Tak seorangpun dari antara kita yang
dapat membantah bahwa urusan yang berhubungan dengan hal-hal duniawi itu jauh
lebih kelihatan hasilnya ketimbang hal-hal rohaniah. Akibatnya manusia
tampaknya lebih fokus dan sibuk untuk memajukan hal-hal jasmani itu dari pada
hal-hal rohani. Maka ketika kita bertanya tentang aktivitas manusia sehari-hari
dalam hubungan dengan hal-hal rohani akan tampak jelas kepincangan itu. Alasan
yang selalu muncul seperti ini: terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu untuk
berdoa, tidak ada waktu membaca Kitab Suci, tidak ada uang untuk mengikuti
retret atau rekoleksi. Akan tetapi jika terjerumus dalam banyak masalah dengan
urusan-urusan duniawi itu, manusia lari kepada Tuhan, di hadapan-Nya ia
memohon, mengeluh sambil menangis dan mulai menghitung-hitung jasanya pada
urusan-urusan agama, dll. Dalam hitung-hitung itu Tuhan yang dipersalahkan,
seolah-olah Tuhan kikir, tidak punya belas kasih, tidak mendengar doa lalu
meragukan peran-Nya dalam hidup manusia, kemudian lari ke dukun, peramal,
pendoa palsu, dst.
Tak seorangpun juga dari antara kita
yang percaya kepada Allah dapat membantah bahwa asal usul hidup ini dimulai oleh
CREATOR UTAMA, yang disebut Tuhan.
Santu Paulus merumuskan keyakinan itu dengan berkata: Tuhan yang memulai, Tuhan
yang mengerjakan segalanya dalam diri kita dan Tuhan juga yang mengakhirinya.
Namun keyakinan ini kurang terwujud dalam perbuatan, tak ada waktu untuk Tuhan
karena sibuk. Melihat kenyataan itu Santu Yakobus mengingatkan kita bahwa, iman
tanpa perbuatan pada hakekatnya mati.
Supaya kita bebas dari ketegangan karena
kecenderungan-kecenderungan yang keliru di atas, maka apa yang perlu kita perbaiki
dalam hidup ini?
Bacaan pertama mengingatkan kita akan
pentingnya berbuat baik dan memberi perhatian kepada sesama yang ada di sekitar
kita. Abraham mengundang ketiga tamunya mampir ke kemahnya dan menjamu mereka
dengan makanan yang enak. Dari perbuatan baik itu ia mendapat berkat untuk
mendapatkan keturunan meski istrinya sudah mati haid. Hadiah dari perbuatan
baik yang disertai harapan akan terpenuhinya janji itu sungguh melampaui apa
yang dia pikirkan (bdk Kej 18:1-10a).
Yesus mengunjungi Marta dan Maria. Keduanya
merupakan sahabat baik dari Tuhan Yesus. Ketika Yesus datang mengunjungi
mereka, Marta sibuk menyiapkan makanan dan minuman bagi tamu istimewa ini, sedangkan
saudarinya Maria duduk manis di depan Tuhan untuk mendengarkan pengajaran-Nya.
Marta agak kesal hati dan ia mengeluh kepada Yesus akan sikap saudarinya itu.
Yesus menjawab Marta dengan berkata: Maria
sudah mengambil yang terbaik. Dari alur cerita, kehadiran Tuhan Yesus di
rumah mereka tampaknya mendadak. Mereka tidak siap, karena itu sebagai kakak
yang tertua Marta pun sibuk mengatur segala hal yang terbaik. Ia ingin
menunjukkan kebaikan hatinya untuk menjamu tamu istimewa ini. Yesus agak mengeritik
Marta namun tidak ikut mempersalahkan sikap Maria. Ia menghargai Maria sebab ia
memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih banyak mendengarkan pengajaran-Nya.
Suatu kesempatan yang amat langkah terjadi (bdk Luk 10:38-42). Sikap positip
Yesus terhadap keduanya mengajarkan kepada kita tentang pentingnya menjaga
keseimbangan dalam hidup. Manusia terdiri dari tiga unsur penting: tubuh, jiwa dan roh. Memberi perhatian
seimbang kepada ketiganya merupakan sikap yang amat bijaksana, agar hidup ini
terpelihara menurut porsinya yang seimbang.