Mulanya
Ben bimbang dengan keputusannya, karena merasa diri tidak layak dan tidak
mampu. Dalam pikirannya selalu timbul hal-hal negatif, yang membuatnya
berkesimpulan bahwa menjadi imam bukan pilihan yang mudah pada zaman ini.
Banyak tantangan dan godaannya. Tetapi ketika ia menyampaikan keraguannya
kepada seorang imam yang sudah memasuki usia 70-an ke atas, akhirnya Ben
memberanikan diri dan berkata: "aku maju karena aku hanyalah alat yang
dipakai-Nya". Keberanian itu datang karena imam yang tua itu menceritakan
pengalaman hidupnya sendiri dan juga pengalaman St. Yohanes Maria Vianney,
pastor dari Ars, pelindung para pastor paroki. Setelah Ben menjadi imam, ia
berjuang menghayati imamatnya dengan baik, entah ketika dia bekerja sebagai
pastor kaplan, maupun ketika menjadi pastor paroki. Setelah dua puluh lima
tahun menjalaninya ternyata ia merasa bahagia dengan pilihannya itu, walaupun ia
sering mengalami tantangan dan godaan seperti rekan-rekan imam lainnya.
Kunci
kebahagiaan yang dirasakan oleh pastor Ben tidak lain karena ia mengutamakan
pelayanan dalam semangat kerendahan hati, sikap seperti seorang hamba yang melayani
tuannya. Ia teringat akan pesan Tuhan Yesus kepada para murid-Nya pada saat
perjamuan terakhir: "Sesungguhnya
seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan
dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah
kamu, jika kamu melakukannya" (Yoh 13:16-17). Ia melihat semangat itu
ada pada pastor yang memberinya nasihat yang baik di atas dan juga pada pastor dari
dari Ars, Yohanes Maria Vianney.
Pekerjaan
menjadi penjala manusia adalah lapangan kerjanya Tuhan. Namun Tuhan
mempercayakan pekerjaan ini kepada manusia karena Tuhan ingin agar kita juga mengambil
bagian di dalamnya. Lapangan kerja ini secara sepintas asyik dan menyenangkan, tetapi
sesungguhnya pekerjaan ini amat menantang dan berat, karena kita berhadapan dengan
manusia-manusia yang memiliki banyak ide dan keinginan, banyak kerinduan tetapi
juga persoalan, dengan suka dukanya masing-masing. Misalnya, ayah ibu dalam
keluarga dengan cita-cita dan persoalannya sendiri serta anak-anaknya; pemimpin
dalam masyarakat berhadapan dengan rakyat yang memiliki kerinduan dan juga masalahnya;
guru di sekolah juga berhadapan dengan murid-murid dengan idealisme sendiri
beserta persoalannya; pemimpin agama juga berhadapan dengan umat dengan
keinginan dan masalahnya. Akan tetapi jikalau kita sadar ini adalah lapangan kerja
Tuhan, di mana Ia sendiri menjadi Pemimpin
Agungnya, dan kita hanyalah hamba-hamba-Nya, maka sikap rendah hati seperti seorang
hamba merupakan kunci untuk memenangkan sebanyak mungkin jiwa-jiwa ke dalam
rumah Tuhan.
Paulus
dan teman-temannya berlayar menuju Perga di Pamfilia dan meneruskan
perjalanannya ke Antiokhia di Pisidia. Pada hari Sabat Yahudi, sesudah membaca
hukum taurat dan kitab nabi-nabi, mereka diberi kesempatan untuk mewartakan dan
menghibur jemaat yang hadir oleh kepala rumah ibadat. Kesempatan itu
dimanfaatkan Paulus untuk mewartakan Injil Yesus Kristus, mulai dengan
Perjanjian Lama sampai dengan pemenuhannya dalam diri Yesus Kristus, dalam
Perjanjian yang baru. Dari sajian bacaan Kisah Para Rasul hari ini tidak
terdapat tanggapan dari jemaat ataupun kepala rumah ibadat. Paulus
menyelesaikan tugas pewartaannya dengan baik, menurut apa yang dia tahu dan yakini
sebagai seorang ahli taurat dan terpelajar. Sebagaimana biasanya Paulus sering
memberi kesaksian tentang apa yang diperbuatnya sebelum dia bertobat. Kesaksian
hidupnya sendiri itulah yang membuat dia diterima di mana-mana, meskipun tidak
semuanya. Akan tetapi Paulus dan teman-temannya selalu merasa berbahagia dengan
pelayanan ini karena mereka tahu dan percaya bahwa mereka hanyalah hamba yang
melayani pekerjaan tuannya. Kemana saja mereka pergi mereka selalu mendengarkan
perintah dan bimbingan Roh Kudus (Kis 13:13-25).
"Berbahagialah
jika kamu melakukannya", kata Tuhan Yesus. Dalam perjalanan sejarah Gereja
ada begitu banyak murid Tuhan yang telah melakukan segala-galanya dalam iman,
harap dan cinta teguh kepada Tuhan demi sesama manusia yang mereka layani.
Mereka semua telah menjadi bunga-bunga indah di taman Tuhan, telah menjadi pahlawan
Gereja melalui kesaksian-kesaksian hidup mereka. Kebahagiaan yang mereka
rasakan telah membuat mereka tidak menyesal, bahkan selalu bersyukur atas pilihan
hidup mereka, entah sebagai pelayan Tuhan di kebun anggur-Nya atau pun sebagai
awam di medan baktinya masing-masing. Seperti apa pilihan hidup Anda dan saya,
Tuhan ingin menjadikan kita sebagai hamba yang baik dalam melakukan
pekerjaan-Nya…!