Atheisme
modern dalam bentuk pendewaan terhadap pandangan-pandangan palsu tentang kesenangan
tubuh kini tampaknya mendapat pembenaran oleh kaum hedonis dan kelompok “carpe
diem”. Mereka mengatakan ini baik, istimewa dan mode. Kita tak perlu pikir
tentang Tuhan karena pikiran kita adalah Tuhan, pesta pora itu baik selagi
masih diberi kesempatan hidup, sex bebas itu hak asasi guna melatih diri menuju
kedewasaan, aborsi dan bunuh diri itu wajar demi kenyamanan, membunuh orang
demi agama adalah mati suci, membentengi diri dengan ilmu-ilmu gaib itu benar
karena banyak orang memakainya, narkoba itu baik demi uang dan kekayaan dst…
Akan tetapi dalam banyak pengalaman kita lihat bahwa ketika bayang-bayang
kematian berada di depan mata setelah mereka menderita, mereka menjerit dan
minta pertolongan…….
Nabi
Yesaya menghadapi bangsa Israel yang tegar tengkuk di zamannya. Mereka hidup
dalam kefasikan, berhala, selingkuh dll lalu meninggalkan Tuhannya. Nabi Yesaya
tampil dan berseru dengan lantang dalam semangat kenabiannya: “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui;
berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! Baiklah orang fasik meninggalkan
jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada
TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi
pengampunan dengan limpahnya” (Yes 55: 6-9). Mengapa? Tobat dan kembali ke
jalan benar akan menyelamatkan jiwa dan raga dari kepalsuan hidup. Jika tetap
di jalan salah akibatnya sudah dirasakan, yakni hidup di tempat pembuangan dan
terpenjara. Tak ada kebebasan. Tuhan yang memulai segala pekerjaan mulia-Nya
dalam hidup kita, Ia turut bekerja dalam langkah-langkah harian kita dan akan
menyelesaikannya juga. Bila kehadiran dan peran-Nya diabaikan, maka kesusahan
itu akan datang juga dan kita kehilangan rahmat keselamatan yang kita perlukan.
St.
Paulus sudah merasakan buruknya hidup di bawah pikirannya sendiri, ketika dia
salah menerjemahkan hukum dan ibadat perjanjian lama. Ia membunuh banyak orang
karena cara pandang salah terhadap ajaran Kristus yang dianut orang Kristen
awal. Setelah bertobat ia berbalik dan menulis pengakuannya tentang Kristus
dengan sangatradikal: “Sekarang, Kristus
dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh
matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (bdk
Flp 1:20c-24.27). Paulus tahu perjalanan hidup manusia. Kalau hidup ini sudah
dimulai dalam dan oleh Tuhan, pada akhirnya kita tidak akan terhindar dari
kebutuhan jiwa untuk hidup bersama-Nya. Karena itu di saat kita hidup, hiduplah
dalam Tuhan dan CARILAH TUHAN !
TUHAN
itu sangat murah hati, DIA tidak memandang orang dari segi jasanya dalam hidup
ini, apakah seseorang sudah berbuat banyak dan memberi banyak waktu untuk Dia
maupun untuk sesama. Tuhan menilai ketulusan, kejujuran serta kebaikan hati
manusia berdasarkan ketaatan kepada perintah cinta kasih-Nya. Tuhan juga tidak
menilai apakah kita adalah orang yang terlama dalam kekristenan ini. Tetapi
apakah kita selama menjadi Kristen itu sudah taat kepada-Nya dan melaksanakan
hukum-hukum-Nya dalam semangat kasih kepada sesama dengan sungguh ataukah hanya
sekedar pencitraan?
Kalau
hidup ini milik Tuhan, maka memuji dan memuliakan Tuhan dengan sendirinya
menjadi sebuah “keharusan” hidup yang tak boleh diabaikan, sebab iman kita
mengatakan; cintailah Tuhan Allahmu
dengan segenap hatimu…… Demikian juga berbuat kasih kepada sesama adalah
pemberian diri yang tertinggi yang dari hukum: cintailah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Hidup
ini harus lebih lebih dari sekedar mencari Tuhan tetapi membiarkan Tuhan hidup
dan bekerja dalam diri kita guna membimbing kita untuk melaksanakan
kehendak-Nya dengan baik ! Amin