Bencana alam yang terjadi di mana-mana
meninggalkan banyak kesusahan, kesedihan serta munculnya penyakit baru, akibat
luka batin dan kematian yang menimpa keluarga. Pedih, perih, trauma bisa
terbawa seumur hidup bila sesudah terjadi bencana itu tak ada pengolahan hidup
yang bisa membangkitkan semangat baru. Yang ada hanya wajah murung seperti tak
ada lagi harapan.
Pada saat bangsa Israel kehilangan
harapan akibat datangnya masa gelap di tempat pembuangan di tahun 593-571
sebelum Masehi, nabi Yehezkiel datang dengan nubuat yang memberi harapan dengan
mengatakan: “Dengan sesungguhnya Aku
sendiri akan memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya. Seperti seorang gembala
mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari kawanan dombanya, begitulah
Aku akan mencari domba-domba-Ku dan Aku akan menyelamatkan mereka dari segala
tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari berkabut dan hari kegelapan. Aku
akan membawa mereka keluar dari tengah bangsa-bangsa dan mengumpulkan mereka
dari negeri-negeri dan membawa mereka ke tanahnya; Aku akan menggembalakan
mereka di atas gunung-gunung Israel, di alur-alur sungainya dan di semua tempat
kediaman orang di tanah itu. Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa
pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan
yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana
seharusnya” (Yeh 34:11-13.16).
Nubuat yang mengandung janji ini sungguh
membesarkan harapan bangsa yang tertindas ini bahwa, akan datang waktunya Tuhan
sendiri ingin turun tangan untuk membantu mereka keluar dari kesusahan besar
itu, sebab Tuhan telah mendengarkan doa mereka. Mereka semua akan digembalakan
oleh seorang gembala yang hebat, yaitu Tuhan sendiri, yang akan memberi mereka
jaminan hidup rohani dan jasmani, terutama menyelamatkan mereka dari tempat
kegelapan, di tanah pembuangan. Nubuat Yehezkiel ini sungguh menghibur dan
menguatkan semangat untuk berharap dan berharap di kala umat pilihan itu tenggelam
di tengah kesusahan besar akibat kesalahan mereka sendiri. Tuhan ingin membalut
kembali luka-luka yang disebabkan oleh dosa-dosa itu dan mau memulihkan
semuanya sampai nubuat-nubuat itu terpenuhi.
Kebaikan hati Tuhan untuk memulihkan
umat pilihan-Nya tidak terbatas pada masa perjanjian lama, tetapi berlangsung
terus hingga menjadi nyata dalam karya Yesus Kristus, Putera-Nya. Perumpamaan
dalam Injil hari ini ingin menyatakan kepada kita bahwa Allah itu mahabaik,
pengasih dan penyayang, suka mengampuni orang-orang berdosa. Ketika domba masuk
kandang Sang Gembala menghitungnya, ternyata ada satu yang hilang, Ia meninggalkan
yang 99 ekor dan mencari yang hilang sampai ditemukan. Setelah ditemukan Sang
Gembala menggendongnya dan membalut luka-lukanya lalu memasukkannya ke dalam
kandang bersama kawanan domba yang lain. Hati Sang Gembala sangat bersukacita
sebab domba yang hilang itu bisa ditemukan kembali. Gembala yang baik itu tidak
lain adalah Tuhan sendiri. Begitulah juga sukacitanya kerajaan surga bila satu
orang berdosa bertobat lebih daripada sukacita karena 99 orang benar (bdk Luk
15:3-7). Allah sungguh berbelaskasih terhadap pendosa yang bertobat walaupun
Allah membenci dosa. Belaskasih Allah dinyatakan Yesus dalam banyak perumpamaan
tentang pengampunan dan penemuan dirham
yang hilang.
St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat
di Roma memberi kesaksian ini berdasarkan pengalaman pengampunan yang
dialaminya: “waktu kita masih lemah,
Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan
oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi
mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati -- Akan tetapi Allah
menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita,
ketika kita masih berdosa” (Rom 5:6-8). Kristus membela hidup kita bukan
karena kita pantas dan benar tetapi karena kita berdosa. Paulus membuat
perbandingan bahwa belum tentu seseorang mau mati untuk benar, apalagi untuk
berdosa, tetapi Kristus justru melakukannya karena Ia mencintai orang berdosa
supaya diselamatkan. Di sinilah kelebihan kasih Allah yang tak terselami oleh
pikiran manusia. Yesus Kristus sungguh bersedia membalut luka-luka hidup kita
karena memang Dia amat mencintai kita pribadi lepas pribadi dengan kasih-Nya
yang tak berkesudahan. Pada hari raya ini Tuhan mengulangi kembali pernyataan
belaskasih-Nya itu dan berlaku hingga selamanya. Amin