Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!

Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!
❝ Your Word is A Lamp for My Feet, A Light for My Path. ❞     「Psalm 119:105  —  The New American Bible, Revised Edition (NABRE).」

Alkitab On-Line

 

Alkitab On-Line :

Ketik Kata atau Ayat :

Alkitab    Bahan

Amazon Associates Rotating Banner

Search Engines with English Only

Jumat, April 01, 2016

HANYA DALAM NAMA YESUS…!

Senin setelah Minggu Paska, saya bersama seorang imam lain mengunjungi  Bapa Uskup Emeritus, Mgr. Mikhael Angkur  di Desa Gorontalo, Labuhan Bajo. Beliau hidup bersama dengan dua orang imam dan seorang bruder yang semuanya menikmati usia pensiun di tempat itu. Dalam suasana sukacita Paska kami berbincang-bincang tentang pengalaman pelayanan Paska di tempat pelayanan kami masing-masing. Mgr. Mikhael, sebagai uskup emeritus tampaknya masih penuh semangat dalam melayani umat sekitar Labuhan Bajo, namun beliau sempat menyampaikan beberapa catatan kritis tentang perayaan selama Trihari Suci itu antara lain: perayaan malam Paska yang dibuat sore hari pukul 16.00. Cahaya Paska yang dilambangkan lilin Paska kurang mempunyai makna lagi, karena sore itu kota Labuan Bajo masih diterangi sinar matahari yang cerah, buku panduan upacara yang disiapkan panitia seolah-olah lebih benar dari buku misa asli yang sudah lengkap untuk perayaan itu, dan masih banyak catatan kristis yang lain seputar trihari suci itu.

Yang amat menarik bagi saya mengenai pandangannya tentang perayaan Kamis Putih dan Jumat Agung,  yaitu bagaimana Yesus dengan sempurna menjalankan tugas penebusan melalui korban tubuh dan darah-Nya di kayu salib, yang dimeterai-Nya lebih dahulu dengan mengadakan sakramen ekaristi pada perjamuan terakhir bersama para murid-Nya. Beliau menekankan bahwa "inilah kurban yang paling sempurna menggantikan semua kurban perjanjian lama (darah binatang). Dengan wafat-Nya Yesus di kayu salib semua kurban perjanjian lama tidak berlaku lagi. Tetapi kalau kita orang katolik masih kembali kepada kurban perjanjian lama, itu adalah perbuatan berhala dan sama sekali tidak dibenarkan". "Saya mendengar di Manggarai tampaknya ada semangat menghidupkan lagi kurban perjanjian lama, karena alasan budaya, inkulturasi, demi menghormati adat nenek moyang". Menurut saya lanjutnya, "alasan itu tidak benar, nenek moyang kita sudah mati, mereka tidak mengenal Yesus Kristus. Tugas kita adalah mendoakan mereka agar mereka selamat, bukannya menghormati mereka lebih dari Yesus Kristus, yang satu-satunya jalan keselamatan. Kalau kita sebagai imam perjanjian baru, yang menyandang  gelar sebagai "alter Christus" masih mempertahankan itu, apa gunanya Anda sebagai  imam yang ditahbiskan untuk membawa kurban Kristus? Itu berarti Anda tidak percaya bahwa imamatmu jauh lebih tinggi dari adat istiadat nenek moyangmu. Para imam itu adalah pengajar kebenaran, hendaknya kita tidak bersikap abu-abu dalam menyampaikan ajaran yang benar, jangan mengorbankan ajaran Gereja yang benar demi menghormati perasaan manusia, bukankah Gereja melarang kita tidak mengajarkan hal-hal yang sifatnya "dualis dan sinkretis" dalam hidup iman katolik",  tandasnya penuh semangat. Saya menyimak dengan baik pendapat ini karena kebenaran itu jugalah yang selalu saya wartakan selama 32 tahun dalam imamat.

Hanya dalam Yesus, demikian tandas Petrus di depan majelis agama yang mengadili dia dan Yohanes. Para majelis agama menangkap kedua rasul itu karena mengajar tentang nama Yesus yang telah membuat si lumpuh itu sembuh dan bisa berjalan. Mereka melarang kedua rasul itu agar tidak boleh lagi mengajar tentang nama Yesus. Tetapi jawab Petrus, penuh dengan Roh Kudus: "Hai pemimpin-pemimpin umat dan tua-tua, jika kami sekarang harus diperiksa karena suatu kebajikan kepada seorang sakit dan harus menerangkan dengan kuasa manakah orang itu disembuhkan, maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati -- bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu. Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan -- yaitu kamu sendiri --, namun ia telah menjadi batu penjuru. Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kis 4:8-12).

Sejauh kita membaca Kisah Para Rasul, Petrus dan rasul-rasul lainnya selalu menandaskan hal yang sama dalam pengajaran mereka kemana saja mereka pergi. Setiap hari semakin banyak orang yang percaya dan membentuk komunitas jemaat perdana. Komunitas perdana ini sangat teguh mengimani Kristus sehingga di saat mereka mendapat perlawanan dan penganiayaan, mereka tetap saja bertahan, mereka tidak takut sedikit pun pada ancaman penangkapan, penganiayaan dan penyiksaan kejam dari para musuh kekristenan awal, bahkan mereka siap menjadi martir. Keyakinan yang teguh dari para rasul untuk mengajarkan tentang kebenaran ini tidak lain berasal dari pengalaman kehadiran Yesus sesudah kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Perjumpaan dengan Yesus sesudah kebangkitan melekat sedemikian kuat  dalam mereka, karena Yesus sungguh-sungguh hadir di tengah-tengah mereka seperti sebelum wafat-Nya.

Yesus menyuruh mereka menangkap ikan di danau Galilea seperti cerita Injil hari ini, membuat mereka semakin terpesona dengan kehadiran-Nya sehingga tak satu pun dari antara mereka yang sanggup bertanya, siapakah Engkau? Lalu Yesus memberi mereka roti dan ikan dan mereka boleh menikmati sarapan bersama pada pagi itu. Pengalaman akan kehadiran Tuhan dalam pelbagai cara sesudah kebangkitan-Nya, semuanya bertujuan untuk meneguhkan hati para murid bahwa Dia bangkit dan hidup, sehingga para murid tak perlu bersedih atau berkecil hati dengan kehilangan-Nya dari antara mereka. Sebaliknya, pengalaman menyaksikan kebangkitan Yesus harus menjadi pokok pewartaan mereka kepada orang lain, bahwa Allah telah mengutus Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, dan Dialah satu-satu jalan keselamatan itu. Di luar Yesus tak ada jalan keselamatan yang lain. Pokok pikiran inilah yang disampaikan Petrus dalam kotbahnya di depan para majelis pengadilan agama itu. Dengan demikian pewartaan nama Yesus dengan karya-karyaNya semakin luas tersebar di antara orang Yahudi.

Re-evangelisasi atau evangelisasi baru di abad ini justru mendorong kita semua untuk semakin mewartakan kehadiran Yesus Kristus Sang Penyelamat, sambil memasukkan unsur-unsur inkulturatif yang pas sesuai dengan ajaran iman kita, bukannya kembali ke adat istiadat perjanjian lama.

Adhitz Ads