Pada zaman sebelum adanya perjanjian
tertulis orang biasanya membuat perjanjian lisan yang dimeterai dengan darah binatang.
Binatang itu dipotong, darahnya diambil dan direciki pada batu di mana mereka
membuat perjanjian atau pada bagian tubuh tertentu agar mudah mengingatnya. Mereka
mereciki atau mengoles darah binatang itu sambil mengucapkan sumpah untuk
memenuhinya. Mereka yang terlibat membuat perjanjian itu biasanya jujur dan
berusaha memenuhinya, sebab takut akan bencana yang bakal terjadi bila tidak
dipenuhi.
Dalam bacaan pertama hari ini, Yesaya
bernubuat tentang hamba pilihan Allah, yang dipenuhi dengan Roh-Nya. Hamba ini
akan menyatakab hukum kepada bangsa-bangsa, yang menyatakan hukum-hukumNya
dengan setia, yang mengobarkan semangat setiap orang yang hidup dalam kegelapan
dan membangkitkan semangat orang yang hidup derita. Hamba ini menjadi “tanda
perjanjian” dan melalui Dia akan terpenuhi semua firman yang pernah diucapkan Allah
melalui para nabi dan para bapa bangsa (Yes 42:1-7).
Apa yang disampaikan nabi Yesaya dalam
bacaan ini tidak lain mengenai Tuhan Yesus Kristus yang telah melakukan segala
pekerjaan Allah yang membebaskan dan menyelamatkan. Dia bukan saja menjadi
tanda perjanjian itu tetapi sekaligus menjadi kurban perjanjian baru. Hal ini
telah nyata dalam semua pekerjaan baik yang dilakukan-Nya. Menjelang
penderitaan-Nya pun Dia masih melakukan pekerjaan baik, yakni menghidupkan
Lazarus yang sudah empat hari mati dan berada di dalam kuburnya. Melihat semua
yang terjadi itu tidak heran kalau semakin banyak orang percaya kepada-Nya (Yoh
12:1-11). Melalui karya Yesus Kristus Allah menggenapkan segala ucapan-Nya,
karena itu pemazmur selalu mengatakan Yahwe itu setia dalam janji-janji yang
diucapkan-Nya.
Kita semua telah dimeterai oleh darah
perjanjian baru melalui sakramen yang kita terima. Dalam dan melalui
sakramen-sakramen itu hidup kita dimeterai dengan darah Kristus yang tertumpah
di kayu salib. Oleh sakramen-sakramen ini, hidup dan karya kita telah menjadi
tanda perjanjian antara Allah dengan kita sendiri dan umat manusia seluruhnya. Di
mana saja kita berada sesungguhnya ada tanda kehadiran dan perjanjian Allah di
dalamnya. Bila kita setia dan taat mengikuti kehendak-Nya, maka kita menjadi tanda
perjanjian yang menyelamatkan. Tetapi bila kita tidak setia dan mengikuti
kemauan sendiri maka kita mengingkari perjanjian itu dan karenanya kita sendiri
menderita termasuk orang-orang lain yang ada di sekitar kita.