Kata ataupun kalimat yang kita ucapkan
terhadap diri sendiri atau sesama, tidak berlalu begitu saja tanpa meninggalkan
bekasnya yang tak kelihatan. Cepat atau lambat pasti hal itu akan punya dampak:
positip atau negatip sesuai makna kata atau kalimat yang kita ucapkan itu. Jika
positip maka dampaknya akan positip, jika negatip pasti dampaknya negatip juga.
Kata atau kalimat yang kita ucapkan jika sudah keluar dari mulut kita, ia ibarat benih yang ditanam ke dalam tanah.
Jika ia benih yang baik hasilnya akan tumbuh pohon yang baik dengan buah baik,
jika ia benih buruk hasilnya akan tumbuh pohon yang buruk dengan buah yang
buruk juga. Contoh: jika orangtua selalu mencaci maki anaknya, kata-kata itu
akan menghasilkan luka batin pada
anaknya dan luka batin ini akan menumbuhkan kebencian anak terhadap orangtuanya
atau anak akan bertumbuh dalam rasa kurang percaya diri, dll.
Perwira Romawi yang bertugas di kota
Kapernaum mempunyai seorang hamba yang tertimpa sakit parah. Ia tidak tahu
harus berbuat apa. Ketika ia mendengar Yesus datang ke kota itu, ia datang
bertemu dengan-Nya. Di saat ia meminta Yesus datang ke rumahnya, Yesus
menyatakan kesediaannya. Akan tetapi kemudian perwira itu merasa tidak pantas
menerima Yesus di rumahnya, sehingga dengan rendah hati ia memohon: biarlah
Yesus mengucapkan sepatah kata saja dari jauh, pasti hambanya akan sembuh. Perwira
itu percaya akan keampuhan sebuah perintah dan ia membandingkan hal itu dengan
pengalamannya sendiri yaitu, bila dia memberi perintah kepada bawahannya,
mereka akan melakukannya. Yesus kagum akan iman perwira itu, maka dengan
singkat Yesus menjawab: “pulanglah dan
jadilah kepadamu, seperti yang engkau percaya” (Mat 8:13). Ketika perwira
itu pulang ia mendapatkan hambanya telah sembuh. Ajaib. Kuasa dari sepatah kata
Yesus menyembuhkan hambanya. Mujizat ini mengingatkan kita akan kisah penciptaan
dalam bagian pertama buku Kejadian. Hanya dengan bersabda Allah menciptakan
alam semesta, kecuali manusia. Kuasa kata-kata baru terjadi dalam diri manusia
bila memberi perintah, mengucapkan berkat atau kutuk, berdoa, dll.
Bacaan pertama hari ini melukiskan
ratapan nabi Yeremia tentang kejatuhan dan kebinasaan Yerusalem. Kejatuhan dan
kebinasaan itu terjadi karena dosa kemurtadan mereka pada Tuhan. Pemulihannya
hanya bisa terjadi bila mereka menangis, berpuasa, bertobat sambil berdoa
kepada Tuhan tentang nasib buruk yang mereka alami itu. Permintaan Yesaya
kepada para puteri Sion (Israel) pada akhir bacaan itu menarik: “Berteriaklah kepada Tuhan dengan nyaring,
hai, puteri Sion, cucurkanlah air mata bagaikan sungai siang dan malam;
janganlah kauberikan dirimu istirahat, janganlah matamu tenang!” (Rat
2:18). Yeremia menganjurkan hal itu kepada mereka karena percaya akan kemurahan
Tuhan atas penderitaan dari anak-anak dan kaum muda yang tidak bersalah.
Mungkin di saat kita menderita, kita tidak sanggup lagi untuk berdoa, kita
hanya bisa mengucapkan sepatah atau dua patah kata doa sambil menangis. Namun
apa dasar untuk percaya akan keampuhan dari sepatah kata doa dan ratapan
penderitaan itu? Hemat saya, itu tidak lain karena percaya bahwa Allah
senantiasa berbelaskasih atas umat-Nya yang menderita. Ia adalah Bapa yang
maharahim, yang selalu siap menerima kembali setiap anak-Nya yang menyesali
dosanya dan bertobat. Sepatah kata yang Anda dan saya ungkapkan dengan penuh
iman kepada-Nya akan mengubah hidup kita di saat itu juga. Mujizat terjadi !