Merujuk cerita dua murid Emaus hari
ini, mari kita lihat kembali kisah yang menarik ini. Dua murid itu berjalan
pulang dari Yerusalem ke Emaus kampung asalnya. Keduanya bertukar cerita dalam
nada kecewa atas segala sesuatu yang terjadi di Yerusalem dalam seminggu
terakhir. Mereka telah berharap Yesus akan jadi pemimpin baru atas bangsa
Israel karena memiliki kuasa yang besar dan kemampuan intelektual yang hebat.
Segala lawan yang mau berdebat dengan-Nya gugur tak berdaya. Namun tiba-tiba
Dia ditangkap, diadili dalam pengadilan Kayafas, Pilatus dan Herodes. Walau
semua tuduhan yang dikenakan pada-Nya tidak terbukti, tetap saja Ia dihukum
mati. Hukuman mati itu amat keji karena Dia dihukum lebih sadis dari semua
penjahat yang dihukum mati di Israel. Kedua murid itu berkesimpulan semua ini
sungguh tidak masuk akal.
Sementara berpikir demikian Yesus
datang. Kedua murid tidak mengenal-Nya lalu ketiganya berjalan bersama-sama.
Lalu Yesus bertanya kepada keduanya, apa saja yang mereka perbincangkan. Usai
menjawab semuanya, Yesus pun menjelaskan misi-Nya sendiri. Ketika hendak tiba
di gerbang kampung Emaus, kedua murid itu mengajak Yesus bermalam di rumah
mereka, sebab matahari sudah terbenam untuk melanjutkan perjalanan. Ketika
Yesus memecahkan roti dan hendak memberi kepada keduanya, terbukalah mata
mereka dan mereka mengenal Yesus, tetapi Yesus menghilang. Tanpa berpikir
panjang keduanya kembali ke Yerusalem dan memberikan kesaksian tentang
perjumpaan itu. Perjumpaan kedua murid Emaus dengan Yesus di saat pemecahan
roti itu adalah perjumpaan yang menyembuhkan keduanya dari rasa kecewa atas apa
yang terjadi dengan Yesus (bdk Luk 24:13-35).
Lain lagi dengan kisah perjumpaan si pengemis
lumpuh itu dengan Yesus. Setiap hari ia
duduk mengemis di gerbang indah bait Allah. Saat kedua rasul, yaitu Petrus dan
Yohanes melewati gerbang indah itu, ia juga meminta sedekah kepada keduanya. Melihat
keadaan pengemis itu, dengan penuh iman Petrus berkata kepadanya: "Emas
dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi
nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!" (Kis 3:6). “Lalu ia memegang tangan kanan orang itu dan
membantu dia berdiri. Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu. Ia
melonjak berdiri lalu berjalan kian ke mari dan mengikuti mereka ke dalam Bait
Allah, berjalan dan melompat-lompat serta memuji Allah”. (Kis 3:7-8). Pengemis
itu melonjak kegirangan karena ia tidak pernah menyangka bahwa dua orang yang
menyebut nama Yesus ini bisa menyembuhkan dia dari sakit lumpuhnya.
Pengemis ini berjumpa dengan Yesus
yang diwartakan rasul Petrus dan Yohanes. Yang sungguh-sungguh percaya akan
adanya kuasa penyembuhan itu adalah Petrus yang melakukan mujizat itu. Akan
tetapi dia bertindak bukan atas namanya sendiri melainkan atas nama Yesus
Kristus, yang dia percaya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Mereka pergi ke
kenisah itu hendak mewartakan nama Yesus. Yesus meneguhkan pewartaan mereka
dengan mujizat-mujizat agar orang percaya bahwa Yesus sungguh Allah yang telah
datang untuk menyelamatkan manusia melalui wafat dan kebangkitan-Nya. Yesus itu
hidup dan tetap bekerja melalui orang-orang percaya sesuai dengan janji-Nya. Rasul-rasul
itu adalah “Alter Christus” yang pertama, sebab mereka semua telah diangkat
menjadi imam perjanjian baru di saat Yesus menetapkan kurban ekaristi pada
perjamuan malam terakhir. Segala sesuatu yang mereka lakukan dalam tugas
pelayanan dan pewartaan, mereka lakukan itu dalam nama Yesus. Hidup dan karya
mereka tidak terpisahkan dari Kristus. Ketika mereka berdoa, mereka berdoa
dalam nama Kristus, demikianpun ketika mereka mewartakan mereka berkata dalam
nama Yesus Kristus. Apa saja yang mereka lakukan dalam nama Yesus di sana
terjadi perjumpaan dengan Yesus yang menyelamatkan bahkan menyembuhkan.
Perjumpaan dengan Tuhan dalam kegiatan
doa pribadi atau bersama, katakese umat dan dalam sakramen-sakramen, rekoleksi
dan retret serta kegiatan rohani lainnya adalah perjumpaan yang menyelamatkan
bahkan menyembuhkan. Adalah suatu kerugian apabila dalam hidup ini kita hanya
menjadi penonton setia atas semua kegiatan itu dan merasa diri sudah puas dengan apa yang ada atau tidak
membutuhkan Tuhan atau pun sesama lagi.