Ada banyak perkara di dunia ini,
meskipun benar, namun didiamkan begitu saja karena orang enggan menjadi saksi
atas apa yang mereka tahu dan lihat. Alasannya bisa bermacam-macam, enggan karena
takut repot, tidak ingin terlibat dengan urusan orang lain, atau takut pada aparat
yang seringkali menyusahkan, rugi waktu dan tenaga, takut akan adanya ancaman-ancaman
dsb.
Setelah Yesus ditangkap dan dihukum
mati, sesungguhnya para murid sudah punya rencana untuk kembali ke tempat tinggal
mereka masing-masing, seperti halnya dua murid dari Emaus; keduanya pulang ke
rumah dengan banyak kekecewaan. Namun sesudah menyaksikan Yesus yang bangkit,
hati mereka yang lesu dan kecewa itu mendadak sembuh. Mereka pun berkumpul
bersama lagi dan tenggelam dalam syering tentang pengalaman perjumpaan dengan
Yesus sesudah kebangkitan-Nya. Pengalaman itu menarik dan membuat hati mereka
berkobar-kobar untuk menceritakannya lagi kepada orang lain.
Dalam perjumpaan yang diceritakan
Injil hari ini, Yesus berpesan: “Jangan takut, katakan kepada
saudara-saudaraku, supaya mereka pergi ke Galilea dan di sana mereka akan
melihat Aku”! Mereka semua harus ke Galilea, ke tempat yang aman dari intaian
para pemuka Yahudi, yang mungkin akan menangkap murid-murid sebab para serdadu
sudah disogok untuk menceritakan kepada orang Yahudi lainnya bahwa jenasah
Yesus dicuri para murid-Nya. Setelah mereka kembali ke Galilea, perjumpaan demi
perjumpaan terjadi setiap hari sampai Yesus naik ke surga (bdk Mat 28:8-15).
Pengalaman perjumpaan dengan Yesus
sesudah kebangkitan ini, dalam hidup rohani disebut pengalaman akan Allah yang
hidup, yang menyentuh hati sanubari mereka. Pengalaman seperti ini sulit untuk
tidak diceritakan apalagi kalau hal itu sangat menyentuh iman dan perasaan mereka
yang terdalam. Misalnya hati rasul Thomas tersentuh di saat ia bertobat dari
keraguannya, hati Petrus tersentuh ketika Yesus menyembuhkan batinnya yang
terluka karena dosa penyangkalan. Pengalaman akan Yesus yang bangkit dikuatkan
lagi dengan peristiwa Pentakosta yaitu Roh Kudus turun atas para murid, yang
mengurapi mereka dengan karunia keberanian untuk menjadi saksi. Sejak saat
itulah para murid dengan berani menjadi saksi yang mewartakan Yesus sebagai
Tuhan dan Juru Selamat.
Keberanian para rasul menjadi saksi Yesus
Kristus telah menghancurkan penipuan para pemuka agama Yahudi, sebab Petrus
dengan fasih dan runtut menceritakan pengalaman mereka akan perjumpaan itu
sekaligus menjelaskan isi Kitab Suci Perjanjian Lama kepada para pendengarnya.
Petrus menegaskan bahwa raja Daud juga telah bernubuat tentang kebangkitan itu.
“Saudara-saudara, aku boleh berkata-kata
dengan terus terang kepadamu tentang Daud, bapa bangsa kita. Ia telah mati dan
dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai hari ini. Tetapi ia adalah
seorang nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah berjanji kepadanya dengan
mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud
sendiri di atas takhtanya. Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah
berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak
ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami
kebinasaan. Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami
semua adalah saksi” (Kis 2:29-32).
Meskipun situasi antara wafat-Nya Yesus
Kristus dan kebangkitan-Nya hingga turunnya Roh Kudus atas para murid masih
panas-panasnya, namun para murid tidak gentar sedikitpun untuk mewartakan kebenaran
ini. Walaupun cerita kematian dan kebangkitan Yesus Kristus masih menjadi
sebuah topik besar yang mengganggu stabilitas politik di Yerusalem, tetapi para
murid tidak menghiraukannya. Sekali menjadi saksi tetap menjadi saksi. Mereka tidak
takut sedikit pun terhadap semua bentuk ancaman manusia, sebab mereka tahu
mereka benar dan kebenaran harus
diwartakan, bukannya didiamkan! Keberanian untuk menjadi saksi Yesus Kristus tidak
lahir dengan sendirinya tetapi terjadi atas dasar pengalaman perjumpaan dengan
Tuhan yang diteguhkan oleh kuasa Roh Kudus.