Salah satu visi dalam pendidikan seminari adalah
solidaritas. Para siswa, dalam kebersamaan hidup berkomunitas perlu tahu,
belajar dan menghayati semangat solider dengan semua, sehingga bila menjadi
imam mereka berusaha melayani semua orang tanpa pilih kasih. Mereka akan
menjadi pemimpin yang menghayati cara hidup Sang Guru sendiri: menjadi sahabat
bagi semua orang!
Salah satu sifat Gereja yang amat menggembirakan kita
semua adalah universal, terbuka untuk semua orang yang merindukan Tuhan dan
karya keselamatan-Nya. Dalam Gereja tak ada sekat politik, status, suku,
budaya, ras dan sebagainya. Sifatnya yang katolik (umum) memberi ruang
seluas-luasnya kepada siapa saja untuk bergabung, berdialog, bekerja sama tanpa
membeda-bedakan. Karena Kepala Gereja, yaitu Yesus Kristus datang untuk
menyelamatkan semua orang. Yesus adalah hikmat Allah dan hikmat itu dibenarkan
oleh mereka yang percaya dan menerimanya.
Ketika orang Yahudi berpikir dengan cara pikir
sekat-sekat, golongan kaya dan miskin, status hamba dan raja dst, Yesus
menyampaikan perumpamaan ini: “Orang-orang
angkatan ini Kuumpamakan seperti anak-anak yang duduk di pasar dan
berseru-seru: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kalian tidak menari. Kami menyanyikan
kidung duka tetapi kalian tidak menangis” (Luk 7:31-35). Sikap masa bodoh
atau tidak peduli adalah sikap yang tidak kooperatif dalam persekutuan Gereja,
dan itu tidak mencerminkan spiritualitas persatuan, bahwa kita dipersatukan
oleh iman yang sama akan Yesus Kristus. Hidup sebagai orang beriman bukan untuk
diri sendiri saja tetapi solider dengan orang lain tanpa batas dan sekat. Justru
keunggulan kita sebagai anggota Gereja Kristus ada dalam sifatnya yang
universal terbuka bagi siapa saja. Sebagai anggota kita masing-masing perlu
memberi kontribusi positip dalam karya Gereja agar kabar disebarluaskan tanpa
batas hingga ke ujung dunia, seperti pesan imam agung kita, Yesus Kristus.
St, Paulus meminta Timoteus hari ini (1 Tim 3:14-16) agar
mengajarkan kepada jemaat bahwa orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yang
berarti jemaat Allah yang hidup, menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran. Paulus menghendaki agar semua orang
yang percaya kepada Yesus Kristus perlu menyadari kehadiran Allah, yang
mempersatukan dalam persekutuan jemaat. Jemaat Allah perlu menghayati sifat
universalitas Gereja, sehingga tidak egois dan memikirkan dirinya sendiri saja.
Tuhan Yesus yang menjadi Kepala Gereja dan pokok iman kita datang untuk menjadi
sahabat semua orang, menyelamatkan semua orang. Cinta-Nya universal sehingga Ia
mengutus para murid-Nya, pergilah ke seluruh dunia dan bawalah kabar baik serta
wartakan kasih Tuhan kepada semua, jadikan mereka murid-Ku, entah dalam
persekutuan yang sama atau yang berbeda, asal saja mereka memelihara kasih yang
sama untuk semua.