Pada
zaman dahulu kala ada cerita, kalau seorang raja mati, jenasahnya akan
disemayamkan dalam kurun waktu yang agak lama guna memberi kesempatan kepada keluarga
dan rakyat untuk menghormatinya. Selanjutnya jika mau dikebumikan pasti ada
saja para hamba yang setia kepadanya rela dikuburkan hidup-hidup karena ingin
menjadi alas peti sang raja itu. Ini terjadi karena mereka ingin menyatakan
kesetiaan kepada raja sampai mati. Bagi hamba-hamba ini, persembahan diri ini
bukanlah suatu pengabdian yang konyol tetapi untuk menyatakan kesetiaan. Bagi mereka
hidup dan mati bukan urusan siapa-siapa, mereka mau mati untuk rajanya. Titik. Akan
tetapi adakah cerita sang raja mau mati untuk hamba-hambanya atau untuk orang
lain?
Pertanyaan
di atas hanya Yesus Kristus yang bisa memberi jawabannya. Ya, benar! Yesus
diberitakan malaikat, lahir sebagai Putera Allah. Ia sesungguhnya Allah yang
menjelma menjadi manusia. Ia adalah Raja di atas segala raja. Raja yang agung
dan mulia. Ia lebih dahulu merendahkan diri-Nya sampai ke titik terdalam dan
terhina. Lahir di sebuah kandang paling bau, hidup sebagai manusia tanpa
naungan untuk beristirahat dan meletakkan kepalanya. Ia mati di tempat paling
hina, tempat para penjahat dibunuh. Ia dipandang sebagai hamba yang tak
berdaya, seperti domba yang dibawa ke tempat pembantaian. Namun justru dengan
cara-cara itu sesungguhnya, Ia adalah Raja yang mau mati untuk menyelamatkan
manusia yang berdosa, agar tidak mati konyol, tanpa mencapai hidup kekal.
Kitab
Ibrani hari ini mengatakan: “Ia telah
mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama
perjanjian yang pertama.... Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada
zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya” (bdk Ibr 9:15.24-28). Dilihat
dari status tak pantas seorang Raja mati untuk manusia berdosa, yang boleh
dibilang hamba. Ia rela mati bukan karena jasa kita tetapi semata-mata karena
cinta yang tak terpahami dan pengorbanan yang tak terselami. Maka Ia disebut
Raja Cinta. Karena cinta-Nya kita selamat. Jikalau bukan Kristus, sia-sialah
hidup kita.
Orang
Israel, kalangan atas, tidak memahami segala yang dikerjakan Yesus karena
mereka tegar hati dan tidak mau merendahkan diri mereka di hadapan sesama. Ketika
Yesus mengusir setan, mereka mengatakan: Dia mengusirnya dengan kuasa Beelzebul,
penghulu setan. Suatu cap dan panggilan yang paling hina yang dilakukan lawan-lawan-Nya
(Mrk 3:22-30) Mengapa? Mereka tidak menerima Yesus dan selalu memandang-Nya
sebagai lawan, saingan. Mereka iri hati sebab mereka tidak suka disaingi oleh
siapapun dan selalu merasa diri sebagai tuan atas yang lain. Kesombongan dan
besar hati telah menutup hati dan mata mereka untuk melihat siapakah Yesus itu
sebenarnya.
Di
dunia ini banyak orang yang menutup mata dan hatinya dalam melihat kebaikan
yang dikerjakan orang lain, termasuk Tuhan. Sebaik apapun tawaran keselamatan,
jika hati tetap tertutup, semua tawaran itu menjadi tak ada artinya bagi mereka,
ibarat benih yang jatuh di pinggir jalan.