). Semua manusia itu berdosa dengan
kadar berbeda. Seringkali dosa kita jauh lebih besar dari pada dosa orang lain
yang kita hakimi, sehingga Tuhan mengingatkan kita: lihat, ada balok di matamu
ketimbang selumbar kayu di mata saudaramu.
Menghakimi orang lain adalah satu ciri negatif yang bisa kita jumpai
dalam hidup sehari-hari. Menghakimi orang lain berarti melakukan tindakan yang
buruk/negatif terhadap orang lain melalui kata-kata (berbicara yang negatif
tentang orang lain, atau juga berpikir negatif tentang sesama , tanpa memberikan
kesempatan pada orang itu untuk membela diri atau menjelaskan hal-hal yang ada
pada dirinya yang membuat orang lain berpikir, berbicara yang buruk tentangnya.
Seringkali terjadi
kita menghakimi orang lain dengan tujuan menyembunyikan kelemahan kita sendiri.
Kita membesarkan kesalahan kecil dari orang lain untuk menyembunyikan kesalahan
besar dari diri sendiri. Kita membanggakan hal kecil yang kita buat untuk
menutup hal yang lebih hebat yang
dilakukan orang lain. Menghakimi bisa bersumber pada sikap iri hati kita
terhadap sesama sebab kita tidak suka melihat orang lain lebih hebat dari pada
kita.
Menghakimi orang lain bisa terjadi karena keangkuhan kita untuk berada
pada level yang lebih tinggi dari sesama. Orang Israel tidak mau mendengar
nasihat para nabi, karena mereka meremehkan karunia kenabian dari nabi-nabi itu
lalu dengan sengaja menolak ketetapan dan perjanjian Tuhan, yang telah
berabad-abad disampaikan kepada bangsa Israel melalui bapa bangsa mereka. Akibat
dari sikap sombong itu Tuhan membiarkan mereka dikepung bangsa asing, mereka kalah
dan diangkut ke tempat pembuangan. Suatu bentuk siksaan tak langsung untuk
mendidik mereka agar kembali bertobat (bdk 2 Raj 17:5-8.13-15a.18).
Membiarkan balok terpasang terus di mata kita membuat kita tidak sanggup
memperbaiki diri dan bertobat, maka balok itu hendaknya disingkirkan agar kita
mulai hidup dengan cara dan sikap baru yakni: berpikir positip untuk menghasilkan
tindakan yang positip juga.