Ketika manusia tidak pernah merawat atau
memelihara kehidupan rohaninya dengan baik dan benar, tetapi hidup dalam
keinginan daging saja, yaitu suka akan percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan
berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri
sendiri, percideraan, roh pemecah, maka sesungguhnya mereka itu adalah “mayat-mayat yang berjalan”. Jiwa mereka
sesungguhnya sangat terluka oleh dosa-dosa. Mereka menderita, sakit dan tak
berdaya. Tuhan tidak membenci mereka melainkan datang untuk mencari dan
menyelamatkan manusia berdosa, namun karena mereka merasa diri tidak bersalah
dan menolak untuk mengakui dosa-dosanya, maka mereka disebut manusia tanpa roh Tuhan..
Di saat bangsa Israel hidup dalam
keadaan seperti itu dan sangat menderita, Tuhan sendiri melalui nabi Yehezikiel
bernubuat: “Sungguh, Aku membuka
kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu, hai umat-Ku, dari dalamnya, dan Aku akan
membawa kamu ke tanah Israel. Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga
kamu hidup kembali dan Aku akan membiarkan kamu tinggal di tanahmu” (Yeh
37:12-14). Hidup di tempat pembuangan, berada di bawah tekanan dan siksaan
para penjajah, terasa bagaikan hidup di dalam kubur. Bangsa Israel kehilangan harapan,
tak punya nyali. Akan tetapi nubuat nabi Yehezkiel itu memberi harapan baru
bahwa mereka akan diselamatkan oleh tangan Tuhan yang kuat. Mereka pun berdoa,
memohon ampun dan bertobat. Saat mereka bertobat, mereka merasakan kembali
adanya Roh Allah yang menghidupkan.
Lazarus sudah mati empat hari. Dia sudah
dikuburkan dan tak ada harapan untuk bangkit lagi. Namun peristiwa ini
dijadikan Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya yang mulia, agar dengan mujizat
yang dikerjakan Yesus, para murid belajar percaya bahwa Allah itu mahakuasa. Maka
ketika berita kematian Lazarus disampaikan kepada Yesus, Ia hanya menjawab,
Lazarus hanya tertidur, sebab Ia sendiri sudah tahu akan rencana Bapa yang akan
dikerjakan-Nya dalam peristiwa kematian ini, bila rombongan-Nya tiba di rumah
duka. Di saat Yesus berjumpa dengan Marta dan Maria, Yohanes penulis Injil ini,
dengan bagus menceritakan dialog yang terjadi antara ketiganya. Lalu Yesus
menghibur kakak beradik ini dengan mengatakan: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia
akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya
kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya” (bdk Yoh 11:1-45).
Ada dua arti penting dari perkataan
Tuhan Yesus di atas: Pertama, Ia
menegaskan bahwa kehidupan itu milik Allah. Dia adalah utusan Allah yang
berkuasa mengembalikan kehidupan itu pada orang yang sudah mati. Lazarus secara
fisik dibangkitkan dari kuburnya. Mujizat kebangkitan orang mati terjadi. Mujizat
ini mempersiapkan umat Israel untuk melihat mujizat kebangkitan-Nya sendiri. Kedua, manusia secara fisik akan mati
dan tak dapat hidup kembali. Meski demikian orang yang percaya kepada Kristus akan
memiliki “jaminan kekekalan” – tak akan mati selama-lamanya. Mereka akan hidup
bersama Allah dalam Kerajaan-Nya.
Manusia membutuhkan Roh Allah, demikian
kata St, Paulus kepada jemaat Roma (Rom 8:8-11). Sebab manusia yang hidup dalam
keinginan daging “tidak mungkin berkenan kepada Allah”. Mereka akan mati dan
hidup dalam kefanaan. Tetapi “jika Roh
Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu,
maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan
menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu”.
Menjadi mayat berjalan adalah cap yang
kurang berkenan, namun setiap pengikut Kristus hendaknya sadar bahwa dosa itu sangat
berbahaya bagi jiwa. Akan tetapi jika kita bertobat dan kembali hidup di bawah
bimbingan Roh-Nya yang mulia, maka jiwa yang sakit dan gelisah itu akan hidup
tentram dan damai.