Hidup
tanpa kegentaran dan kegelisahan adalah mustahil. Sebagai manusia yang lemah
dan memiliki banyak pencobaan dan godaan, tantangan dan problematika, sering
kita dilanda oleh kegentaran dan kegelisahan itu. Apakah sifatnya sementara
atau lama, kecil atau besar, kegentaran dan kegelisahan itu selalu membuat
hidup tidak nyaman.
Dalam
wejangan-wejangan menjelang sengsara-Nya, Tuhan Yesus memberitahu para
murid-Nya bahwa Ia tak akan lama lagi berada bersama-sama dengan mereka.
Pemberitahuan itu amat menggelisahkan hati murid-murid sebab mereka belum mengerti
tentang apa yang akan terjadi dengan Yesus. Kegelisahan para murid ditanggapi
Yesus dengan berkata: "Damai
sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa
yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah
gelisah dan gentar hatimu" (Yoh 14:27). Yesus memang akan pergi
meninggalkan mereka dan mereka akan menyaksikan bagaimana beratnya tugas akhir
itu. Para murid bakal gelisah, takut dan gentar bila menyaksikannya. Yesus
harus menjalankan tugas Bapa di surga. Namun para murid akan dilengkapi dengan
rahmat sukacita dan damai, sehingga mereka tak perlu takut dan gelisah, sebab
damai dan sukacita yang mereka terima tidak seperti yang diberikan dunia. Yang
diberikan dunia itu sifatnya cuma sementara, tetapi damai yang mereka terima dari
Yesus sendiri sifatnya lestari, kuat dan membuat mereka semakin kokoh dalam
iman. Sebab semua hal baik, entah berupa rahmat dan anugerah, ataupun berupa
berkat serta karunia, yang berasal dari Tuhan selalu melebihi segala hal yang
berasal dari dunia dan mampu membuat hati tentram dan bahagia. Kebahagiaan dan
damainya lebih dari pada yang diberikan dunia.
Suatu
saat Barnabas dan Paulus berada di kota Listra. Mendengar keduanya berada di
sana orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium datang ke Listra. Mereka
menghasut orang-orang di Listra agar menangkap kedua rasul itu. Lalu mereka
menangkap Paulus dan Barnabas, melemparinya dengan batu dan menyeretnya ke luar
kota. Kedua murid itu jatuh sekarat dan hampir mati. Akan tetapi keesokannya
mereka pergi ke Derbe, di sana mereka berhasil mendapat anggota baru. Lalu
mereka melanjutkan perjalanan pewartaan mereka ke kota-kota lainnya juga. Di
setiap kota itu mereka syering tentang semua hal yang dikerjakan Tuhan dengan
perantaraan mereka dan juga cerita tentang terbukanya agama baru ini bagi bangsa-bangsa
lain. Mereka tetap bersukacita di dalam penderitaan yang mereka alami dan tak
pernah mau berhenti dari pelayanan sabda, sebab kebahagiaan yang mereka rasakan
jauh lebih kuat dari pada penderitaan. Mereka telah menyerahkan penderitaan
mereka demi kemuliaan nama Tuhan (bdk Kis 14:19-28).
Pengalaman
para murid dalam hal kegentaran dan kegelisahan adalah pengalaman kita juga.
Namun setelah mereka mengalami Tuhan Yesus secara baru, sesudah kebangkitan-Nya
dan sesudah Pentakosta, semua kegelisahan dan kegentaran itu sirna. Sebaliknya
mereka semakin bersemangat untuk mewartakan nama Yesus dan kebenaran-Nya. Para
rasul ini hingga akhir hidupnya masing-masing sanggup memberi kesaksian tentang
Yesus bukan hanya dengan kata-kata belaka tetapi dengan darah sebagai martir. Mereka
menjadi soko guru Gereja. Usaha membebaskan diri dari kegentaran dan
kegelisahan adalah sebuah usaha yang tidak mudah. Namun kedalaman relasi kita dengan
Tuhan akan membuat segalanya berubah. Kita bisa menjadi orang-orang kuat dan
kokoh seperti para rasul itu. Seperti kata St. Paulus "Hidupku adalah
Kristus dan mati adalah sebuah keuntungan"…! Mungkinkah itu terjadi dalam
hidup kita…? Mengapa tidak…? Tak ada yang mustahil bagi setiap orang yang percaya…!