Cita-cita
utama yang dibangun oleh setiap keluarga kristiani sejak awal berdirinya Gereja
Kristus oleh para rasul adalah cita-cita menjadi kudus. Cita-cita itu terus
menerus dipertahankan hingga hari ini bahkan selamanya. Dalam kenyataannya kita
lihat bahwa umat kristiani selalu memelihara hidupnya dengan menerima
sakramen-sakramen. Mulai dari sakramen pembaptisan hingga sakramen orang sakit.
Tujuan pemberian dan penerimaan sakramen-sakramen ini tidak lain dari pada
usaha memelihara cita-cita menjadi umat yang kudus.
Cita-cita
menjadi kudus ini adalah warisan hidup dari perjanjian lama. Musa dalam Kitab
Ulangan dalam bacaan pertama hari ini menegaskan kembali akan pentingnya hidup
yang berpegang teguh pada sabda Tuhan, yang terwujud dalam ketaatan untuk
mengikuti ketetapan, perintah serta peraturan-Nya. Sebab Tuhan sendiri telah
mengangkat bangsa Israel untuk menjadi bangsa yang terpuji, ternama dan
terhormat. Hal-hal ini merupakan prasyarat utama dalam memelihara kekudusan itu
(bdk Ul 26:16-19). Dalam perjalanan bangsa ini kita lihat bahwa segala
penderitaan dan pencobaan terjadi ketika mereka mengingkari cita-cita ini dan
berlaku curang serta tidak setia di hadapan Tuhan. Penderitaan dan pencobaan
itu dapat dipulihkan bila mereka bertobat.
Tuhan
Yesus dalam Injil hari meminta para murid-Nya supaya menjadi sempurna dan kudus
seperti Bapa di surga, dengan cara: mengasihi dan mengampuni musuh, mendoakan
orang-orang yang menganiaya mereka. Tindakan-tindakan ini tentunya sangat
berlawanan dengan hukum lama, mata ganti mata, balas dendam dsb. Yesus menganjurkan
para murid untuk berbuat lebih dari orang-orang lain, tidak sama seperti para
pemungut cukai dan pendosa lainnya. Mengapa? Argumentasi Yesus: kalau para
murid melalukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang berdosa,
maka mereka tidak memiliki kwalitas hidup yang lebih baik (Mat 5:43-48).
Memelihara
dan mengejar cita-cita kekudusan tidak hanya terjadi melalui usaha yang
biasa-biasa seperti yang dilakukan para pendosa, tetapi menuntut suatu
kesaksian hidup yang lebih berkualitas, lebih berbobot, yang sifatnya martyria
= penuh rasa tanggung jawab, berkorban
dan rela memikul salib. Kehidupan Kristus sendiri, meskipun Ia adalah Tuhan,
namun hidup dan tanggung jawab karya-Nya jauh lebih berat dari semua manusia
biasa di bumi ini. Hakekat hidup sebagai pengikut Kristus adalah membawa
semangat Kristus dalam hidupnya, dalam kata dan perbuatan, dalam hidup dan
karya. Suatu hakekat yang dilakukan bukan saja untuk keselamatan diri sendiri
tetapi keselamatan banyak orang lain, segenap umat manusia.