Ia telah mengabdi berpuluh-puluh tahun
di tempat itu, desa yang paling terpencil di ujung barat di sebuah pulau. Ketika
guru-guru lain sudah bergantian datang dan pergi karena perpindahan, dia dan
istrinya, tetap saja mengabdi di tempat itu, karena memang keduanya telah jatuh
cinta dengan tempat itu. Walaupun selama bekerja di situ mereka mengalami banyak
tantangan dan pencobaan tetapi pasangan suami istri guru ini tetap saja setia
bekerja dan melayani penduduk desa itu. Para murid hasil didikan mereka telah
banyak jadi orang dan mendapat pekerjaan baik. Jika mereka ini pulang ke desa
itu untuk berlibur, mereka selalu datang ke rumah bapa dan ibu guru
bersangkutan untuk menyampaikan terima mereka sambil membawa ole-ole apa saja. Mereka
bersaksi bahwa bapa dan ibu itu adalah guru terbaik yang tak akan pernah mereka
lupakan jasanya, sebab kehadiran keduanya telah membuat mereka berubah dan
selalu berjuang menjadi orang baik dan tekun mengejar cita-cita. Bapa dan ibu
guru ini setiap malam mengunjungi
rumah-rumah keluarga di desa itu untuk memberi motivasi bagaimana bekerja guna mencapai
hidup baik dan sukses, sambil mendorong masyarakat untuk menanam sebanyak
mungkin tanaman perdagangan. Hasilnya dapat dijual guna membiayai pendidikan
anak hingga perguruan tinggi.
Desa yan terpencil itu telah menghasilkan
ratusan sarjana. Kebanyakan dari antara
mereka bekerja di pelbagai kota di mana mereka merantau dan meraih pendidikan
tinggi. Sedangkan yang kembali ke desanya, mereka tidak kembali begitu saja
melainkan bekerja memajukan desanya dengan memanfaatkan ketrampilan dan ilmu
yang telah mereka dapatkan. Karena itu walaupun desa mereka letaknya terpencil tetapi
kemajuan dalam hal pertanian, perdagangan dan pendidikan serta kesehatan jauh
lebih baik dari desa-desa lain di pusat kecamatan atau di pusat-pusat kota. Semua
itu tidak lain karena kehadiran pasutri guru, pak Wens dan ibu Lusia, demikian
namanya, yang sudah lama mengabdi di situ telah memberi mereka motivasi hidup
dan bekerja untuk mencapai sukses. Perbuatan pak Wens dan ibu Lusia boleh kita
namakan perbuatan terang, sebab keduanya telah jadi obor, terang bagi
masyarakat di mana mereka bekerja.
Sedangkan di tempat lain mereka
mendengar banyak guru yang terlibat pernainan judi, tidak mengajar atau hanya datang
sejam atau lebih di sekolah lalu pulang ke rumah atau pergi ke tempat lain. Mereka
membiarkan anak-anak belajar sendiri
dari buku. Pada saat ujian nasional anak-anak di sekolahnya lulus dengan nilai
baik 100%, sebab mereka berlaku curang pada saat menyusun soal atau pada saat
memeriksa ujian dengan memberi nilai baik. Cerita-cerita miris seperti ini ada
di pelbagai tempat di negeri ini. Tanpa pengawasan ketat guru-guru ini hidup
dengan cara pengabdian seperti itu terus menerus hingga mereka pensiun. Inilah sisi
– perbuatan gelap sebagian anak-anak manusia bagi anak bangsanya sendiri.
St. Paulus dalam suratnya hari ini mengingatkan
jemaat Efesus agar hidup sebagai anak-anak terang, berbuahkan kebaikan,
keadilan dan kebenaran serta berani meninggalkan segala perbuatan gelap di masa
lalu. Setiap orang harus bangkit dari kubur dosa, berani melepaskan segala
keterikatan kepada yang jahat sebab Kristus telah bangkit dari antara orang
mati dan memberi kita semangat untuk hidup dalam kemenangan (Ef 5:8-18)
Tuhan Yesus dalam cerita Injil hari
ini tidak peduli dengan tuduhan para lawannya bahwa Dia melanggar hari Sabat. Yang
terpenting bagi-Nya adalah membantu orang buta itu agar sembuh dari butanya dan
bisa melihat, membebaskan orang itu dari pekerjaan mengemis, dan memberi dia
kesempatan untuk menikmati hidup seperti orang-orang lainnya, dapat pergi ke
mana saja, bekerja dan mencari nafkah. Ketika orang Farisi sibuk dengan dirinya
sendiri dan sikap legalistisnya, orang buta itu telah celik dan menikmati
hidupnya yang baru, hidup yang merdeka dan sehat (Yoh 9:1-41).
Saudara-saudara Daud seharusnya iri
hati dengan adik bungsunya itu, sebab dari segi usia dan penampilan sera pengalaman
hidup, kakak-kakaknya itu adalah orang-orang yang pantas diangkat menjadi raja
Israel (1 Sam 16:1b.6-7.10-13a) Namun Tuhan menghendaki Daud, sebab dari
pekerjaan-Nya Daud telah terlatih menjadi pemberani, jago berperang melawan
banyak binatang buas. Melalui pengalaman itu Daud telah diberi kemampuan
manajerial yang baik bagaimana mengatur strategi perang dan menjadikan bangsa
Israel itu kuat dan disegani bangsa lain di sekitarnya. Daud juga termasuk
seorang yang sangat beriman dan selalu mengandalkan Tuhan dalam hidupnya sehingga
hidupnya hanya mengandalkan berkat dan perlidungan dari Tuhan.
Orang yang baik dan beriman pasti akan
selalu berusaha untuk hidup dalam terang dan kebenaran, sedangkan orang yang
jahat pasti berbuat sebaliknya, mereka selalu senang dengan kejahatan yang
mereka lakukan serta memusuhi orang-orang baik.