Di musim kemerau setiap tumbuhan
memerlukan embun pagi, agar ia bertahan menghadapi teriknya mentari. Embun
adalah tetesan uap air yang menghidupkan. Tanpa embun tumbuh-tumbuhan akan layu
dan mati.
Dalam bahasa Kitab Suci embun dapat
berarti berkat atau rahmat atau karunia yang diberikan Tuhan kepada manusia
agar manusia bertahan menghadapi pelbagai kesulitan atau tantangan dalam hidup.
Tanpa itu semua manusia bakal mudah jatuh dalam godaan dan dosa lalu menderita
tanpa bisa disembuhkan. Hidup manusia bukan hanya membutuhkan makanan untuk
tubuh, tetapi lebih dari itu. ia membutuhkan kekuatan dari Penciptanya agar
bisa bertahan dalam segala cobaan, sebab
manusia sadar tiada hari tanpa cobaan, tiada hari pula tanpa tantangan. Jika
embun rahmat surgawi menetes setiap hari membasahi lubuk hatinya yang terdalam,
daya hidup yang sudah ada dalam diri manusia akan bertumbuh semakin teguh tak
tergoyahkan. Tuhan akan melakukan mujizat-Nya, yaitu jiwa yang mati akan hidup
kembali, yang layu akan segar lagi dan jiwa yang sakit akan sembuh. Embun rahmat
itu adalah embun terang, yang membuat segalanya kelihatan indah mempesona, baik
dan segar (bdk Yes 26:7-9.12.16-19).
Tuhan Yesus menawarkan pemberian rahmat
guna menguatkan kita di saat kita menghadapi tantangan. Dia mengundang kita
kata-Nya: “Datanglah kalian semua yang
letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.......” (bdk
Mat 11:28-30). Tuhan tahu segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita,
kelemahan dan kesusahan kita, dosa dan penderitaan batin kita. Ia juga tahu
kita tidak mampu menghadapi semua itu dengan kekuatan sendiri. Ia pernah bersabda:
Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa-apa. Kita membutuhkan kuasa dari surga, berupa embun rahmat yang
dikatakan dalam bacaan pertama di atas. Sangatlah bijaksana kalau kita menjawab
undangan itu dengan rendah hati dan mau datang kepada-Nya.
Rumah tuan Nikolan dekat Gereja. Pada
masa kecil ketika ayah ibunya masih hidup ia rajin ke Gereja bersama kedua
orangtuanya. Sesudah mengecap pendidikan tinggi, memiliki pekerjaan dan hidup
berkeluarga, ia lebih fokus pada urusan keluarga dan pekerjaannya. Meskipun dentangan
lonceng Gereja masuk hingga ke telinganya ia memilih tidur lagi dan bangun
pukul 06.00 pagi, mandi dan sarapan. Sesudah itu ia menyetir mobilnya sendiri
ke kantor. Setelah beberapa tahun usahanya maju dan mengalir miliaran rupiah ke
rekeningnya. Ia senang dan makin sibuk hingga mengabaikan semua kegiatan rohani
bersama di lingkungan Gerejanya. Tahun 1998 ia mengalami musibah. Seluruh pabrik
kainnya terbakar hingga tak satu mesin pun yang terluput, sebab alat pemadam
kebakaran datang terlambat. Tuan Nikolan stress berat sebab ia harus berpikir
untuk memulai semuanya usaha dari awal lagi.
Namun musibah itu mengingatkan dia akan
kelalaiannya dalam hidup, lalai karena sudah lama sekali ia tidak bersyukur
atas segala keberhasilannya. Ia lupa bahwa segala berkat yang dia terima selama
ini adalah pemberian cuma-cuma dari Tuhan. Ia bertobat dan mulai membangun
kembali usahanya sambil menjaga keseimbangan antara doa, ekaristi, sabda dan
kerja. Ia pulih kembali setelah lima tahun dan ia tetap menjaga semangat
tobatnya itu hingga ia dan istrinya memasuki masa akhir kehidupan mereka. Amin