Entah
karena kemajuan tehnologi atau terlampau percaya diri karena pandai, kaya, ganteng,
cantik, punya jabatan tinggi atau karena memang tidak memiliki kecerdasan
spiritual, murtad, banyak orang di zaman edan ini tidak lagi melihat Tuhan
sebagai “sumber berkat dari hidup dan karyanya” melainkan berjalan congkak di
atas kekuatannya sendiri. Ketika prahara datang barulah tersadar bahwa kita tak
mampu mengatasi prahara itu dan terpaksa lari kepada Tuhan. Di depan-Nya kita berteriak
dan menangis lalu membenarkan diri dengan mengatakan: “mohon ampun pada-Mu
Tuhan, atas kelemahanku sebagai manusia!” Meskipun kita tahu TUHAN itu
mahabaik, maharahim, pengasih dan penyayang, namun jangan pernah memanfaatkan
semua kebaikan itu untuk bersikap congkak di hadapan-Nya, sebab hidup ini
bukanlah milik kita sendiri, melainkan milik-Nya semata. Manusia tidak pernah bisa
menciptakan kehidupannya sendiri juga tak pernah bisa mengakhirinya.
Nabi
Yeremia dengan keras hari ini mengingatkan kita dengan mengatakan: "Terkutuklah orang yang mengandalkan
manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari
pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan
mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang
gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk” (Yer 17:5-6). Sabda ini
memang keras sesuai dengan situasi pada zaman hidupnya nabi Yeremia. Orang-orang
Israel selalu melawan dia dan bersekongkol untuk membinasakannya. Tetapi pada
akhirnya mereka merasakan akibat dari perlawanan itu dan menderita di tempat
pembuangan. Mengandalkan manusia atau diri sendiri adalah manifestasi dari
kecongkakan hati yang berlebihan. Sebagai makhluk yang berasal dari debu dan
akan kembali ke debu, setiap anak Tuhan tetaplah menyadari bahwa hidup dan
akhir dari keberadaan kita di dunia ini bukanlah milik kita sendiri. DIA yang
tak kelihatan itulah Pemiliknya.
Sebaliknya
kalau manusia mengandalkan Tuhannya, Yeremia bersaksi: “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya
pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan
akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas
terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang
tidak berhenti menghasilkan buah. Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang
menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan
tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya." (Yer
17:7-8.10). Tokoh utama dari cerita Kitab Suci dalam hubungan dengan iman yang
mengandalkan Tuhan adalah Abraham dan Sara (bdk Kej 12). Segala janji Allah
padanya dipenuhi secara sempurna, namanya tercatat sebagai bapa segala bangsa
yang percaya kepada Allah.
Contoh
tragis yang diceritakan Tuhan Yesus dalam perumpamaan hari ini adalah nasib
orang kaya yang tidak peduli pada Tuhan dan sesamanya. Pada akhirnya ia masuk
ke tempat siksaan kekal, sebaliknya Lazarus yang miskin masuk dalam kemuliaan
Tuhan (Luk 16: 19-31). Mengandalkan diri sendiri dan segala kuasa di bumi tidak
pernah bisa menandingi kuasa dan kemuliaan Tuhan, bahkan sebaliknya seperti
kata nabi Yeremia di atas: “tidak akan
mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang
gurun”. Sabda ini memang keras, ya sesuai dengan situasi zaman edan ini, tetapi
menyelamatkan. Masa puasa adalah
kesempatan untuk berbalik dari kecongkakan kepada kerendahan hati. Amin