Ketika
menulis renungan ini saya teringat akan sebuah pepatah yang berbunyi: “Seperti mendapat durian runtuh”, yang artinya seseorang yang mendapat rejeki
berlimpah tanpa usaha. Ibarat seseorang yang memiliki kertas undian
berharga jutaan dollar, yang ketika diundi, di luar dugaannya ia memenangkan
undian itu.
Begitulah
kira-kira nasib Abram di tanah Uhr, Mesopotamia kala itu. Ia dengan istrinya
Sara, sudah lanjut usia, tanpa anak dan tanpa kekayaan yang berarti. Suatu
ketika tiba-tiba Abraham mendengar bisikan panggilan yang sangat kuat untuk
meninggalkan negerinya. Panggilan itu disertai janji-janji yang menggiurkan,
bisikan panggilan itu sangat kuat dan meyakinkan. “Engkau akan mendapat keturunan, banyaknya seperti bintang di langit,
kekayaan berlimpah, namamu jadi masyhur dan engkau akan jadi berkat bagi
segenap bangsa” (Kej 12:1-4a). Tanpa berdiskusi banyak dengan siapa-siapa
selain istrinya Sara, mereka pun berangkat. Kobaran hati Abram dan Sara begitu
kuat, mendorong keduanya untuk pergi dan mulai membangun harapan, semoga
janji-janji itu terpenuhi. Janji-janji itu mereka jadikan sebagai doa iman
bahwa DIA yang memanggil akan memenuhi jani-Nya. Janji untuk menikmati berkat mendapat
keturunan dan sebagainya itu tentu menggiurkan dan menggerakkan seluruh naluri
kemanusiaan Abram dan Sara. Kemanusiaan yang rindu akan keturunan, kekayaan,
legitimasi pengakuan publik serta menjadi berkat bagi orang lain.
Apa
yang dijanjikan Tuhan kepada Abram telah menjadi kenyataan ketika terbentuknya
suatu bangsa yang besar, menjadi bangsa pilihan Allah, dari keturunan Abraham.
Bangsa ini telah terbentuk dengan keyakinan menjadi bangsa terpilih, terberkati
dengan nama yang masyhur, kaya dan menjadi berkat bagi banyak bangsa. Kenyataan
ini dikukuhkan lagi oleh kehadiran Yesus Kristus, keturunan Abraham, Isaak,
Yakub dan Daud. Panggilan itu terus menerus terhubung dari keturunan ke
keturunan, tak pernah terputus, meskipun ada banyak pencobaan dan tantangan.
Tuhan yang memanggil Abram dan yang membaharui janji-Nya tetap berdiri sebagai
Tuhan yang setia janji dan mahabaik. Janji-Nya tidak pernah dibatalkan oleh
dosa-dosa para pelaku sejarah bangsa ini. Berkat-Nya selalu tersedia bahkan
selalu diperbaharui. Abraham dan keturunannya harus menikmatinya.
Para
murid yang dipanggil Yesus, sebagai keturunan Abraham perlu bahkan membutuhkan pemenuhan untuk menikmati janji-janji itu
juga. Untuk itu Tuhan Yesus mengajak mereka untuk menikmati pengalaman Tabor,
di mana DIA berubah rupa, wajah-Nya berkilau-kilauan, heran, ajaib dan
menakutkan. Kejadian ini menjadi pengalaman rohani yang amat kuat dan tak
terlupakan bagi ketiga murid-Nya, Petrus, Yakobus dan Yohanes. Kemudian,
ketiganya mengakui bahwa Yesus itu bukan manusia biasa, karena mereka telah
mendengar sendiri kesaksian surga dalam suara yang bersabda: "Inilah Anak yang Kukasihi,
kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia." Pengalaman surgawi ini
membuat Petrus secara tidak sadar mengatakan: "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau
mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa
dan satu untuk Elia”. Dengan kata lain, Petrus minta agar mereka menetap di
situ. Pengalaman surgawi ini sungguh membahagiakan! (Mat 17:1-9)
St.
Paulus bersaksi bahwa panggilan Tuhan itu kudus dan menyelamatkan. Dia memanggil
bukan karena jasa kita melainkan melainkan berdasarkan kasih karunia-Nya,
karena jasa Yesus Kristus (2 Tim 1:8b-10). Maka bila Tuhan memanggil Anda untuk melakukan
pekerjaan-Nya, ikutilah panggilan itu dan DIA akan memberi jaminan berkat
bagimu.