Saulus itu, seorang ahli Taurat yang
merasa dirinya benar dan baik, memegang surat kuasa dari Imam Agung Yerusalem
berangkat menuju Damsyik untuk menangkap semua pengikut Yesus Kristus di sana.
Dalam hatinya ia telah berniat agar semua yang telah dibaptis menjadi pengikut
Yesus Kristus harus dibawa ke pengadilan untuk dihukum mati, seperti Stefanus.
Sebagai seorang Yahudi, pembela hukum Taurat, ia merasa diri berhak, atas nama
hukum Taurat Musa itu sendiri dan atas nama kuasa tertinggi di Yerusalem,
membinasakan jemaat dari agama baru ini, sebab agama baru ini dinilai sesat.
Bersama beberapa temannya dia menuju Damsyik dengan mengendarai kuda – binatang
yang biasa dipakai untuk berperang; hatinya dipenuhi kesombongan yang bernyala-nyala
seperti api, kebenciannya mendidih bagaikan air panas lebih dari ratusan
derajat celsius. Ia sudah membayangkan kemenangan berada di pundaknya dan ia
akan pulang membawa panji “kemenangan hukum Taurat”.
Sementara semua pikiran kemenangan itu
bersinar ceria dalam otaknya, tiba-tiba ia dihadang awan putih yang menyilaukan
mata. Kudanya meringkik keras dan berontak ketakutan, Saulus pun terpelanting
ke tanah tak berdaya. Kemudian terdengarlah dialog indah seperti berikut: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau
menganiaya Aku?" Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan?"
Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah
ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus
kauperbuat." (Kis 9: 3-6). Selanjutnya kita tahu tugas untuk memperbaharui
pikiran dan hati Saulus diserahkan kepada Ananias, pemimpin jemaat baru di
Damsyik. Saulus bertobat, berbalik 180%: dari menolak Yesus Kristus menjadi
pengikut setia Tuhan, dari pembela Taurat yang gigih menjadi guru Kabar Gembira
Tuhan yang menulis banyak surat pastoral, dst. Saulus berubah dari alat penentang Yesus Kristus menjadi
ALAT PILIHAN YESUS KRISTUS ! Perubahan yang tak pernah terpikirkan oleh siapa
pun yang memiliki kuasa besar di Yerusalem atau tak pernah terbayangkan oleh
setiap orang Kristen yang ketakutan di Damsyik. Kuasa dan rancangan Tuhan tak
pernah bisa ditebak. Ia memanggil siapa saja yang direncanakan-Nya. Ia ingin
menyelamatkan siapa saja yang Ia mau. Pemazmur bilang: “Sebab kasih setia-Nya hebat atas atas kita, dan kesetiaan Tuhan untuk
selama-lamanya”.
Jauh-jauh hari sebelum semua ini
terjadi, di rumah ibadat di Kapernaum orang-orang Yahudi bertengkar: Bagaimana
Yesus dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan?” Yesus sendiri
memberi jawaban demikian: "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan
minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan
daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan
dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku
adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia
tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. (Yoh 6: 53-56).
Tuhan bukan hanya berkorban dengan
wafat di salib tetapi Ia memberi diri-Nya menjadi makanan yang hidup, Ia ingin bersatu
dengan kita, supaya oleh kekuatan-Nya kita sanggup bekerja memuliakan nama-Nya
dan melanjutkan karya keselamatan-Nya di segala bidang yang kita geluti, dengan
menjadi alat pilihan-Nya yang berguna. Sama
seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga
barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:57). Menjadi alat
pilihan Tuhan berarti mau bekerja bagi Tuhan dan umat-Nya. Pekerjaan ini bukan
pekerjaan enteng. Kita membutuhkan kekuatan surgawi, tubuh dan darah Tuhan
sendiri. Kita cuma alat yang dipakai oleh-Nya untuk menjalankan semua pekerjaan
itu. Ditopang oleh kekuatan ini kita kuat dan kita bisa. Layak atau tidaknya kita
saat ini di hadapan Tuhan, bukalah diri dan serahkan seluruh hidupmu pada
rencana-Nya, Amin.