Tahun 50-an, sepasang suami istri
terjebak banjir besar melintasi kampungnya. Keduanya harus mengungsi tengah
malam guna menyelamatkan diri. Membawa barang-barang di tengah terjangan banjir
tak mungkin mereka lakukan karena banjir sudah setinggi leher dan mengalir
dengan deras. Keduanya teringat salib pernikahan yang dihadiahkan imam yag
memberkati mereka. Salib itu mereka pegang erat-erat dan berjalan tanpa
penerangan melintasi banjir itu. Hanya dengan seruan “Tuhan Yesus yang tersalib
selamatkan kami”, keduanya melewati banjir itu hingga mencapai tanah yang
kering sejauh hampir seratus meter lebih. Sedangkan orang lain dari kampung tersebut
mencari keselamatannya sendiri dengan menaiki pohon-pohon tinggi yang ada di
sekitar kampung dan bertahan hingga pagi hari. Kebetulan mereka yang naik ke
pohon-pohon itu adalah orang-orang muda yang belum berkeluarga.
Musa diberi perintah oleh Tuhan untuk
memasang ular perunggu pada tiang yang tinggi di saat umat Israel dipagut ular
berbisa yang menyebabkan banyak kematian. Setiap orang yang memandang ular
perunggu itu akan diselamatkan. Orang Israel mengalami penderitaan dan kematian
oleh pagutan ular berbisa karena mereka melawan Tuhan dan Musa dengan banyak
keluhan yang tidak menyenangkan (Bil 21:4-9). Ular perunggu melambangkan
kehidupan baru. Peristiwa ini mengingatkan kita akan kejadian Adam dan Hawa di
taman Eden. Penipuan yang dilakukan ular di taman itu menyebabkan kematian
manusia. Kini ular perunggu yang dipasang tinggi-tinggi oleh Musa melambangkan
kematian Kristus di kayu salib yang membawa kehidupan.
Kemudian kepada Nikodemus Tuhan Yesus
menjelaskan bahwa Anak Manusia (diri-Nya sendiri) harus ditinggikan, seperti
ular perunggu, (baca: disalibkan) supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya
memperoleh hidup kekal, karena Anak Manusia itu datang bukan untuk menghakimi
melainkan untuk menyelamatkan manusia oleh wafat-Nya di kayu salib (Yoh 3:16). Ini
adalah perbuatan cinta terbesar dari Allah untuk menyelamatkan umat manusia
yang berdosa. Salib Kristus bukan menjadi lambang hukuman tetapi menjadi jalan
kehidupan bagi segenap orang yang percaya. Karena Ia disalibkan demi
keselamatan umat-Nya.
St. Paulus memberi kesaksian atas
peristiwa salib melalui suratnya kepada jemaat di Filipi dengan mengatakan: “Dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya, mengambil rupa seorang
hamba, taat sampai wafat di kayu salib. Itulah sebabnya Allah meninggikan Dia
dan menganugerahkan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam Yesus
bertekuk-lututlah segala sesuatu yang ada di langit, di atas dan di bawah bumi
dan semuanya memuji kemuliaan Allah (Fil 2:6-11).
Sejak zaman para rasul kita percaya akan
semua kebenaran ini dan itulah inti iman kita kepada Allah. Oleh karya-Nya yang
agung ini, dalam nama dan kuasa-Nya kita boleh memuliakan nama Allah yang agung
dan dengan demikian kita memperoleh jaminan hidup kekal. Maka setiap orang yang
percaya kepada-Nya, yang berjalan bersama-Nya dan yang mengandalkan Dia,
Kristus adalah jaminan keselamatannya. Yesus telah ditinggikan di kayu salib
dan salib itu adalah tanda keselamatan bagi kita. Segala kuasa di langit, di
bumi dan di bawah bumi telah ditakhlukan-Nya. Jangan takut pada kuasa-kuasa
dunia ini, berdirilah teguh dalam iman kepada-Nya dan taatlah saja pada
perintah-perintahNya, Yesus tersalib ada bersama-Mu.