Pada usia tuanya setelah menjalani
hidup imamat 50 tahun dalam syeringnya kepada imam-imam muda ia berkata: “Saya
bersyukur atas rahmat dari sakramen yang saya terima mulai dari baptis,
pengakuan dosa, ekaristi, krisma dan kemudian imamat. Berkat sakramen-sakramen
ini, saya sungguh menjadi katolik. Ketika saya berdosa saya boleh menerima
pengampunan, ketika saya merasa lapar dan haus akan rahmat surgawi saya bisa menerima
santapan dari surga, dan teristimewa dengan sakramen imamat saya sendiri diberi
kuasa untuk merayakan semuanya bagi keselamatan seluruh umat Allah yang saya
layani. Ketika saya merayakan ekaristi, saya bisa memberi makan begitu banyak
orang dengan santapan dari surga. Dengan pelayanan itu saya sungguh merasa
seperti Yesus yang berkeliling mengajar orang banyak sambil berbuat baik. Saya bahagia
dengan imamat saya dan tidak pernah menyesal telah meninggalkan segala-galanya
di tanah airku sendiri. Saya telah menjadi orang Indonesia dan semua orang
mencintai, mendukung serta berdoa untuk karya-karya saya selama ini. Saya mau
mati di sini”.
Sementara itu pada sisi lain, ada
begitu banyak umat masa kini, khususnya di Asia ini, yang sangat membutuhkan
pelayanan sakramen terutama ekaristi serta perminyakan kudus. Kebutuhan ini
didorong oleh kesadaran iman akan pentingnya sakramen-sakramen tersebut bagi pemeliharaan
rohani umat Allah. Di mana-mana umat mencari imam-imam untuk melayani mereka
dalam kebutuhan ini, hingga merasa kesal atau tidak nyaman bila tidak terlayani
karena ketiadaan tenaga pastoral bersangkutan.
Dalam perayaan kudus hari ini bacaan
pertama menyajikan cerita tentang penetapan perjamuan Paska Yahudi ketika
hendak keluar dari negeri Mesir (Kel 12:1-8.11-14), bacaan kedua tentang kesaksian
Paulus akan makna perjamuan kudus, yang ditetapkan Yesus menjadi sakramen
ekaristi terimplisit imamat (1 Kor 11:23-26) dan Injil menyajikan cerita
tentang pembasuhan kaki murid-murid sebagai contoh pelayanan tanpa pamrih bagi
semua orang dalam semangat kerendahan hati (Yoh 13:1-15).
Semua bacaan yang tersaji dalam firman
di atas mau menegaskan kepada kita bahwa apa yang terjadi dalam perjanjian lama
semuanya terpenuhi secara sempurna kini dalam perjanjian baru. Kemerdekaan yang
dialami orang Yahudi di negeri Mesir adalah kemerdekaan dari penjajahan dan
ketidakadilan. Kemederkaan ini perlu diperingati secara turun temurun sebagai
kenangan dan tanda syukur akan karya agung Tuhan yang telah membebaskan bangsa
Israel dari penjajahan itu. Sebagai orang Yahudi Yesus merayakannya juga, tetapi
dengan menambah makna baru dari perjamuan ini, yaitu dengan menetapkan peristiwa
itu sebagai perayaan syukur atas karya penyelamatan Allah untuk menebus dosa
manusia. Dengan kuasa Ilahi, Ia sendiri menetapkan bahwa roti dan anggur yang
disediakan pada perjamuan akhir itu menjadi tubuh dan darah-Nya. Itu semua akan
berubah oleh kata-kata konsekrasi yang diucapkan oleh para rasul serta
pengganti mereka yang menerima tahbisan imamat suci. Karena kuasa imamat itulah
maka di saat Paus, para Uskup dan imam-imam merayakan ekaristi, peringatan
wafat dan kebangkitan Tuhan itu dirayakan kembali secara sakramental. Perayaan ini
sifatnya sempurna seperti terjadi pada saat Yesus menderita, wafat dan bangkit
dari antara orang mati.
Ditinjau dari pengertian dan ajaran
ini maka imamat dan ekaristi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam
diri seorang imam yang menerima tahbisan sakramen imamat. Dengan merayakan
ekaristi seorang imam diberi kuasa untuk memelihara jiwa-jiwa kaum beriman
dengan makanan surgawi, makanan dari Allah sendiri, yaitu tubuh dan darah
Yesus, yang telah mengorbankan diri-Nya dengan wafat di salib tetapi yang
kemudian bangkit lagi dari antara orang mati. “Tanpa imamat, tak ada ekaristi
atau dengan kata lain ekaristi tak mungkin dirayakan tanpa imam”. Dengan demikian
kita bersyukur kepada Tuhan yang telah memungkinkan semuanya ini terjadi oleh
rancangan-Nya yang mulia. Imamat perjanjian baru adalah imamat Kristus yang
ditugaskan untuk menghadirkan Kristus dalam kata dan tindakan-Nya. Di saat
merayakan sakramen-sakramen, para imam sungguh bertindak seperti Kristus, maka
imam disebut “alter Christus” – atau Kristus yang lain.
Imam tua di atas dapat meninggalkan
segalanya karena Kristus hadir dalam diri-Nya. Ia berbahagia karena imamat yang
ada di dalam dirinya telah dia hayati sebagaimana Kristus menghayatinya. Meskipun
dia sering merasa ada kerapuhan yang menggerogoti hidupnya tetapi di dalam
kerapuhan itu ia justru mengalami kekuatan Allah. Dalam seluruh aktivitas
pelayanannya ia telah menghadirkan Kristus yang hidup, Kristus yang menguduskan
umat Allah melalui sakramen pembaptisan; Kristus yang mengampuni dosa melalui
pelayanan sakramen tobat; Kristus yang
memberi diri-Nya sebagai makanan surgawi untuk menghidupkan seluruh umat Allah
melalui ekaristi; dan Kristus yang menguduskan perkawinan umat Allah dan
Kristus menyembuhkan melalui sakramen minyak suci.
Imam Belanda yang tua itu sungguh
merasa berbahagia karena hidupnya tidak pernah menjadi sia-sia, bahkan
sebaliknya ia telah menjadi berkat bagi banyak orang yang dilayaninya selama
hidup hingga akhirnya nanti. Semoga dalam perayaan suci malam ini kita boleh
merasakan agung-Nya cinta Tuhan bagi Gereja kudus-Nya melalui ekaristi dan
imamat yang dirayakan Paus, para Uskup dan para imam di seluruh dunia.