Ada
banyak batu sandungan yang dilakukan orang tua terhadap anak, atasan terhadap
bawahan, orang yang di-‘tua’-kan terhadap saudara-saudari lain di sekitarnya,
pemimpin Gereja terhadap umatnya, pemimpin masyarakat terhadap rakyatnya,
pemimpin kelompok terhadap anggota kelompoknya. Batu sandungan itu tidak lain
daripada: mereka banyak membuat instruksi atau perintah, namun mereka sendiri
tidak melakukannya. Mereka tidak menjadi teladan atas perintahnya sendiri.
Injil
hari ini menyampaikan bagaimana pandangan Tuhan Yesus terhadap para pemimpin,
orang tua dll seperti yang disebut di atas. "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi
Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan
kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena
mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban
berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau
menyentuhnya.......” (Mat 23:1-12). Dalam wejangan ini Tuhan Yesus dengan
keras mengecam kaum Farisi dan ahli Taurat, yang sangat munafik sebab mereka hanya
tahu memberi perintah atau instruksi (meletakkan beban berat) kepada orang lain
tetapi mereka sendiri tidak melakukannya. Dalam wejangan selanjutnya, Tuhan Yesus
meminta, supaya para pengikut-Nya harus memiliki sikap rendah hati, menjadi
pelayan bagi sesama, bukan memandang diri sebagai atasan, rabi atau pejabat. Yesus
tahu bahwa jabatan-jabatan ini menggoda manusia untuk bersikap sombong terhadap
sesamanya.
Nabi
Yesaya, pada zaman perjanjian lama, menyapa para pemimpin dan rakyat Israel dengan
kata-kata yang lebih keras lagi: pemimpin disebut manusia Sodom, rakyat disebut
manusia Gomora, dua kota yang sudah binasa pada zaman Abraham dan Sara serta
Lot akibat dosa mereka. Yesaya menghimbau mereka agar bertobat, berhenti dari
perbuatan jahat, dan berusaha untuk menciptakan keadilan, kedamaian bagi para
janda dan yatim piatu supaya hidup mereka menjadi berkat bagi dirinya sendiri
dan orang lain (Yes 1:10; 16-20)
Mengajar
sambil memberi teladan jauh lebih berharga di mata Tuhan dan sesama dari pada
mengajar namun tidak melakukannya. Allah dalam inkarnasi-Nya sudah menunjukkan
kepada kita semua bahwa DIA bukan hanya bersabda tentang cinta dan kerendahan
hati tetapi DIA sendiri telah merendahkan diri dan mewujudkan cinta-Nya sedemikian
rupa, sehingga kita tidak sanggup melukiskannya dalam kata-kata.
Masa
puasa adalah masa untuk banyak berbuat dan sedikit berbicara; mengajar dan
melakukannya! Amin