Di
tengah kekristenan yang sedemikian kuat karena usianya sudah masuk abad 21
sudah seharusnya penghayatan dan praktek iman menurut cara perjanjian lama
dalam hal yang satu ini, yakni persembahan binatang tidak dijalankan lagi.
Menurut hemat saya, beberapa pandangan berikut ini yang menjadi alasannya:
Pertama, kita hidup dalam zaman perjanjian baru bukan
perjanjian lama, kalau kita kembali ke perjanjian lama, ini ibarat anggur baru
yang disimpan dalam kantong lama.
Kedua, “tidak mungkin darah lembu atau domba jantan
menghapus dosa” (bdk Ibr 10:1-10)
Ketiga, kalau kita sudah memiliki kurban sempurna, tak
bernoda, kudus, untuk apa kita kembali memakai kurban yang tidak sempurna.
Keempat, dalam pengakuan iman, kita selalu mengatakan cara
lama telah ganti telah diperbaharui (Tantum Ergo), namun dalam prakteknya kita
tidak melakukannya, lama dan baru digabung saja, sesudah yang lama diikuti yang
baru. Dualisme.
Tuhan
Yesus hari ini mengajar kita tentang bentuk persaudaraan yang baru,
persaudaraan sebagai anggota Kerajaan Allah. Ia menekankan tentang persaudaraan
yang luas, yang tidak terikat kepada hubungan darah dan keturunan tetapi
hubungan kasih di dalam kehendak Allah. “Saudara-Ku
laki-laki dan perempuan, ibu-Ku adalah mereka yang melaksanakan kehendak Allah”.
Tuhan menghendaki kita untuk membangun hubungan kekeluargaan yang luas,
membangun jejaring dengan sesama sebagai satu keluarga Allah, yang melaksanakan
kehendak Allah. Allah tidak memandang agamamu, bangsamu, sukumu, tetapi melihat
kasih-Nya yang terwujud dalam tindakanmu yang sesuai dengan kehendak-Nya.
kehendak-Nya yang utama adalah kasih. Kasih kepada-Nya dan kepada sesama. Di sinilah
letaknya kebesaran jiwa kekristenan dalam Yesus Kristus. Kebesaran jiwa yang
sifatnya universal, menjangkau segala bangsa, budaya dan agama (bdk Mrk
3:31-35)
Dari
pengajaran di atas saya teringat akan lagu para malaikat ketika membawa berita
gembira kelahiran Yesus: "Kemuliaan
bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara
manusia yang berkenan kepada-Nya." (Luk 2:14). Manusia yang berkenan kepada Allah adalah manusia yang melaksanakan
kehendak-Nya, bukan manusia yang beragama, bukan yang pintar, bukan yang pandai
bicara dan berkotbah, tetapi manusia yang melaksanakan kehendak Allah, manusia
yang mencintai sesamanya sebagaimana Kristus mencintai semua orang dan yang
telah mempersembahkan hidup-Nya di kayu salib untuk menebus dosa kita.